Paling Laris Manis, Kenaikan Harga Tempe Tahu Bikin Pusing Pengusaha Warteg

Kenaikan harga tahu dan tempe otomatis membuat biaya produksi pengusaha warteg menjadi lebih meningkat.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jan 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2021, 18:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi warung tegal atau warteg. (dok. Instagram @bulletame/https://www.instagram.com/p/B4CAKW_HsrY/)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Koordinator Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Mukroni, menyebut kenaikan harga kedelai impor menjadi beban tersendiri bagi pelaku usaha warteg. Pasalnya dengan harga kedelai yang melonjak membuat harga jual tahu dan tempe ikut meroket di pasaran.

"Kenaikan harga kedelai impor ini menjadi beban tersendiri lah buat kita orang warteg. Kan ini akibatnya harga tahu dan tempe juga jadi naik di pasaran," keluhnya saat dihubungi Merdeka.com, Sabtu (9/1).

Dia menyebut, dengan kenaikan harga tahu dan tempe otomatis membuat biaya produksi menjadi lebih meningkat. Menyusul kenaikan harga jual kedua pangan tersebut mencapai hingga 20 persen.

"Untuk tempe yang ukurang sedang tadinya bisa Rp5 ribu sekarang Rp7 ribu. Tahu juga sama biasa kita beli Rp4 ribu jadi naik ke Rp6 ribu. Otomatis kita niak juga biaya produksinya mas," tegasnya.

Padahal, imbuh Mukroni, selama ini tahu dan tempe selalu menjadi menu andalan yang laku diburu pelanggan setia dan warteg. Mengingat harga jualnya yang relatif murah, mempunyai kandungan gizi yang baik, dan juga mudah untuk diolah menjadi aneka masakan.

"Karena tahu dan tempe itu termasuk yang paling laris. Karena cukup murah, sehat, dan ini mudah diolah jadi tidak membosankan untuk dimakan sehari-hari," jelas dia.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah untuk mampu segera menurunkan harga kedelai impor. Kemudian, pemerintah juga diminta untuk segera melakukan operasi pasar untuk memantau harga jual tempe dan tahu yang masih tinggi di lapangan.

"Untuk harapannya ya mampu ini, turunkan secepatnya harga kedelai impor. Operasi pasar juga perlu biar tahu kan harga kenaikan (tahu dan tempe) dilapangan," tukasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Waduh, 20.000 Warteg di Jabodetabek Bakal Tutup

Warteg
Deretan makanan di salah satu warteg yang berada di kawasan Kali Pasir, Cikini, Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Ketua Koordinator Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Mukroni, mencatat ada sekitar 20.000 usaha warteg di Jabodetabek yang akan menutup operasional bisnisnya pada awal tahun ini. Menyusul adanya gagal bayar dari pelaku usaha untuk memperpanjang sewa tempat.

"Di awal tahun ini ada kurang lebih 20.000 warteg yang akan tutup. Ini kan karena tka lepas dari ketidakmampuan pengusaha warteg untuk memperpanjang sewa tempat utamanya," ucap dia saat dihubungi Merdeka.com, Sabtu (9/1).

Mukroni menjelaskan, gagal bayar sendiri tak lepas dari terus turunnya pendapatan usaha sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, atau tepatnya pada Maret 2020 lalu. Lantaran pandemi ini turut membatasi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat, termasuk kelompok pekerja yang merupakan pelanggan setia warteg.

"Bayar sewa yang sulit ini kan, karena kita pelaku usaha juga udah turun terus pendapatan dari Maret lalu (2020). Untuk turunnya (pendapatan) karena aktivitas masyarakat semuanya terbatas juga, kayak orang kerja juga kan udah jarang ke kantor otomatis kita kehilangan pelanggan," terangnya.

Selain itu, dampak penyebaran virus mematikan asal China itu juga telah mengakibatkan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Walhasil tingkat daya beli masyarakat termasuk pelanggan juga mengalami penurunan yang signifikan.

"Dari Covid-19 juga ini kan banyak orang kayak di PHK atau dikurangi karyawannya. Tentunya daya beli masyarakat juga turun banget, termasuk pelanggan kita juga kan yang banyakan pekerja," tegasnya.

Terlebih, imbuh Mukroni, dalam beberapa waktu terakhir sejumlah komoditas pangan utama mengalami kenaikan harga secara drastis. Sehingga membuat beban yang dipikul pelaku usaha warteg menjadi kian bertambah berat.

"Lebih parahnya juga kan semua harga pangan itu naik. Kayak cabai, sayur-sayuran, telor, dan kedelai juga naik belakangan ini. Ya ini beban banget jadinya," keluh dia.

Oleh karena itu, Mukroni meminta pemerintah pusat maupun daerah di wilayah Jabodetabek sudi untuk mau membantu dengan memberikan keringanan biaya sewa tempat. Sehingga kelangsungan bisnis warteg bisa lebih terjaga di masa kedaruratan kesehatan ini.

"Jadi, harapannya pemerintah pusat atau pemda di Jabodetabek itu mau membantu meringankan biaya sewa tempat. Ini kan biar warteg bisa tetap buka sih," ujar dia mengakhiri.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 

10.000 Warteg Hengkang dari Jakarta ke Bodetabek Gara-gara Tak Mampu Bayar Sewa

Bagi-Bagi Makanan Gratis di Hari Penyandang Disabilitas Internasional
Pengunjung tuna netra memilih menu makanan menggunakan panduan buku braille di Warteg FAST, Graha Raya Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (3/12/2020). (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Penerapan PSBB imbas pandemi Covid-19 mendorong pengusaha warung tegal (warteg) hengkang dari Jakarta ke sejumlah daerah penyangga ibukota. Kondisi ini dipicu kian tak terjangkaunya kemampuan pelaku bisnis warteg membayar tempat sewa usaha di lahan ibu kota.

"Kondisi saat ini jelas temen-temen warteg mulai kesulitan membayar sewa di Jakarta. Ini mengakibatkan banyak yang melipir ke wilayah sekitar Jakarta, kaya Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) karena harga sewa yang lebih murah," ujar Ketua Koordinator Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Mukroni saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (12/11/2020).

Hingga saat ini, total ada 10.000 warteg atau sekitar 25 persen yang mulai meninggalkan ibu kota sejak PSBB jilid I diterapkan. Sebab, kebijakan tersebut ditengarai sebagai penyebab turunnya jumlah pelanggan secara drastis.

"Karena kan orang dibatasi untuk aktivitas di luar. Kayak kantor tutup, mal tutup, dan tempat yang banyak karyawannya juga dibatasi operasionalnya. Akhirnya pelanggan juga ga ada," paparnya.

Sedangkan, biaya tempat usaha sewa tetap harus dibayarkan secara penuh oleh pemilik warteg di Jakarta. Adapun nilainya berkisar antara Rp 80 juta - Rp 100 juta untuk satu tahun sewa.

"Ini kan sulit untuk kita-kita penuhi. Maka kota di Bodetabek itulah yang sekarang diburuh pemilik warteg. Kan untuk sewa satu tahun rata-rata Rp 25 juta, jadi jauh lebih hemat," paparnya.

Mukroni memprediksi tren migrasi warteg ke wilayah Bodetabek akan semakin meningkat kedepannya. Mengingat ini sebagai salah langkah preventif untuk menyelamatkan kelangsungan usaha.

"Cara ini untuk bertahan aja supaya ada kegiatan agar jalan usahanya. Karenakan kondisi ekonomi juga belum pasti," tukasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya