Bursa Asia Menghijau Mengekor Wall Street

Di Amerika Serikat, indeks Dow melejit 1.351,62 poin ditutup menjadi 22.552,17, membatasi lonjakan tiga hari terbesar sejak 1931.

oleh Nurmayanti diperbarui 27 Mar 2020, 08:31 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2020, 08:31 WIB
Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta Pasar saham di Asia melonjak setelah Dow Jones Industrial Average menguat mencapai posisi lonjakan 3 hari terbesar sejak 1931. Bursa Korea Selatan memimpin kenaikan di antara pasar utama di Asia.

Indeks Kospi naik 3,14 persen, sementara indeks Kosdaq naik 4,29 persen. Di Jepang, Nikkei 22 melonjak 2,07 persen pada awal perdagangan sementara indeks Topix naik 2,5 persen.

Adapun di pasar saham Australia naik lebih tinggi, dengan S&P/ASX 200 naik sekitar 0,3 persen. Secara keseluruhan, indeks MSCI Asia ex-Jepang diperdagangkan 0,6 persen lebih tinggi.

Melansir laman CNBC, Jumat (27/3/2020), rencananya data industri China pada Februari akan dirilis pada hari ini. Rilis data dapat menjadi petunjuk tentang dampak ekonomi dari Virus Corona terhadap China, tempat penyakit ini pertama kali dilaporkan.

Sementara di Amerika Serikat, indeks Dow melejit 1.351,62 poin ditutup menjadi 22.552,17, membatasi lonjakan tiga hari terbesar sejak 1931.

Indeks S&P 500 juga membukukan kemenangan beruntun dalam tiga hari, dengan naik 6,2 persen untuk mengakhiri hari perdagangannya di 2.630,07. Nasdaq Composite naik 5,6 persen menjadi 7.797,5.

Senat AS dengan suara bulat mengeluarkan paket bantuan bersejarah senilai USD 2 triliun. Namun, klaim tunjangan pengangguran di AS telah melonjak menjadi 3,28 juta pada minggu lalu, menurut Departemen Tenaga Kerja. Ini merupakan rekor baru. Namun, angka itu masih lebih rendah dari perkiraan paling mengerikan di Wall Street.

Indeks dolar AS, berakhir pada posisi 99,395 setelah jatuh dari level di atas 100 kemarin. Yen Jepang diperdagangkan pada 109,18 melawan dolar setelah menguat dari level di atas 110 kemarin.

Dolar Australia berpindah tangan pada posisi 0,6068 setelah melihat level di bawah 0,58 pada awal minggu perdagangan.

 

Wall Street Kembali Menguat di Tengah Laporan Pengangguran Cetak Rekor

Wall Street Tertekan Kena Imbas Krisis Yunani
Bursa saham AS.

Wall Street kembali menguat untuk hari ketiga berturut-turut. Pasar saham menghijau dipicu investor yang mengabaikan laporan tentang jumlah pengangguran yang memecahkan rekor. sementara Senat mengeluarkan RUU stimulus ekonomi besar-besaran di tengah wabah Virus Corona atau Covid-19.

Melansir laman CNBC, Jumat (27/3/2020), indeks Dow Jones Industrial Average melonjak 1.351,62 poin, atau 6,4 persen menjadi 22.552,17. Dow mengakhiri lonjakan tiga hari terbesar sejak 1931. Selama tiga hari terakhir, Dow naik lebih dari 20 persen.

Indeks S&P 500 juga membukukan kemenangan beruntun selama tiga hari, naik 6,2 persen menjadi 2.630,07. Nasdaq Composite naik 5,6 persen menjadi 7.797,54 karena Facebook, Amazon, Apple, Netflix, dan Google-parent Alphabet semuanya melonjak lebih dari 4 persen.

Saham Boeing, Chevron, dan Walgreens ikut mendorong kenaikan Dow, dengan masing-masing saham naik lebih dari 10 persen. Utilitas dan real estat adalah sektor berkinerja terbaik pada indeks S&P 500, keduanya ditutup naik lebih dari 7 persen.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa klaim tunjangan pengangguran telah melonjak menjadi 3,28 juta pada minggu lalu. Ini merupakan rekor baru. Angka itu melampaui angka saat puncak Resesi Hebat yang mencapai 665.000 dan rekor sepanjang masa pada Oktober 1982 sebanyak 695.000.

Namun, angka itu masih lebih baik daripada perkiraan paling mengerikan di Wall Street. Citi, misalnya, memperkirakan lonjakan pengangguran bisa mencapai 4 juta.

"Kita semua tahu rasa sakit yang dirasakan dan kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh virus ini, tetapi karena kita begitu dekat untuk melewati yang terburuk dari penyebaran, kita perlu mulai menjadi kreatif tentang seperti apa memulai," tulis Peter Boockvar, Kepala Investasi di Bleakley Advisory Group.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya