Polusi Udara Jadi Ancaman, Masyarakat Diimbau Galakkan Urban Farming

Berkebun bukan berarti hanya sekedar menanam dan merawat tumbuhan saja, namun berkebun juga memiliki dampak positif bagi kesehatan mental dan fisik, hingga menjaga kualitas udara di sekitar.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Sep 2023, 19:30 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2023, 19:30 WIB
Polusi Udara Jakarta
Jakarta pada Kamis (31/8/2023) menempati peringkat pertama sebagai kota paling berpolusi di dunia dalam hal kualitas udara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Berkebun merupakan kegiatan memanfaatkan sebidang tanah atau lahan sebagai tempat untuk menanam tumbuhan. Namun berkebun bukan berarti hanya sekedar menanam dan merawat tumbuhan saja, namun berkebun juga memiliki dampak positif bagi kesehatan mental dan fisik, hingga menjaga kualitas udara di sekitar di tengah isu polusi udara.

"Oleh karenanya, tidak jarang masyarakat perkotaan dengan tingkat stress yang lebih tinggi dibanding di desa seringkali memanfaatkan waktu senggang mereka untuk berkebun," kata Pendiri Startup Populer Infarm, I Dewa Agung Wiradipta dikutip Kamis (6/9/2023).

Salah satu kegiatan berkebun yang banyak diminati masyarakat saat ini adalah urban farming. Konsep urban farming menjadi tren dan kegiatan baru yang digemari banyak orang terutama di daerah perkotaan.

Urban farming yang berarti bercocok tanam di lingkungan rumah dianggap beriringan dengan keinginan masyarakat kota yang ingin menjalani gaya hidup sehat.

Hasil panen dari urban farming lebih menyehatkan lantaran sepenuhnya menerapkan sistem penanaman organik, yang tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida sintesis.

Konsep ini bisa menciptakan lahan terbuka hijau di tengah padatnya daerah perkotaan dan membangun lingkungan yang sehat dan asri.  

Kegiatan urban farming tidak hanya menanam jenis sayuran saja, berbagai  tanaman hias maupun tanaman buah dalam pot (tabulampot) juga memiliki peminat yang cukup signifikan.

Banyak masyarakat yang melirik untuk mencoba di rumah, bahkan hingga melahirkan petani dari generasi milenial yang sukses.

 

Membangun Tren Berkebun Modern

Urban Farming
Ilustrasi urban farming.

I Dewa Agung Wiradipta menyatakan merasa bertanggung jawab atas keadaan alam dan lingkungan sekitar dan mengajak seluruh masyarakat untuk mulai menanam dari pekarangan rumah.

Melalui Infarm yang berfokus menjual peralatan dan bahan berkebun, Dewa menyediakan beragam jenis benih dan perlengkapan urban farming sebagai bagian dari upaya melestarikan alam dari lingkungan terkecil.

“Kita hidup hanya menumpang pada alam, dan alam bisa hidup tanpa kita. Karenanya saya percaya apa yang manusia lakukan harus kembali lagi ke alam,” kata Dewa.

“Goals kami adalah membuat makin banyak orang bisa berkebun dari rumah. Hal ini merupakan salah satu komitmen kami untuk melestarikan lingkungan dan mengurangi pemanasan global. Karenanya, produk kami dibuat dan dijangkau untuk semua kalangan. Bahkan, kami membuat paket kebun dan hidroponik skala rumahan yang memudahkan para pemula," sambungnya.

Dewa meyakini bahwa upaya sekecil apapun untuk melestarikan bumi akan memberi dampak positif dalam jangka panjang. Saat ini, Infarm telah membangun komunitas untuk mewadahi masyarakat yang ingin menghijaukan bumi dari rumah.

 

 

Indonesia Harus Bersabar, Luhut Cerita China Butuh 20 Tahun Berantas Polusi

Ilustrasi Polusi Udara
Ilustrasi polusi udara. (dok. Pixabay.com/SD-Pictures)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meminta masyarakat bersabar dalam penanganan polusi udara di Indonesia. Pasalnya, China saja membutuhkan waktu hingga 20 tahun untuk bisa mengatasinya.

Pemerintah sendiri telah menjalin program kemitraan Indonesia dan Australia untuk perekonomian (Prospera) membuat detil studi mengenai pengentasan polusi udara.

"Sekarang lagi dihitung mereka. Ini kan bukan seperti balik tangan. Makanya kita berharap teman-teman di menteri saya sampaikan, ini pekerjaan maraton, bukan pekerjaan seketika," ujarnya di Jakarta, Rabu (6/9/2023).

"Lihat China tuh, 20 tahun dia baru bisa selesaikan, terakhir 2013-2017, 4 tahun itu mereka intensif sekali," jelas Luhut.

Dalam upaya memberantas polusi ini, Luhut mengatakan, pemerintah berencana memberikan insentif untuk melakukan pensiun dini PLTU batu bara. Namun, pemberian insentif itu masih dalam kajian.

"Saya tuh selalu basisnya studi, jadi dari studi itu supaya orang yang pinter ahli, jangan saya. Saya kan ndak ngerti, hanya manajer saja," ungkapnya.

Lebih lanjut, Luhut melihat penyebab utama polusi paling banyak sampai hari ini masih berasal dari pembuangan emisi karbon pada sektor transportasi.

"Hasil pengetesan di lapangan sekarang 37 persen sepeda motor itu tidak lulus uji emisi. Jadi sekarang kita mau perbaiki dulu anu, bahan bakarnya," kata Luhut.

Seberapa Besar Kontribusi WFH Tekan Polusi Udara Jakarta?

Ganjil Genap Untuk Atasi Polusi Jakarta
Suasana lalu lintas kendaraan di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (31/7/2019). Gubernur Anies Baswedan menyampaikan sistem pembatasan kendaraan berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap menjadi salah satu rencana Pemprov DKI mengatasi polusi udara di Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanan

Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo tegas mengatakan bahwa penyebab utama polusi udara bukan Pembangkit Listrik Tenaga Uap seperti yang dituduhkan selama ini.

Agus memaparkan bahwa sudah banyak penelitian yang menyebutkan sektor transportasi sebagai penyebab utama memburuknya kualitas udara Jakarta. Tercatat, sektor tersebut menyumbang tidak kurang dari 44% polutan di Jakarta.

Hal tersebut juga diperkuat dari sumber data kualitas udara Jakarta. Menurut www.iqair.com, catatan data polusi udara Jakarta tidak mengalami perubahan yang signifikan, bahkan cenderung ke semakin memburuk sejak 29 Agustus, yang mana beberapa unit PLTU Suralaya sudah pada kondisi shutdown.

Namun demikian, terpantau pada 4 September siang, atau saat diberlakukan WFH dan rekayasa lalu lintas, indeks kualitas udara menjadi kategori sedang dengan level 112.

“Membaik karena kebijakan WFH dan rekayasa lalu lintas.," tutur dia dikutip Selasa (5/9/2023).Selain itu, Agus menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh salah mengidentifikasi penyebab utama polusi udara. “Saya selalu berpendapat bahwa PLTU milik pemerintah bukan lah penyebab utama polusi," katanya.

PLTU Sudah Dipasang Alat Canggih

Polusi Udara Jakarta
Berdasarkan data IQAir pada hari ini Kamis (31/8/2023) pukul 13.50 WIB, tingkat polusi Ibu Kota berada di angka 174. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dia menambahkan, PLTU milik pemerintah sudah terpasang alat-alat canggih yang mampu menyedot debu emisi. “Sehingga jika beterbangan pun tidak akan sampai Jakarta. Lagian arah angin pada bulan-bulan ini juga enggak mengarah ke Jakarta," tutup dia.

Pada masalah polusi udara di Jakarta, Agus meminta pemerintah untuk mengambil langkah-langkah berupa solusi strategis yang tepat.

Dia juga menyarankan agar masyarakat bersabar sambil terus mengurangi pemakaian kendaraan pribadi agar emisi yang dikeluarkan juga berkurang. Agus memaparkan, semua solusi terkait polusi udara membutuhkan perencanaan dan penelitian yang cermat. “Identifikasinya harus tepat. Jika kita ingin menyelesaikannya dengan cepat, itu hanya sebatas mimpi.” ungkap dia.

Infografis Journal Langkah Pemerintah Atasi Polusi Udara di DKI Jakarta dan sekitarnya
Langkah Pemerintah Atasi Polusi Udara di DKI Jakarta dan sekitarnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya