RI Negara Maritim, Kenapa 48 Persen Nelayan Miskin?

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro berharap nelayan dapat memanfaatkan teknologi agar industri perikanan beri nilai tambah untuk ekspor.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 14 Nov 2018, 13:50 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2018, 13:50 WIB
20161010-Pengusaha Ikan Muara Baru Mogok Massal-Jakarta
Kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Senin (10/10). Lebih dari 60 perusahaan, ratusan kapal nelayan dan kapal ikan tak beroperasi dan tutup sebagai bentuk protes kenaikan uang sewa lahan sampai 450 persen (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, keprihatinannya pada kondisi nelayan di Indonesia. Ia melihat petani dan nelayan masih miskin di Indonesia, padahal Indonesia adalah negara maritim dan memiliki kekayaan yang subur.

"Yang ironis di Indonesia adalah kita tahu Indonesia tak hanya subur tapi jenis pertaniannya terdiversifikasi dengan baik tapi siapa kelompok paling miskin? Dua: petani sama nelayan masyarakat. Ini selalu yang paling ironis di Indonesia," ucap Bambang di diskusi  Sumbang Pemikiran Kadin untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Rabu (14/11/2018) di Jakarta.

Solusi yang diajukan Bambang kepada pelaku industri, dalam hal ini kelautan dan perikanan, adalah mulai meninggalkan konteks tradisional dan fokus pada teknologi agar industri perikanan menciptakan ekspor besar dengan nilai tambah, serta menghasilkan lapangan kerja yang banyak.

Namun, ia mengingatkan agar Indonesia tidak bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA). "Jangan sampai Indonesia ke depan adalah sangat tergantung dengan SDA. Kita harus bisa diversifikasi, dan diversifikasi yang terbaik adalah nilai tambah. Di mana? Di sektor manufaktur dan jasa," ujar dia.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB Rokhmin Dahuri menjelaskan nelayan berada di angka 20 hingga 48 persen dan 10-30 persen pembudidaya masih miskin. 

"Dari data BPS, nelayan miskin itu 20 persen, kalau dari standar miskin Bank Dunia, memakai USD 2,5  per hari, itu yang miskin masih 48 persen," tutur dia.

Ia pun menerangkan, hal itu tak terlepas dari rendahnya pemakaian teknologi dan sebagian besar usaha kelautan dan perikanan dilakukan secara tradisional.

Sebagai contoh, 625.633 unit kapal ikan, hanya 3.811 unit (0,6 persen) yang tergolong modern dan dari 380 ribu ha tambak udang, hanya 10 persen yang modern, kemudian dari 60.885 Unit Pengolahan Ikan hanya 178 (1,2 persen) yang modern.

Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Suseno Sukoyono menjabarkan gagasan dalam draft awal Rancangan Teknokratik Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2020-2024. Dalam kategori kesejahteraan, tertulis program penigkatan SDM dan inovasi teknologi untuk meningkatkan kualitas sumber daya.

 

Pakai Bahan Bakar Elpiji, Nelayan Bisa Lebih Hemat

Kapal bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk nelayan di Kepulauan Natuna. (Gideon/Liputan6.com)
Kapal bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk nelayan di Kepulauan Natuna. (Gideon/Liputan6.com)

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina (Persero) terus mengejar realisasi penyaluran konverter kit dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) untuk nelayan. Selain mampu meningkatkan ekonomi nelayan melalui penghematan biaya melaut, penggunaan Elpiji juga lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar Premium.

Pada acara penyerahan konverter kit kepada 144 nelayan di Manado, Staf Khusus Menteri ESDM Widyo Sunaryo menjelaskan manfaat konversi BBM ke BBG untuk nelayan selain membantu perekonomian nelayan juga mempunyai manfaat lain. Penyerahan konverter kit dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tumumpa, Kota Manado.

"BBG lebih hemat, bersih, mudah digunakan, aman dan ramah lingkungan. Karena gas yang sifatnya tak ada residu sehingga udara lebih bersih. Ini cocok untuk Sulawesi Utara yang berusaha meningkatkan wisata laut," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu 10 November 2018.

Kebutuhan Elpiji 3 kg bagi nelayan di Kota Manado diperkirakan sekitar lebih dari 500 tabung. Sedangkan kebutuhan Elpiji 3 kg bagi nelayan Wajo diperkirakan sekitar 4.656 tabung per bulan.

General Manager Pertamina Marketing Operation Region (MOR) VII Sulawesi, Werry Prayogi menyampaikan bahwa Pertamina akan menambah pangkalan elpiji 3 kg untuk memenuhi kebutuhan nelayan.

"Untuk wilayah Manado, kami akan menambah 1 pangkalan baru. Sementara untuk Kabupaten Wajo, kami akan tambah 5 pangkalan baru," kata Werry.

Dengan pembagian konverter kit, hingga kini telah dibagikan 7.207 paket konverter kit dari target 10.401 untuk wilayah Sulawesi di tahun ini.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya