CEO Binance Changpeng Zhao Minta Pengadilan Tolak Gugatan dari SEC

Binance dan Changpeng Zhao, dalam petisi setebal 60 halaman, mengklaim agensi tersebut melampaui wewenangnya dalam menggugat mereka

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 24 Sep 2023, 10:05 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2023, 10:05 WIB
CEO Binance Changpeng Zhao Minta Pengadilan Tolak Gugatan dari SEC
CEO pertukaran kripto Binance, Changpeng Zhao mengajukan surat pengadilan pada Kamis untuk meminta pengadilan menolak gugatan terhadap mereka oleh SEC. (Dok: Binance)

Liputan6.com, Jakarta - CEO pertukaran kripto Binance, Changpeng Zhao mengajukan surat pengadilan pada Kamis untuk meminta pengadilan menolak gugatan terhadap mereka oleh Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC).

Binance dan Zhao, dalam petisi setebal 60 halaman, mengklaim agensi tersebut melampaui wewenangnya dalam menggugat mereka. SEC menuduh berbagai tuduhan, termasuk kesalahan penanganan dana nasabah, menyesatkan investor dan regulator, dan melanggar aturan sekuritas. 

Dalam seruan untuk membatalkan gugatan tersebut, Binance dan Changpeng Zhao menuduh regulator berusaha menjatuhkan hukuman secara surut, sebelum memberikan panduan publik mengenai mata uang kripto.

“Dalam upaya untuk mengklaim kekuasaan regulasi atas industri kripto, SEC mendistorsi teks undang-undang sekuritas,” tulis pengacara BInance dalam petisi, dikutip dari Yahoo Finance, Minggu (24/9/2023). 

Dalam dokumen terpisah setebal 56 halaman, Binance US, yang secara resmi disebut BAM Trading Services Inc, juga berusaha agar tuduhan terhadapnya dibatalkan. 

SEC mengajukan tuntutan terhadap Binance, Binance US dan Zhao pada Juni. Semuanya secara terbuka membantah tuduhan tersebut. Kasus ini menyusul gugatan dari pengawas derivatif AS pada Maret yang menuduh Binance dan Zhao secara rutin melanggar aturannya.

Binance dan Binance US mengalami penurunan pangsa pasar pada bulan-bulan berikutnya, sebagian karena tindakan keras peraturan. CEO Binance US meninggalkan perusahaannya awal bulan ini, sebuah langkah yang bertepatan dengan PHK sekitar sepertiga tenaga kerja platform tersebut.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Kebijakan Pajak Baru Thailand Targetkan Investor Kripto

Ilustrasi kripto (Foto: worldspectrum/Pixabay)
Ilustrasi kripto (Foto: worldspectrum/Pixabay)

Sebelumnya, Thailand, negara yang sebelumnya terkenal dengan kebijakan ramah kripto, berencana mengenakan pajak atas pendapatan asing para pedagang kripto untuk mendanai langkah-langkah stimulus ekonominya, termasuk pengiriman airdrop secara nasional. 

Pemerintah yang baru dilantik sedang berjuang mencari cara untuk membiayai langkah-langkah stimulus ekonomi yang direncanakan. Pada 19 September, Bangkok Post melaporkan Departemen Pendapatan Thailand menargetkan pendapatan luar negeri, khususnya menyebutkan pedagang mata uang kripto. 

Menurut peraturan baru, mereka yang memperoleh penghasilan di luar negeri dari pekerjaan atau aset akan dikenakan pajak penghasilan pribadi. Pajak baru yang diusulkan akan menargetkan warga Thailand dan warga negara asing yang tinggal di Kerajaan tersebut selama lebih dari 180 hari per tahun.

Pakar hukum mengatakan kebijakan baru tersebut tampaknya memiliki target khusus, termasuk penduduk melakukan perdagangan di pasar saham asing melalui pialang asing dan pedagang mata uang kripto.

"Prinsip perpajakan adalah memastikan bahwa setiap orang membayar bagiannya secara adil. Pemerintah perlu mencari sumber pendapatan baru untuk mendanai langkah-langkah stimulus ekonominya dan ini adalah salah satu cara untuk melakukannya,” kata sumber Kementerian Keuangan kepada Bangkok Post, dikutip dari Yahoo Finance, Kamis (21/9/2023).

Perlu dicatat ini bukan pertama kalinya Thailand menerapkan peraturan pajak terhadap pedagang kripto. Pada Januari 2022, keuntungan dari perdagangan mata uang kripto dikenakan pajak keuntungan modal sebesar 15 persen. 

 

Harga Bitcoin Diprediksi Sentuh Rp 568 Juta pada Akhir 2023

Ilustrasi Kripto atau Penambangan kripto. Foto: Freepik
Ilustrasi Kripto atau Penambangan kripto. Foto: Freepik

Sebelumnya, kuartal terakhir setiap tahun secara historis merupakan yang terkuat bagi bitcoin (BTC) dalam hal kinerja, dengan pengembalian rata-rata lebih dari 35 persen selama sembilan tahun terakhir.

Dalam laporan terbaru penyedia layanan kripto Matrixport, Rabu, 20 September 2023 memprediksi harga Bitcoin dapat menyentuh USD 37.000 atau setara Rp 568,5 juta (asumsi kurs Rp 15.368 per dolar AS). 

“Jika sejarah adalah panduan, bitcoin bisa mencapai USD 37,000 pada akhir tahun,” tulis kepala penelitian Matrixport, Markus Thielen dalam laporannya, dikutip dari CoinDesk, Kamis (21/9/2023).

Thielen menjelaskan, Oktober juga menjadi bulan yang sangat kuat, dengan pengembalian bitcoin yang positif dalam tujuh dari sembilan tahun terakhir, dengan pengembalian rata-rata 20 persen.

Analisis teknis Matrixport menunjukkan bitcoin baru-baru ini membuat sinyal terobosan baru. Sepuluh kali terakhir model ini dipicu, harganya naik rata-rata lebih dari 9 persen dalam waktu singkat.

Katalis potensial lainnya pada bulan Oktober adalah tenggat waktu kedua untuk pengajuan dana yang diperdagangkan di bursa spot (ETF) bitcoin, ketika Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) harus mengumumkan atau menunda keputusannya untuk menyetujui ETF ini, tambah laporan itu.

Regulator mengatakan pada Agustus mereka menunda keputusannya apakah akan menyetujui semua aplikasi ETF bitcoin spot atau tidak hingga Oktober.

Harga Bitcoin Terus Turun Usai Keputusan The Fed, Ini Penyebabnya

Crypto Bitcoin
Bitcoin adalah salah satu dari implementasi pertama dari yang disebut cryptocurrency atau mata uang kripto.

Sebelumnya, pasar kripto dan Bitcoin terus mengalami penurunan setelah keputusan The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat yang menahan laju kenaikan suku bunga di kisaran 5,25 hingga 5,5 persen. Namun, tidak hanya itu ada beberapa faktor lain yang membuat harga Bitcoin terus tertekan.

Harga Bitcoin kini kembali di bawah USD 27.000 atau setara Rp 415,2 juta (asumsi kurs Rp 15.378 per dolar AS) melewati garis support dan terus bergerak turun. Penurunan bitcoin ini berkorelasi dengan indeks pasar saham AS yang juga mengalami koreksi. 

Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menjelaskan, Wall Street juga merosot dalam aksi jual luas pada Kamis karena selera risiko investor pupus oleh kekhawatiran kebijakan moneter ketat The Fed akan tetap berlaku lebih lama dari yang diperkirakan.

“Keputusan The Fed yang kasih jeda ini dianggap sebagai sentimen netral karena berarti suku bunga acuan belum naik sehingga dianggap kondisi perekonomian mulai membaik walau harga makanan dan energi seperti bensin masih terus naik,” kata Fyqieh dalam siaran pers, dikutip Jumat (22/9/2023).

Fyqieh menambahkan, walau bersifat netral, saat ini dolar AS berhasil bergerak naik dan imbal hasil obligasi pemerintah AS mencapai puncaknya dalam 16 tahun sehari setelah Ketua The Fed, Jerome Powell memperingatkan inflasi masih memiliki jalan panjang sebelum mendekati target sebesar 2 persen.

Pasar kripto cenderung mendapatkan sentimen yang bearish lebih tinggi. Hal ini terlihat dari penurunan indeks Fear and Greed pada Jumat di angka 43 poin kategori Fear, anjlok dari 47 poin kategori Neutral pada Kamis.

Investor mungkin merasa khawatir tentang volatilitas yang tinggi dan ketidakpastian yang terkait dengan pergerakan harga Bitcoin. 

"Sentimen bearish ini bisa mendorong lebih banyak investor untuk menjual kripto mereka, yang pada gilirannya dapat memperkuat penurunan harga,” pungkas Fyqieh.

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya