Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah keluarga dan ahli waris korban kecelakaan tragis pesawat Lion Air JT-610 terus menuntut untuk mendapat kepastian pembayaran hak ganti rugi dari pihak maskapai. Tuntutan ini terus disuarakan lantaran Lion Air dianggap kerap berdalih lewat berbagai cara untuk menuntaskan tanggung jawabnya.
"Suami saya sudah jadi korban, tapi tanggung jawab maskapai hampir enggak ada. Diulur-ulur dengan berbagai macam alasan," keluh Merdian Agustin, keluarga dari korban Eka Suganda dalam sesi konferensi pers di Jakarta, Senin (8/4/2019).
"Sejujurnya kami bingung, frustasi dan kecewa dengan situasi ini. Anggota keluarga kami sudah jadi korban dengan cara yang mengerikan, tapi tanggungjawab maskapai dan produsennya tidak jelas sampai sekarang," tambahnya.
Advertisement
Baca Juga
Adapun dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, tertulis bahwa penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat udara diberikan ganti rugi sebesar Rp 1,25 miliar.
Hak atas ganti rugi ini dipertegas dengan Pasal 23 yang menyatakan besaran kerugian tidak menutup kesempatan bagi ahli waris untuk menuntut ke pengadilan.
Meski peraturan sudah jelas, Merdian mengatakan Lion Air malah mempersulit keadaan dengan memaksa keluarga korban untuk menandatangani Release and Discharge (R&D). Dokumen ini disebutkannya mewajibkan keluarga dan ahli waris untuk melepas hak menuntut kepada pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas kecelakaan itu.
"Bahkan terakhir, terkait pencairan ganti rugi, kita wajib menandatangani dokumen R&D. Kita dituntut melepas hak menuntut untuk pihak yang bertanggungjawab. Itu menurut saya sangat tidak masuk akal," keluhnya gusar.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Permintaan Maaf
Untuk mempertegas tuntutan, ia pun mengutip permintaan maaf dari CEO Boeing Dennis Muilenburg atas kematian 346 orang dalam kecelakaan Boeing 737 MAX 8 di Indonesia dan Ethiopia beberapa waktu lalu. Dari pernyataan itu, Dennis menyampaikan insiden kecelakaan ini bisa jadi momentum percepatan pembayaran ganti rugi, baik dari maskapai maupun pihak produsen.
"Penyataan CEO Boeing adalah bukti bahwa kematian anggota keluarga kami karena buruknya pesawat 737 Max 8 yang digunakan Lion Air. Kami yakin banyak anggota keluarga korban yang sangat butuh biaya untuk melanjutkan hidup. Jika ganti rugi terus disandera,berarti maskapai merampas hak ahii waris korban," tuturnya.
"Sejujurnya, berapapun uang yang dibayar enggak akan bisa menggantikan orang yang kami sayang. Tapi jangankan itu, dapatkan hak kami saja sekarang sangat sulit," dia menandaskan.
Advertisement
Tuntut Kompensasi, Keluarga Korban JT-610 Somasi Lion Air
Sebelumnya, sebanyak 24 keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang memutuskan melayangkan somasi kepada maskapai tersebut. Mereka meminta Lion Air untuk segera membayar uang asuransi yang ternyata belum diterima hingga saat ini
Keluarga korban melayangkan somasi melalui kantor pengacara Herrmann Law Group yang berbasis di Amerika Serikat, serta Santo dan Tomi & Rekan yang berbasis di Indonesia.
BACA JUGA
"Atas nama para korban, kami meminta Anda segera membayar setiap keluarga Rp 1,254 miliar yang diamanatkan oleh hukum Indonesia tanpa mengharuskan mereka menandatangani Release & Discharge anda yang tidak sah," ujar pengacara Charles Herrmann dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
Selain kepada Lion Air, somasi dilayangkan kepada perusahaan asuransi Tugu Pratama Insurance Co, Global Aerospace, dan firma hukum Kennedys Legal Solution.
Besar kompensasi itu diajukan berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan udara. Para korban kecelakaan mesti mendapat ganti kerugian Rp 1,25 miliar per orang. Di samping itu, kehilangan atau rusaknya bagasi tercatat atau isinya mesti diberi ganti rugi Rp 200 ribu per kilogram dan paling banyak Rp 4 juta per penumpang.Â
Selain Lion Air, somasi itu juga diberikan kepada Tugu Pratama Insurance Co., Global Aerospace, dan Kennedys Legal Solutions.
Menurut Herrman, pihak keluarga korban diminta menandatangani Release & Discharge jika ingin uang asuransinya dibayarkan. R&D tersebut salah satunya menyatakan bahwa pihak keluarga tak akan menuntut Lion Air dan Boeing.
"Jadi kalau kecelakaan si perusahaan penerbangan wajib membayar kepada pihak keluarga. Tidak harus membuktikan ada kesalahan yang terjadi atau ada kerugian yang dibuktikan. Hanya harus membuktikan bahwa korban meninggal di pesawat tersebut, dan kedua membuktikan bahwa Anda ahli waris yang sah. Hukumnya jelas sekali," kata Herrman.
Menurut Herrman pembuatan R&D tersebut jelas melanggar Undang-Undang penerbangan yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, Herrman mengaku pihaknya menunggu itikad baik dari Lion Air mengenai tuntutannya ini. Mereka bersedia duduk bersama dengan pihak terkait untuk menyelsaikan permasalahan ini.
Andai Lion Air tak kunjung memberikan ganti rugi kepada keluarga korhan jatuhnya pesawat JT 610 , pihaknya akan membawa perkara ini ke meja hijau.
Â