OJK Pastikan Selesaikan Rekomendasi BPK Soal Pemeriksaan Pengawasan Bank

Saat ini kondisi perbankan semakin membaik dengan adanya pelaksanaan rekomendasi pengawasan yang dilakukan oleh OJK.

oleh Nurmayanti diperbarui 17 Mei 2020, 23:00 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2020, 22:59 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (PJK) memastikan telah menindaklanjuti rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai permasalahan bank yang diungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) yang telah dipublikasikan dalam website BPK pada 5 Mei 2020. Rekomendasi BPK merupakan hasil pemeriksaan semester 2 tahun 2019.

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo mengatakan jika pihaknya mengapresiasi langkah yang diambil BPK yang sesuai kewenangannya.

"Bahwa temuan tersebut dalam kerangka perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas pengawasan di sektor jasa keuangan," ujar dia dalam keteranganya, Minggu (17/5/2020).

OJK dikatakan menyadari bahwa pemeriksaan BPK merupakan periode semester 2 tahun 2019 sehingga sudah banyak kemajuan terhadap perbaikan yang dilakukan perbankan, dalam melaksanakan program tindak lanjut atas komitmen pada pengurus dan pemegang saham pengendali.

Dikatakan, saat ini kondisi perbankan semakin membaik dengan adanya pelaksanaan rekomendasi pengawasan yang dilakukan oleh OJK.

"Progress Penanganan bank telah dijelaskan dan dilaporkan kepada BPK secara lengkap. OJK akan senantiasa meningkatkan perbaikan kinerja pengawasan dalam rangka menjaga kesehatan individual bank dan stabilitas sistem keuangan," jelas dia. 

Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyoroti pengawasan yang dilakukan OJK kepada perbankan. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2019, BPK menyatakan pengawasan OJK terhadap 7 bank secara individual tidak sepenuhnya sesuai ketentuan.

"Kita memeriksa sesuatu, jadi kita memeriksa Otoritas Jasa Keuangan dan kemudian kalau ada bank yang ada di dalamnya itu ikut diperiksa di dalamnya. Namun demikian yang kami soroti adalah proses pengawasannya yang itu kita ungkap. Kami memberikan kesempatan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk menindaklanjuti," ujar Agung di Jakarta, Senin (11/5/2020).

Dia mengatakan, dari 7 bank yang pengawasannya dipermasalahkan adalah Bank Bukopin dan Bank Tabungan Negara (BTN). Kedua perbankan tersebut diketahui juga sudah mulai melakukan perbaikan dengan menjalankan hasil rekomendasi BPK.

"Kepada kami sebenarnya sudah ada surat yang menyatakan bahwa sebagian dari temuan-temuan tersebut sudah ditindaklanjuti khususnya di beberapa bank seperti Bukopin, mungkin BTN dan lain-lain sebagainya. Jadi sudah ada progres, dan memang akan kami pantau karena pemantauan tindak lanjut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam siklus pemeriksaan kami," paparnya.

Firman menilai OJK tidak melakukan pengawasan dengan baik terhadap perbankan. Padahal dana yang ada diperbankan merupakan dana milik masyarakat yang jumlahnya tidak sedikit.

"Kami juga menyesalkan apa namanya, dana publik yang sebegitu besar yang bertanggung jawab memeriksanya itu tidak mengawasinya dengan baik. Makanya kerja yang bagus, awasi dengan baik sehingga tidak perlu ada hal-hal yang seperti ini," jelasnya.

 

Meski Tertekan, OJK Sebut Likuiditas Perbankan Masih Aman

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja perbankan dalam 5 tahun terakhir, tumbuh dengan baik. Meskipun diakui, dalam situasi pandemi ini sedikit mengalami perlambatan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, melihat bahwa pertumbuhan perbankan yang baik tersebut ditunjukkan dari total aset, dana pihak ketiga, maupun kredit yang disalurkan perbankan yang terus tumbuh dengan baik.

"Namun demikian, kita melihat di tahun-tahun terakhir ini, apalagi setelah covid-19, kita melihat bank semakin selektif dalam menyalurkan kreditnya di tengah persepsi tingginya resiko kredit karena dampak covid-19 ini," kata dia dalam webinar “Menjaga Industri Perbankan di Tengah Pandemi COVID-19 Melalui Kebijakan Relaksasi Kredit & Subsidi Bunga, Jumat (15/5/2020).

Menurutnya, hal tersebut wajar, bahwa bank juga sudah mulai memitigasi resiko. Sehingga, alat perbankan yang ditunjukkan dengan devisi management resikonya sudah bekerja untuk terus melakukan pemantauan dampak selanjutrnya seperi apa.

"Kalau sekarang pertumbukhan DPK, total aset, ktredit agak sedikit melandai, saya sangat memahami karena bank sudah mulai melakukan prinsip kehari-hatiannya yang selama ini sudah menyala, sekarang dinyalakan lebih kenceng, supaya kita bisa memitigasi resiko2 dari dampak covid-19," ujar Heru.

Adapun total aset, DPK, dan Kredit pada Maret 2020, OJK mencatat sebesar Rp 8.793,20 triliun. Angka ini turun sekitar 2,69 persen dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp 8.563,72 triliun.

Namun demikian, Heru membeberkan bahwa NPL Gross sampai dengan posisi terakhir masih menunjukkan bahwa resiko kredit masih terjaga.

"Ada sedikit penurunan, jika deibandingkan dengan Februari (2,79 persen), maret sedikit menurun 2,77 persen." jelasnya.

Sementara itu, meski turut mengalami penurunan, OJK mencatat buffer modal perbankan masih relatf memadai.

"Buffer permodalan kita, walapun kita melihat agak turun di posisi Maret, dibandingkan Februari (22,33 persen), tapi angkanya masih 21,77. Ini buffer likuiditas yang ditunjukkan oleh CAR (Capital Adequancy Ratio) ini, kita bisa mengatakan bank kita aman," urai Heru.

Untuk Liquidity Coverage Ratio (LCR), lanjut Heru, masih menunjukkan posisi terakhir sebesar 212,30 persen.

"Masih menunjukkan terjaga dari sisi kebutuhan likuiditasnya," pungkas Heru.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya