Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memutuskan hanya memberikan subsidi untuk minyak goreng curah kepada masyarakat. Sementara untuk harga minyak goreng kemasan ditentukan dengan mekanisme harga pasar.
Sehingga, Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak curah yang ditetapkan pemerintah Rp 14.000 per liter di tingkat konsumen. Kebijakan baru ini diharapkan membuat keberadaan minyak goreng dipasaran tidak lagi langka seperti sebelumnya.
Baca Juga
Menanggapi itu, Ekonom, Bhima Yudhistira menilai kebijakan tersebut tidak lantas menyelesaikan masalah dengan cepat. Dia justru memperkirakan kondisi yang sama akan tetap terjadi.
Advertisement
Masyarakat terpaksa membeli minyak goreng kemasan yang lebih mahal karena keberadaan minyak goreng curah di pasar tradisional tetap langka.
"Apakah ini akan berdampak pada penurunan harga? Ya belum tentu juga, karena subsidi minyak goreng curah ini jadi lebih susah," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis, (17/3).
Bhima menilai, subsidi yang diberikan pemerintah justru akan membuat pemerintah kesulitan saat penyaluran dananya. Selain itu, akan banyak terjadi berbagai kecurangan yang merugikan konsumen. Misalnya, terjadinya pengoplosan minyak goreng curah dengan minyak jelantah.
Keberadaanya pun sulit terdeteksi karena tidak memiliki kemasan khusus dan memiliki kode produksi berupa barcode. Potensi terjadinya penimbunan oleh para spekulan juga tidak bisa terhindarkan.
"Kebijakan ini justru rentan akan penimbunan," kata dia.
Dari sisi masyarakat, akan muncul celah harga yang jauh berbeda antara minyak goreng curah bersubsidi dengan minyak goreng kemasan. Kondisi ini berpotensi terjadinya migrasi konsumsi minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah. Sehingga kebutuhan minyak goreng curah bertambah.
"Tidak menutup kemungkinan mereka akan turun kelas,"
Sehingga, masalah yang timbul kemudian yakni alokasi dana subsidi yang dikeluarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Mengingat dana yang disiapkan pemerintah juga terbatas.
"Jadi alokasi subsidi BPDPKS ini tidak mencukupi, sehingga tidak selesai juga masalahnya," kata dia,
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mekanisme Penyaluran Subsidi
Dia pun mempertanyakan mekanisme penyaluran subsidi selisih harga yang diberikan pemerintah kepada produsen minyak goreng curah. Menurutnya ini akan lebih sulit dari memberikan subsidi lewat perusahaan minyak goreng kemasan.
Gonta ganti kebijakan ini juga menimbulkan preseden yang kurang baik bagi pemerintah. Masalah minyak goreng ini justru membuat pemerintah terlihat tidak konsisten.
Bahkan bisa menimbulkan kesan, pemerintah tidak mampu mengatur dunia usaha.
"Khawatirnya (muncul kesan)pemerintah gonta ganti kebijakan ini karena tidak kuat berada dalam tekanan konglomerat sawit," ungkapnya.
Padahal, kata Bhima, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sebelumnya sudah cukup baik. Menetapkan DMO 20 persen untuk kebutuhan dalam negeri dan menetapkan HET minyak goreng semua jenis.
Hanya saja, dari sisi pengawasan distribusi DMO yang dilakukan pemerintah kurang maksimal. Sehingga menyebabkan kelangkaan minyak goreng di pasaran.
"Harusnya tetap kebijakan DMO dan rantai distribusinya diselesaikan. Tegakkan hukumnya dan pantau HET-nya," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement