Indonesia Akan Resesi hingga 2021?

Bayang-bayang resesi terus menghantui Indonesia.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Agu 2020, 16:45 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2020, 16:45 WIB
FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II 2020 Minus 5,32 Persen
Anak-anak bermain di bantaran Kanal Banjir Barat dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Kamis (6/8/2020). Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II/2020 minus 5,32 persen akibat perlambatan sejak adanya pandemi COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Bayang-bayang resesi terus menghantui Indonesia. Terlebih sejak pertumbuhan ekonomi nasional terkontraksi hingga -5,32 persen pada kuartal II 2020. Pertumbuhan negatif diprediksi akan terus berlanjut pada kuartal ketiga tahun ini, sehingga membuat Indonesia terjungkal dalam jurang resesi.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memperkirakan, tidak mustahil jika pertumbuhan buruk tersebut bakal terus berlanjut hingga 2021 mendatang.

Penilaian itu diberikannya lantaran pelaksanaan insentif pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang dirasa jauh dari optimal karena ada beberapa faktor.

"Pertama, konsep insentif di awal yang terlalu mengandalkan jasa keuangan dalam menyelamatkan UMKM dirasa tidak efektif. UMKM itu kan 90 persen lebih terdiri dari mikro dan ultra-mikro yang sebelumnya masuk dalam kategori unbankable alias tidak dapat pinjaman bank. Ini justru yang distimulus yang mendapat pinjaman bank, artinya jelas tidak bisa menolong umkm yang paling terkena dampak pandemi," tuturnya kepada Liputan6.com, Rabu (26/8/2020).

Berikutnya, ia menambahkan, sebanyak 24 persen stimulus PEN diarahkan untuk korporasi, sementara hanya 12 persen yang masuk ke kesehatan dan realisasinya rendah.

"Akibatnya timpang antara penyelamatan ekonomi dan kesehatan. Pemulihan justru berjalan lebih lama ketika sektor kesehatan tidak mendapatkan porsi yang dominan," cibir dia.

Selanjutnya, Bhima menyatakan pemerintah terlambat untuk melakukan bantuan langsung tunai (BLT) atau cash transfer kepada pekerja dan sektor usaha mikro. Menurut dia, cash transfer semustinya jauh lebih efektif langsung dibelanjakan dibandingkan penyelamatan korporasi. Hal ini juga menjadi faktor indonesia masuk ke jurang resesi.

 

Birokrasi Biasa-Biasa Saja

FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II 2020 Minus 5,32 Persen
Aktivitas warga di bantaran Kanal Banjir Barat dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Kamis (6/8/2020). Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II/2020 minus 5,32 persen akibat perlambatan sejak adanya pandemi COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Kemudian, ia menyoroti pelaksanaan birokrasi pada saat krisis yang masih memiliki pola sama seperti saat normal. "Pengisian DIPA sangat rendah, sehingga anggaran yang sudah dialokasikan belum terserap optimal. Ini juga terjadi pada pemerintah daerah," sambungnya.

"Efeknya apa? tahun 2020 diperkirakan Indonesia akan jatuh pada resesi yang berlanjut hingga 2021. PHK massal semakin meningkat, dan angka kemiskinan naik," ujar Bhima.

Sementara Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah berpendapat, pemberian insentif dan stimulus memang tidak dapat jadi acuan apakah Indonesia nantinya akan terjerumus resesi atau tidak.

"Efektif untuk mencegah resesi? Kalau ukurannya resesi, maka seluruh program pemerintah di seluruh dunia tidak efektif. Terbukti mereka semua mengalami resesi," kata Piter kepada Liputan6.com.

Menurut Piter, strategi dan program bantuan pemerintah lebih ditujukan untuk meningkatkan penanggulangan wabah, membantu masyarakat dan dunia usaha yang terdampak agar tidak kolaps atau bangkrut. Sehingga ketika wabah berlalu mereka bisa segera bangkit.

"Berbagai strategi dan program yang dilakukan pemerintah di berbagai negara kalau menurut saya bukan untuk menghindari resesi. Karena resesi di tengah wabah yang begitu panjang adalah sebuah keniscayaan. Tidak terelakkan," tegas Piter.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya