Penyerapan Biodiesel 1,5 Juta Kl hingga Kuartal I 2019

Ekspor biodiesel mengalami hambatan ke dua kawasan yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 02 Mei 2019, 18:21 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2019, 18:21 WIB
(Foto:Liputan6.com/Ilyas I)
Peluncuran perluasan penerapan Biodiesel 20 persen (Foto:Liputan6.com/Ilyas I)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mencatat penyerapan biodiesel  20 persen yang dicampur dengan solar (B20) selama kuartal I 2019 mencapai 1,5 juta Kiloliter (Kl).

Ketua Aprobi, Paulus Cakrawan mengatakan, ditargetkan 6,2 juta Kl penyerapan biodiesel yang dicampur ke solar subsidi maupun nonsubsidi pada 2019. Sedangkan realisasi kuartal I 2019 sudah mencapai 1,5 juta Kl.

"Semoga bisa 6,2 juta Kl sampai akhir tahun. Ini juga karena ada sinergi dari semua stakeholder. Tiga bulan pertama 1,5 juta pokoknya," kata Paulus, di kantor Aprobi, Jakarta, Kamis, (2/5/2019).

Paulus mengungkapkan, program B20 telah diimplementasikan sejak Januari 2016 awalnya pada solar subsidi untuk angkutan darat saja, kemudian penerapannya diperluas ke semua jenis solar yang digunakan semua sektor sejak September 2018.

"Sudah 8 bulan penerapannya dan dalam penerapannya kami tidak menemui kendala berarti, sampai saat ini masih tetap berlangsung dengan baik," tutur dia.

Tidak seperti penyerapan di dalam negeri yang berjalan mulus, ekspor biodiesel mengalami hambatan ke dua kawasan yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Realisasi ekspor biodiesel pada periode kuartal pertama 2019 mencapai 173.543 Kl, China dan Uni Eropa merupakan negara yang menyerap biodiesel tersebut.

Adapun hambatan ekspor biodiesel di Amerika adalah tuduhan subsidi dan dumping. Atas tuduhan ini beberapa perusahaan Indonesia telah mengadukan kasus yang tidak fair ke Court of International Trade (CIT) di New York.

Sedangkan di Uni Eropa dengan tuduhan subsidi, seperti diketahui Uni Eropa menuduh Indonesia melakukan subsidi untuk biodiesel yang diekspor ke Uni Eropa. Kendala lain adalah dengan diterbitkannya Uni Eropa Renewable Energy Directive II dan Delegated Act.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Lokasi Penerimaan Bahan Biodiesel 20 Persen Jadi 25 Titik

(Foto:Liputan6.com/Ilyas I)
Peluncuran penerapan Biodiesel 20 persen (Foto:Liputan6.com/Ilyas I)

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) menyatakan akan memangkas lokasi penerimaan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau bahan baku pembuatan Biodiesel 20 persen (B20) dari 112 titik menjadi 25 titik.

Adapun penerapan 25 titik lokasi sebagai tempat penyaluran bahan baku B20 ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2019.

"Konfirmasi saja, titik tujuan pemasokan FAME di Pertamina itu berubah terus. Tadi confirm 25," ungkap Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Rida Mulyana usai mengadakan rapat dengan PT Pertamina (Persero)di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 19 November 2018.

Dari 25 titik tersebut, Rida menyebutkan, antara tiga sampai empat merupakan kilang minyak, sedangkan sisanya Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM). Selain itu, ia melanjutkan, pertimbangan mengerucutkan 112 titik menjadi 25 titik itu yakni demi faktor efektivitas dan efisiensi.

"Makanya,  berangkat dari situ kemudian kita melihat kesempatan untuk disimplifikasi, disederhanakan, akan lebih efektif dan efisien. Belum lagi mempertimbangkan ketersediaan kapal kan. Itu kemudian diputuskan, Pertamina khusus hanya di 25 titik," ujar dia.

Rida pun menambahkan, Kementerian ESDM dan Pertamina selanjutnya tetap akan mengurangi titik lokasi penerimaan bahan B20 menjadi hanya 10 titik. Sebab, hal itu merupakan rencana awal kedua pihak untuk mempermudah penyaluran B20. 

"Ke depannya 10. Karena ini tergantung ketersediaan storage-nya di Pertamina. Kalau yang 25 tanggal 1 Januari (2019)," ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya