Liputan6.com, Jakarta - Kepala Subbidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Sarno mengatakan, dalam rangka penegakan hukum peredaran rokok ilegal pemerintah akan fokus membentuk kawasan industri hasil tembakau. Kawasan industri ini diharapkan bisa mempermudah pemantauan.
"Kita masukkan mereka ke dalam kelas sehingga mereka bisa kita awasi lebih intensif terkait produksi hasil tembakaunya," ujar Sarno dalam diskusi secara daring, Jakarta, Selasa (2/2).
Baca Juga
Pembentukan kawasan indutri tersebut juga untuk merangkul pengusaha kecil baik Usaha Kecil Menengah (UKM) atau Industri Kecil Menengah (IKM). Sehingga nantinya tidak tertarik untuk masuk ke industri rokok ilegal.
Advertisement
"Kita akan memfokuskan kawasan industri hasil tembakau karena ini untuk memberi kemudahan semacam hasil tembakau bagi pengusaha yang sifatnya UKM atau IKM hasil tembakau. Sehingga mereka tidak tertarik untuk masuk ilegal lagi," paparnya.
Dia menambahkan, pemerintah nantinya akan bekerja sama dengan seluruh pihak untuk memberantas keberadaan rokok ilegal. "Terkait operasi pemberantasan rokok ilegal kita akan bekerja sama antara Bea Cukai, pemda, pengusaha dan semua pihak," jelasnya.
Â
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenkeu Targetkan Konsumsi Rokok Turun 8,7 Persen di 2024
Kementerian Keuangan secara efektif memberlakukan kenaikan cukai hasil tembakau pada 1 Februari 2021. Kenaikan cukai rokok tersebut kemudian berdampak pada kenaikan harga rokok.
Kepala Subbidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Sarno mengatakan, kenaikan cukai tembakau mampu mengendalikan jumlah pengguna. Pemerintah menargetkan perokok bisa turun 8,7 persen di 2024.
"Pertama, pengendalian konsumsi. Bagaimana menurunkan prevelensi merokok usia 10 hingga 18 tahun yang ditargetkan 2024 turun 8,7 persen," kata Sarno dalam diskusi daring, Jakarta, Senin (2/2/2021)
Sarno melanjutkan, kenaikan cukai rokok yang dimulai awal tahun ini bakal berdampak terhadap target di 2024. "Ini menjadi simulasi bagaimana dengan kenaikan yang kita rancang 2021 sampai 2024 ini akan mampu menurunkan prevelensi merokok," katanya.
Dalam menaikkan cukai rokok, pemerintah mempertimbangkan beberapa faktor lainnya. Di antaranya adalah tenaga kerja, petani, rokok ilegal dan penerimaan negara dari sektor cukai.
"Di 2020 hingga 2021 adalah tahun berat akibat Covid. Dampaknya terhadap tenaga kerja cukup berat. Sehingga bagaimana kita menjaga supaya tenaga kerja tidak terdampak signifikan. Pemulihan ekonomi nasional tidak terdampak PHK," jelasnya.
Kemudian, kenaikan cukai hasil tembakau juga didesain agar tidak menekan petani. Sebab, petani merupakan pihak yang paling terdampak apabila kenaikan berpengaruh terhadap penurunan konsumsi.
"DPR saat membahas cukai ini, menekankan bagaimana dampak yang dihasilkan apabila konsumsi menurun. Karena apabila konsuksi menurun, produksi juga pasti akan terdampak," kata Sarno.
Untuk rokok ilegal, pemerintah merancang agar kenaikan cukai tidak menjadi disinsentif bagi masuknya rokok ilegal ke Indonesia. Seperti diketahui keberadaan rokok ilegal masih menjadi masalah hingga kini.
Â
Anggun P. Situmorang
Merdeka.com
Advertisement