Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menyayangkan sikap Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan kelompok pengusaha yang masih menentang kebijakan zero ODOL, atau larangan angkutan obesitas alias berlebih muatan.
Padahal, truk over dimension over load tersebut jadi penyebab utama fenomena kecelakaan tabrak belakang. Kendaraan yang melaju kencang seringkali bertabrakan dengan truk yang berjalan lambat akibat kelebihan muatan.
Baca Juga
Tapi sayangnya, Kemenperin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) masih terus menolak kebijakan zero ODOL yang berada di bawah komando Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Advertisement
"Kementerian Perindustrian dan Apindo masih meminta penundaan dengan beragam alasan setiap akan diterapkan. Cukup marak kecelakaan akibat tabrak belakang terjadi di jalan tol. Seiring dengan belum terwujudnya kebijakan zero truk ODOL, fenomena ini akan terus terjadi," ujar Djoko, Minggu (26/3/2023).
Menurut catatan dari Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub (2023), Djoko melanjutkan, upaya penundaan aturan itu sudah terjadi sejak 2019, 2021 hingga 2023.
"Berharap agar Kementerian Perindustrian dan Apindo memiliki empati dengan keselamatan lalu lintas. Menyandingkan ekonomi dan keselamatan akan terwujud seperti halnya sudah dilakukan di banyak negara," pintanya.
Sebagai catatan, ia menyebut, dalam satu tahun terakhir ini setidaknya ada dua tokoh yang meninggal dunia di jalan tol akibat menabrak belakang truk. "Kecelakaan lalu lintas yang menimpa mantan Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak (22/8/2023) jadi pengingat betapa pentingnya memastikan pengemudi dalam kondisi prima. Fasilitas pencegah fatalitas kecelakaan juga diperlukan," imbuhnya.
"Kemudian, pebulu tangkis Syabda Perkasa Belawa meninggal dalam kecelakaan lalu lintas di Tol Pemalang-Batang, Jateng, Senin (20/3/2023). Syabda yang menderita cedera berat di kepala tewas setelah dirawat di rumah sakit," paparnya.
Rear Underrun Protection
Lebih lanjut, Djoko menilai, faktor penyebab fatalitas dalam kecelakaan lalu lintas kendaraan ODOL yakni tak tersedianya rear underrun protection (RUP), atau perisai kolong belakang pada truk.
"Semestinya, semua truk besar dipasangi RUP sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perlengkapan Keselamatan Kendaraan Bermotor," tegasnya.
Perisai kolong belakang berfungsi layaknya bumper. Saat ditabrak dari belakang, kendaraan yang menabrak tidak akan tergelincir masuk ke kolong truk karena tertahan oleh bumper tersebut. Kondisi ini memberikan kesempatan airbag atau kantong udara pada mobil mengembang dan menyelamatkan penumpang.
Upaya meningkatkan keselamatan berkendara juga dikembangkan industri otomotif lewat fitur-fitur keselamatan aktif. Sejumlah produsen mengembangkan sensor atau radar yang mampu mendeteksi obyek di depan kendaraan yang tengah melaju.
"Tidak hanya mengirim sinyal kepada pengemudi, keberadaan sensor itu beberapa di antaranya juga aktif membantu pengereman agar mobil tidak menabrak obyek di depannya. Sayang, teknologi ini rata-rata hanya disematkan di mobil-mobil premium," pungkas Djoko.
KNKT: Banyak Truk ODOL Gara-Gara Pengusaha Tak Paham Dimensi Kendaraan
Sebelumnya, Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan, mengatakan terdapat dua dimensi Over Dimensi dan Overloading atau disingkat Truk ODOL, yakni dimensi kebijakan dan dimensi teknis.
Permasalahan sering terjadi dari sisi teknis, lantaran para pengusaha angkutan kurang memahami kondisi kendaraannya. Seharusnya, mereka dibekali kompetensi mengenai sistem rangka kendaraan utamanya truk agar tidak terjadi ODOL.
"Di sisi teknis ini kalau kita perhatikan para pengusaha angkutan, kita mohon maaf ini perlu dibekali kompetensi. Jadi mereka itu harus paham mengenai sistem rangka, mereka harus paham," kata Ahmad Wildan dalam Forum Group Discussion Moda LLAJ KNKT "Permasalahan ODOL dan Masa Depan Angkutan Barang di Indonesia", Rabu (15/3/2023).
Bahkan kata Wildan, banyak pengusaha angkutan tidak paham dalam membedakan ban truk. Biasanya mereka asal dalam menggunakan ban pada saat mengangkut muatan berlebih. Alhasil banyak truk ODOL yang mengalami kecelakaan di jalan tol akibat gear ban patah.
"Mereka tidak paham ban. Ban aja mereka banyak salah tafsir, ban itu peruntukannya beda-beda tergantung jalan dan tergantung lainnya belum lagi kalau kita bicara transmisi final gear dan sebagainya kemudian daya motor dan sebagainya ini menjadi masalah besar, mereka nggak ngerti," ujarnya.
Advertisement
Tak Mau Ganti Ban
Tak hanya itu saja, pengusaha angkutan truk juga kerap mengakali dengan mengencangkan baut roda ban, dibanding mengganti dengan ban yang bagus. Hal itu dilakukan untuk menekan biaya logistik. Namun ternyata dampaknya sangat berbahaya bagi supir truk dan tentunya pengguna jalan, karena bisa menyebabkan kecelakaan.
"Saya menemukan ketika mereka melakukan overloading yang mereka lakukan justru mengencangkan baut roda dengan impact. Kemudian banyak dikuatin, bannya dimaksimalkan akhirnya saya seringkali menemukan baut roda patah dan kadangkala teman-teman dishub itu tidak bisa membedakan patahannya," ujarnya.