Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kota Shanghai telah mengusulkan sekelompok pedoman untuk membantunya berubah menjadi kekuatan metaverse.
Rencana tindakan mendefinisikan masing-masing teknologi yang perlu difokuskan oleh pemerintah kota Shanghai untuk mencapai tujuan membangun ekonomi metaverse senilai USD 52 miliar atau sekitar Rp 780 triliun (asumsi kurs Rp 15.002 per dolar AS), sementara pada saat yang sama membantu mendirikan 10 perusahaan inovatif di area tersebut.
Baca Juga
Mengutip Bitcoin.com, Jumat (15/7/2022), metaverse muncul sebagai teknologi yang menarik minat negara dan kota besar di dunia. Shanghai merupakan kota terbesar di China berdasarkan jumlah penduduk, telah mengeluarkan dokumen yang menyajikan rencana untuk mengubah dirinya menjadi pusat penting untuk kegiatan industri metaverse.
Advertisement
Salah satu tujuan utama dari fokus ini adalah menumbuhkan kluster metaverse senilai USD 52 miliar atau Rp 780 triliun di kota.
Untuk tujuan ini, Shanghai berencana menampung setidaknya 10 perusahaan terkemuka yang inovatif di industri metaverse, dan 100 perusahaan yang menghadirkan teknologi terkait metaverse, semuanya dengan jangkauan internasional.
Dokumen tersebut mengusulkan serangkaian tugas untuk mencapai tujuan ini, termasuk menambahkan komponen digital ke berbagai aktivitas dan sektor, seperti keberadaan bisnis virtual, pendidikan dengan realitas virtual, dan pariwisata dan hiburan dengan elemen virtual.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bentuk Serangkaian Dana Khusus
Meskipun dokumen yang dikeluarkan tidak secara langsung menentukan berapa banyak kota berencana untuk berinvestasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan, tetapi disebutkan pemerintah harus membentuk serangkaian dana khusus untuk mendukung industri metaverse, menawarkan subsidi investasi, bunga diskon, dan insentif lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mendukung penelitian dan pengembangan teknologi.
Dokumen tersebut juga menyebutkan serangkaian teknologi, termasuk teknologi layar dan prosesor, sebagai beberapa teknologi inti yang harus dikembangkan untuk mencapai metaverse yang lebih baik di masa depan.
Dengan cara yang sama, teknologi transmisi data seperti 5G dan kecerdasan buatan juga disebutkan dalam rencana tersebut.
Negara-negara lain juga tertarik dengan konsep metaverse, termasuk Korea Selatan, yang mempresentasikan rencana untuk menginvestasikan USD 177 juta atau Rp 2,65 triliun ke dalam proyek-proyek terkait metaverse sebagai bagian dari Digital New Deal, sebuah rencana nasional untuk memodernisasi negara.
Tak hanya itu, Dubai juga bergerak menyiapkan metaverse pemerintah, untuk memberikan kesempatan kepada warganya untuk memiliki pengalaman pemerintahan realitas virtual.
Advertisement
Hasil Studi: Bekerja Jarak Jauh Melalui Metaverse Masih Belum Optimal
Sebelumnya, banyak perusahaan dan individu bertaruh metaverse, akan memiliki peran penting di masa depan pekerjaan, memungkinkan orang untuk menyelesaikan tugas dari jarak jauh.
Dilansir dari Bitcoin.com Kamis (23/6/2022), penelitian terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Coburg, Universitas Cambridge, Universitas Primorska, dan Microsoft Research, menunjukkan gambaran yang berbeda tentang masalah ini.
Laporan yang berjudul “Quantifying the Effects of Working in VR for One Week” atau yang berarti “Mengukur Efek Bekerja di VR selama Satu Minggu” membandingkan kinerja 16 pekerja berbeda yang mengembangkan tugas mereka di lingkungan normal dan dalam pengaturan metaverse umum selama 40 jam kerja seminggu.
Hasilnya sebagian besar negatif dan belum optimal yang mengisyaratkan kemungkinan metaverse saat ini masih terlalu terbatas untuk mendukung aplikasi berbasis kerja.
Menurut penelitian, orang-orang melaporkan hasil negatif dengan menggunakan pengaturan metaverse, mengalami 42 persen lebih banyak frustrasi, 11 persen lebih banyak kecemasan, dan hampir 50 persen lebih banyak ketegangan mata jika dibandingkan dengan pengaturan kerja normal mereka.
Penelitian itu lebih dalam menjelaskan, subjek juga mengatakan mereka merasa kurang produktif secara keseluruhan. Juga, 11 persen dari peserta tidak dapat menyelesaikan bahkan satu hari percobaan kerja, karena beberapa faktor termasuk migrain yang terkait dengan pengaturan alat Virtual Reality (VR) dan kurangnya kenyamanan saat menggunakannya.
Hasil Penelitian
Teknologi Metaverse saat ini terkait dengan teknologi game dan hiburan, tetapi salah satu aplikasi masa depan yang penting dari industri ini diyakini memungkinkan kerja jarak jauh.
Dalam studi terbaru yang dilakukan oleh Globant, sebuah perusahaan perangkat lunak Argentina, 69 persen dari yang disurvei menyatakan teknologi metaverse akan memainkan peran penting dalam aplikasi itu.
Namun, hasil penelitian menunjukkan teknologi saat ini akan mempersulit pekerjaan Tetapi tidak semuanya negatif, penelitian ini juga menemukan peserta mampu mengatasi keterbatasan teknologi metaverse dan ketidaknyamanan awal saat penelitian berlangsung.
Tim di belakang penelitian menyerukan penyelidikan lebih dalam terkait dengan efek jangka panjang pekerjaan produktif dalam penyiapan VR pada masa mendatang.
Advertisement