Liputan6.com, Jakarta Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia ditunjuk sebagai mitra pemikiran (thought partner) Pemerintah RI dalam negosiasi UN Climate Change Conference of the Parties (COP26).
Kesempatan ini dinilai memiliki muatan strategis untuk menunjukkan keterlibatan aktif sektor swasta Indonesia dalam mencapai komitmen perubahan iklim ke arah yang lebih baik di panggung internasional.
Baca Juga
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mmenjelaskan,kondisi perubahan iklim sudah semakin terasa dampaknya terhadap kehidupan manusia. Sehingga mendorong negara-negara di seluruh dunia untuk menandatangani Paris Agreement untuk bekerja sama membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5°C.
Advertisement
Indonesia disebutnya juga mengumumkan komitmennya terhadap inisiatif perubahan iklim global, yaitu dengan pencapaian net-zero emission pada 2060, serta Kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC) yang menuangkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030.
"Kadin akan mengajak seluruh komponen pihak swasta, baik itu perusahaan besar maupun UMKM untuk berkolaborasi membantu pemerintah dalam mencapai Net Zero Indonesia di 2060," ungkap Arsjad Rasjid dalam keterangan tertulis saat gelaran pembukaan paviliun The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang dilaksanakan di Glasgow dan Jakarta, Selasa (2/11/2021).
Dalam rangkaian UN Climate Change Conference of the Parties (COP26), Arsjad memberikan paparan mengenai Indonesia Impact Fund (IIF), skema pembiayaan untuk program yang mensinergikan antara keberlanjutan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan aspek sosial.
IFF fokus kepada program memberantas kemiskinan, berpartisipasi dalam transisi global menuju net zero emission, meningkatkan tingkat harapan hidup dan kesehatan anak, meningkatkan akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan terjangkau, kesetaraan kesempatan dalam kepemimpinan untuk perempuan, penyediaan perumahan yang layak dan terjangkau di daerah perkotaan.
Arsjad melanjutkan, Kadin Indonesia akan memusatkan perhatian pada inisiatif-inisiatif keberlanjutan yang telah dilakukan oleh sektor swasta, seperti mekanisme carbon market, pengurangan deforestasi, transisi menuju energi baru terbarukan, pengelolaan sampah dengan fokus utama pada sampah plastik, serta impact investment untuk perusahaan dengan iklim positif.
"Kami meyakini bahwa kolaborasi antara sektor publik dan swasta serta pihak internasional perlu lebih didorong dan diperkuat pasca-COP26. Kami sudah mentapkan tujuh prioritas untuk mempercepat dekarbonisasi," kata dia.
Adapun 7 prioritas tersebut antara lain:
1) kolaborasi dalam penyusunan regulasi dan implementasi carbon pricing;
2) pembangunan ekonomi berbasis hutan;
3) peningkatan porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi;
4) percepatan adopsi mobilitas listrik;
5) pengembangan program-program sirkularitas end-to-end di sector-sektor utama;
6) inovasi dan perluasan praktik pertanian berkelanjutan; dan
7) penggunaan pembiayaan berkelanjutan untuk mempercepat transisi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Paviliun UNFCCC
Selain di Glasgow, Paviliun Indonesia juga dilaksanakan di Auditorium Manggala Wanabakti, Jakarta pada 1-12 November 2021. Arsjad mengatakan, hal ini merupakan salah satu bentuk upaya soft diplomacy untuk menyuarakan tindakan, strategi, dan inovasi Indonesia kepada dunia internasional, sebagai wujud nyata partisipasi bersama untuk mencegah peningkatan suhu global.
Paviliun tersebut menampilkan berbagai perkembangan dan inovasi dalam pengendalian perubahan iklim yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta Indonesia maupun partner strategis terkait lainnya.
"Paviliun ini kita harapkan dapat menjadi sarana bagi semua pihak bisa untuk berbagi informasi yang konstruktif dan integratif, selain juga bisa membuka peluang bagi para pihak untuk menggali ide, peluang, dan jejaring dalam rangka penguatan upaya pengendalian perubahan iklim," ujar Arsjad.
Advertisement