Pemerintah Diminta Susun Aturan Khusus Rokok Elektrik

Penyusunan aturan khusus rokok elektrik ini demi mencegah penyalahgunaan

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Sep 2019, 10:40 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2019, 10:40 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Generasi Anti Narkoba Indonesia (GANI), Djoddy Prasetio Widyawan mendukung penuh penggunaan produk tembakau alternatif, khususnya produk tembakau yang dipanaskan, seperti rokok elektrik. Inovasi tersebut juga diyakini dapat mengurangi jumlah perokok di Tanah Air.

Dia menyebut sejauh ini manfaat dari produk tembakau alternatif sendiri belum dimaksimalkan. Ini dikarenakan banyaknya opini negatif terhadap salah satu produk tembakau alternatif, yakni rokok elektrik atau vape yang rawan disalahgunakan untuk narkoba.

“Jadi tidak tepat bagi industri produk tembakau alternatif untuk disalahkan. Justru industri ini membantu untuk menekan jumlah perokok akut dengan menawarkan produk yang lebih rendah risiko,” kata Djoddy di acara Vape Fair 2019, seperti ditulis Senin (9/9/2019).

Djoddy juga menyayangkan bahwa industri tembakau kerap kali menjadi korban dari oknum yang tidak bertanggung jawab dengan memodifikasi produk tembakau alternatif sebagai sarana atau media penggunaan narkoba. Imbasnya, stigma masyarakat terhadap tembakau alternatif menjadi jelek.

Untuk itu, Djoddy menyarankan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk membuat regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif yang terpisah dari rokok dan sesuai dengan profil risikonya. Dengan begitu akan meminimalkan penyalahgunaan.

“Kami siap untuk dilibatkan pemerintah dan industri tembakau alternatif, khususnya produk tembakau yang dipanaskan, untuk mencari solusi bagi masyarakat yang lebih baik,” tandas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lebih Rendah dari Rokok Konvensional

Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) dan Pengamat Hukum, Ariyo Bimmo mengatakan jika dilihat berdasarkan penelitian produk tembakau alternatif ini memang lebih rendah risikonya ketimbang rokok konvensional.

Kendati begitu tembakau alternatif tidak bebas risiko begitu saja, sehingga tetap tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui, anak di bawah umur, atau non perokok.

"Pilihan yang terbaik adalah berhenti merokok, tapi jika dirasa sulit maka dapat beralih ke produk tembakau alternatif," pungkas dia

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Tarif Cukai Rokok Elektrik Dinilai Terlalu Tinggi

Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) dan Pengamat Hukum, Ariyo Bimmo menilai kebijakan tarif cukai atas cairan rokok elektrik atau vape sebesar 57 persen yang berlaku saat ini terlalu tinggi. Bila dibandingkan negara Asean lain seperti Filipina tarif dikenakan di Indonesia pun begitu besar.

"Jika dibandingkan Filipina, kita relatif tinggi. Cukai dan harga rokok rendah (di Filipina) dan kecenderungan merokok lebih rendah dari kita," kata dia saat ditemui do acara Vape Fair 2019, seperti ditulis Senin (9/9).

Ariyo mengatakan pengenaan tarif cukai terhadap cairan rokok elektrik ini pun mesti ada satu kajian yang jelas. Paling tidak dalam menetapkan besaran cukai berkaca kepada negara-negara lain agar besarannya bisa dipertimbangkan.

"Kalau udah punya riset sendiri lebih baik. Bikin riset dan menetapkan besaran cukai ideal berapa. Banyak pertimbangan," kata dia.

Dirinya pun meminta kepada pemerintah untuk mengkaji kembali kebijakan pengenaan cukai terhadap cairan rokok elektrik atau vape. Paling tidak besaran ideal yang tepat adalah dikisaran 20-30 persen.

"Sekarang cukai 57 kalau kami lebih rendah (mintanya) tapi nunggu peraturan dikeluarkan jangan sampai ada aturan lain yang mengimbangi. Mungkin 20-30 jadi tidam lebih dari itu karena harusnya ini menjadi insentif," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya