Insentif Pajak Buat Pengusaha Bakal Diperpanjang?

Kemenkeu tengah mengevaluasi pemberian sejumlah insentif pajak yang masa berlakunya akan berakhir pada Juni 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Mei 2021, 14:20 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2021, 14:20 WIB
DJP Riau-Kepri Pidanakan 2 Pengemplang Pajak
Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengevaluasi pemberian sejumlah insentif pajak yang masa berlakunya akan berakhir pada Juni 2021. Pemerintah sendiri masih membahas kemungkinan apakah insentif tersebut akan dilanjut atau tidak.

"Untuk yang ke depan kita akan lakukan evaluasi, prosesnya sedang berjalan, untuk kita lihat nanti bulan depan seperti apa," ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu, Yon Arsal, dalam konferensi pers virtual, Selasa (25/5).

Adpaun sejumlah insentif usaha, yang masa berlakunya akan berakhir pada Juni 2021 yakni pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final DTP, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.

Dia menegaskan bahwa realisasi penyerapan insentif pajak hingga mencapai Rp29,51 triliun atau 52 persen dari target Rp56,73 triliun sudah sesuai perkiraan.

“Insnetif usaha di Kemenkeu sedang evaluasi capaian tadi Rp2,9 triliun sudah sesuai prediski yang kita tetapkan, yakni dalam periode empat bulan sudah mencapai 60 persen dari target insnetif, on track,” tuturnya.

Kemenkeu memastikan akan terus memperhatikan tren pemanfaatan insentif pajak pada dunia usaha. Evaluasi tentang insentif pajak tersebut dilakukan bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Dengan demikian, keputusannya akan diambil pada bulan depan.

Tak hanya itu, Yon Arsal menjelaskan bahwa sejumlah insentif usaha yang diberikan pemerintah ada juga yang diberlakukan hingga Desember yakni insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada kendaraan bermotor DTP yang berakhir Desember 2021, dan PPN atas rumah DTP yang berlaku hingga Agustus 2021.

Sementara dari sektor kesehatan, pemerintah juga masih akan memberikan insentif pajak hingga Desember 2021.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kemenkeu Sebar Insentif Pajak untuk Pengusaha Rp 56 Triliun sepanjang 2020

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan insentif pajak untuk dunia usaha sebesar Rp 56 triliun di 2020. Belanja tersebut di antaranya untuk insentif PPh 21, relaksasi pengurangan pembayaran PPh 22 impor dan PPh pasal 25.

"Pada 2020 jumlah insentif tersebut mencapai Rp 56 triliun lebih," ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Jakarta, Senin (22/3/2021).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi salah satu tonggak utama dalam menangani pandemi. Oleh karena itu, pada saat pandemi ini pajak memiliki peran tambahan yang digunakan untuk membantu para pelaku usaha.

"Saya maksud peran tambahan yang dimiliki pajak adalah pajak itu tidak hanya sekedar mengumpulkan penerimaan. Pada saat yang bersamaan pajak memberikan relaksasi guna mendukung pelaku usaha," jelasnya.

Suahasil menambahkan, relaksasi sebesar Rp 56 triliun diberikan dalam bentuk dukungan pengurangan-pengurangan pajak. Sehingga, pelaku usaha dapat mengalokasikan pendapatan untuk mendukung produksi.

"Memang pajak biasanya dikonotasikan pemerintah mengumpulan penerimaan. Pemerintah mengumpulkan setoran pajak dari ibu bapak untuk penerimaan negara. Namun saat seperti ini relaksasi pajak menjadi penting," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com 

Siap-Siap, Hotel, Restoran hingga Kafe Bakal Dapat Diskon Pajak

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah kini tengah mempersiapkan insentif pajak untuk beberapa sektor tambahan seperti hotel, restoran dan kafe (horeka) serta beberapa komoditas yang berorientasi ekspor.

Airlangga mengatakan, kebijakan The Fed selaku bank sentral Amerika Serikat (AS) yang mempertahankan suku bunga acuannya turut memberikan Indonesia ruang untuk bernafas.

"Jadi kekhawatiran akan potensi capital outflow masih bisa kita jaga, namun kita berharap tentu kita akan cepat mengantisipasi dan arahan bapak Presiden (Jokowi) adalah kita dorong kebijakan di sektor riil," ujarnya dalam sesi teleconference, Jumat (19/3/2021).

Pemerintah beberapa waktu lalu disebutnya telah memberikan sejumlah insentif pajak di sektor riil, seperti Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) di otomotif dan keringanan pajak properti.

Dia lalu membuka wacana untuk melanjutkan kebijakan insentif pajak untuk sektor lain, salah satunya didorong untuk sektor hotel, restoran dan cafe.

"Terutama untuk memberikan mereka modal kerja yang diberikan grace periode dalam pembahasan dengan OJK. Dan kita sedang sikapkan ini. Mungkin sekitar 2 tahun, dan pemerintah akan berikan penjaminan di perbankan melalui Menteri Keuangan," tutur Airlangga.

Sektor berikutnya yang turut didorong untuk bisa menikmati keringanan pajak adalah untuk komoditas yang berorientasi ekspor.

Menurut Airlangga, beberapa komoditas yang jadi andalan untuk bisa mendapatkan insentif pajak ini antara lain minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO), batubara, nikel, copper, dan emas (gold).

"Kemudian juga yang manufaktur yaitu makanan dan minuman, kemudian tekstil, clothing dan footwear, jewelry, otomotif, yang terkait dengan kesehatan alkes dan juga masker dan APBD. Kemudian juga kimia dan furniture," ujarnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya