Pemerintah Terus Matangkan Aturan E-Commerce

Sektor ekonomi digital terhitung mampu berkontribusi sebesar 7,2 persen terhadap total Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 30 Okt 2018, 19:31 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2018, 19:31 WIB
Ilustrasi e-Commerce
Ilustrasi e-Commerce (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus berupaya merampungkan aturan pajak bisnis digital agar negara mendapat imbas hasil dari perkembangan pesat sektor e-commerce di Indonesia.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, mengemukakan pemerintah akan turut mengatur pelaporan pajak bagi sektor e-commerce.

"Jadi memang sekarang lagi kita siapkan juga regulasinya. Kan sebetulnya platform domestik yang untuk e-commerce itu kan sebenarnya sumber data," ungkap dia di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (30/10/2018).

Sumber data memiliki potensi pendapatan negara yang terbilang besar, lantaran adanya penjual yang memasang barang dagangannya serta lalu lintas pembeli melalui platfrom tersebut.

"Kan itu sebetulnya ada sumber data yang potensial. Tentunya kita harapkan, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu, DJP, bisa memanfaatkan sumber data ini untuk memperbaiki monitoring dalam upaya untuk meningkatkan compliance," urainya.

"Jadi nanti kita akan atur, tata cara mungkin pelaporannya seperti apa, termasuk form-nya seperti apa," dia menambahkan.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015 lalu, sektor ekonomi digital terhitung mampu berkontribusi sebesar 7,2 persen terhadap total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan nilai Rp 225 triliun, tumbuh 10 persen setiap tahunnya.

Rofyanto melanjutkan, pengenaan pajak e-commerce ini merupakan inisiatif mandiri Pemerintah RI, bukan arahan dari Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).

"Enggak, ini kan dalam negeri. Kita enggak kait-kaitkan dengan WTO. Kalau WTO itu kan kalau misalkan kita akan mengatur transaksi dengan yang dari luar, itu akan terkait dengan masalah bea masuk dan sebagainya," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Aturan E-Commerce Harus Akomodir Kepentingan Industri

Ilustrasi e-Commerce
Ilustrasi e-Commerce (iStockPhoto)

Pemerintah tengah mengevaluasi roadmap e-commerceSalah satu pokok bahasan adalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) e-commerce. Pembahasan RPP e-commerce sebenarnya telah bergulir sejak 2015 silam, namun hingga saat ini, naskah terbarunya masih belum tersorot publik luas.

RPP ini dikabarkan sudah memasuki tahap finalisasi dan sedang menunggu pengesahan dari presiden. Namun sejauh ini pelaku industri belum mendapat secara lengkap RPP tersebut.

Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (iDea) Ignatius Untung mengatakan, di tahun 2015, Kemendag pernah melakukan uji publik RPP e-commerce melalui focus group discussion(FGD) yang diikuti oleh beberapa perwakilan pelaku industri.

Pada saat itu, asosiasi memberikan sejumlah masukan kepada Kemendag terkait naskah RPP e-commerce yang dianggap dapat menghambat pertumbuhan industri. 

“Sudah cukup lama sejak terakhir kami melihat draft RPP. Selepas itu, belum ada informasi terbaru terkait penjelasan dan solusi dari pemerintah terhadap poin-poin masukan kami di FGD dahulu”, ujar dia dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (14/10/2018).

Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kemendag I Gusti Ketut Astawa mengaku, Kemendag telah melakukan pembahasan antar kementerian setelah menerima masukan dari para pelaku industri di 2015, namun ia mengakui bahwa usai menerima masukan tersebut, Kemendag melakukan beberapa perubahan, walau hanya sebatas perubahan redaksional.

“Pada Mei (2018), mulailah kita bahas ulang tapi tidak mengubah. Tambahannya cuma dua poin penting. Satu terkait pemberdayaan (UMKM) dan registrasi penjual di marketplace,” tepis Ketut.

Sementara itu, asosiasi menilai bahwa naskah RPP e-commerce seharusnya mampu mengakomodir masukan-masukan dari pelaku industri. Untung mengatakan, e-commerce merupakan wadah bernaungnya jutaan UKM di seluruh Indonesia. Seharusnya memang regulasi itu mampu menaungi para pelaku industri dan menciptakan equal playing fieldbagi ekosistem perdagangan online.

"Termasuk pelaku industri, merchant dan konsumen. Bukan sebaliknya, regulasi yang membatasi pertumbuhan industri.” kata dia. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya