Pengusaha Cemas, Pembatasan Impor Ancam Usaha Ritel Indonesia

Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) menilai pembatasan impor yang dilakukan Pemerintah menyebabkan pengusaha sulit mendapatkan barang impor.

oleh Tira Santia diperbarui 18 Jan 2024, 18:15 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2024, 18:15 WIB
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) Alphonzus Widjaja
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) menilai pembatasan impor yang dilakukan Pemerintah menyebabkan pengusaha sulit mendapatkan barang impor. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) Alphonzus Widjaja, mengatakan penerapan kebijakan impor yang diimplementasikan salah satunya ke dalam peraturan pengetatan impor untuk barang-barang brand luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) menilai pembatasan impor yang dilakukan Pemerintah menyebabkan pengusaha sulit mendapatkan barang impor.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) Alphonzus Widjaja, mengatakan penerapan kebijakan impor yang diimplementasikan salah satunya ke dalam peraturan pengetatan impor untuk barang-barang brand luar negeri.

Hal itu disampaikan Alphonzus dalam konferensi pers Rvisi Kebijakan & Pengaturan Impor dan maraknya Penjualan Produk Impor yang Ilegal, Produk Bekas (Illegal Thrifting) APRINDO dan APPBI, di Kawasan Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2024).

Padahal kata Alphonzus, usaha pusat perbelanjaan sudah mulai mengalami pemulihan pasca pandemi covid-19. Namun, sekarang muncul masalah baru yakni pembatasan impor.

Ia bercerita, sebelum pandemi covid-19, tingkat okupansi keterisian pusat belanja daripada toko-tokonya rata-rata nasional sebesar 90 persen, kemudian selama covid drop 20 persen menjadi sekitar 70 persen.

Kemudian, di pertengahan tahun 2022 sudah ada peningkatan kembali tingkat okupansi lantaran Presiden Joko Widodo mencabut PPKM pada Desember 2022.

"Itu meningkat lagi, sehingga di 2023 kita menutup tahun 2023 dengan tingkat okupansi menggembirakan mencapai 80 persen meskipun belum kembali di 90 persen sebelum covid," kata Alphonzus.

Melihat pemulihan tersebut, APPBI optimis bisa mencapai tingkat okupansi 90 persen seperti sebelum pandemi. Namun menjelang akhir tahun 2023, banyak toko-toko di pusat perbelanjaan yang membatalkan pembukaan tokonya.

"Banyak peritel yang menunda ataupun membatalkan pembukaan toko-toko baru di 2024. Jadi, okupansi yang tadinya ditargetkan 90 persen kami khawatir tidak akan tercapai 90 persen ini," ujarnya.

Ternyata, setelah APPBI melakukan pembicaraan dengan peritel, salah satu masalahnya adalah pembatasan impor. Ia tak memungkiri, pembatasan impor ini telah dilakukan Pemerintah sebelumnya pada saat pandemi, namun kini pemerintah merencankan pembatasan impor lagi untuk melindungi produk dalam negeri.

"Tanpa disadari rencana pembatasan impor ini bisa mengancam industri usaha ritel di Indonesia. Saya menyebutnya ancaman keberlangsungan terhadap usaha ritel di Indonesia," pugnkasnya.

Jakarta akan Tetap Jadi Kota Bisnis Saat Ibu Kota Negara Pindah ke Kalimantan

Instalasi Natal dan Tahun Baru Senayan City
Pengunjung berfoto dengan latar belakang ornamen Natal yang terpajang di Mal Senayan City, Jakarta, Kamis (14/12/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meyakinkan Jakarta akan tetap menjadi kota bisnis meski ibu kota negara meski nantinya ibu kota negara akan pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara pada 2024.

Kepastian soal Ibu Kota Negara Jakarta ini disampaikan Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Sri Haryati di hadapan para pengusaha ritel dalam Indonesia Retail Summit (IRS) 2023 di Jakarta, Senin (14/8/2023).

"Bapak-Ibu sekalian mengetahui bahwa Insya Allah 2024 nanti IKN akan berpindah ke Kalimantan. Tetapi sesuai dengan arahan Bapak Presiden bahwa Jakarta tetap akan menjadi kota bisnis, kota ekonomi berskala global," kata dia melansir Antara.

Menurut Sri, pihaknya dengan pemerintah pusat terus melakukan pembahasan agar Jakarta tetap bisa menjaga kestabilan ekonominya ke depan meski bukan lagi sebagai ibu kota negara.

Hal itu lantaran Jakarta menyumbang 16-17 persen terhadap perekonomian nasional sehingga kestabilan ekonominya akan sangat mempengaruhi ekonomi Indonesia.

Sri menambahkan, pihaknya tidak bisa sendirian menjaga ekonomi Jakarta. Oleh karena itu, ia meminta pelaku usaha, termasuk para pengusaha ritel untuk saling bahu membahu menjaga agar sektor tersebut bisa terus berkembang dan mendukung ekonomi Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga membuka diri jika ada regulasi atau masukan yang perlu didukung. Pemprov DKI Jakarta siap duduk bersama untuk membahas masukan pengusaha.

"Intinya segala upaya tentu kita lakukan agar pergerakan ekonomi Jakarta terus meningkat karena saya tahu persis kontribusi dari industri ritel ini terhadap lapangan pekerjaan dan lain-lain itu juga sangat-sangat tinggi sehingga itu perlu kita sama-sama support agar ini dapat berjalan dengan baik," tutur Sri.

 

 

Pusat Perbelanjaan di Jakarta

Berburu Sepatu Kualitas Premium di JD Sports Lippo Mall Puri
Pengunjung melintas di depan tenant JD Sports Lippo Mall Puri, Jakarta (3/03/2022). JD Sport, “King of Trainer” resmi membuka gerai keduanya di salah satu mal yang dikelola oleh PT Lippo Malls Indonesia (LMI) bagi warga di wilayah Jakarta Barat dan sekitarnya. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Berdasarkan data Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), jumlah pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta mencapai 96 unit per 16 Januari 2023. Jumlah tersebut terdiri atas 76 mal dan 20 pusat perdagangan (trade center).

Adapun Kemenko Perekonomian mencatat pada tahun 2023 ini, secara nasional terdapat peningkatan jumlah pengunjung di pusat-pusat perbelanjaan. Sejumlah pusat perbelanjaan menjadi tempat favorit masyarakat khususnya di saat libur lebaran yang lalu.

Jumlah pengunjung dilaporkan sudah mencapai 100 persen, meningkat dibandingkan 2022 yang berkisar di angka 90 persen.

Peningkatan pengunjung disinyalir terjadi menyusul pencabutan status PPKM. Di sisi lain, peningkatan pengunjung itu juga sejalan dengan peningkatan indeks keyakinan konsumen (IKK) yang pada Juni 2023 berada pada level 127,1 atau meningkat 6 persen dari posisi akhir tahun lalu dan termasuk pada kategori zona optimis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya