Bappenas: Penyandang Disabilitas Jadi Penentu Keberhasilan Pembangunan

Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Maliki menjelaskan terkait penyandang disabilitas sebagai subjek pembangunan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 29 Sep 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2021, 18:00 WIB
Ilustrasi penyandang disabilitas.
Ilustrasi penyandang disabilitas. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Maliki menjelaskan terkait penyandang disabilitas sebagai subjek pembangunan.

“Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018, penyandang disabilitas merupakan subjek pembangunan yang berarti dipertimbangkan sebagai penentu pembangunan,” ujar Maliki dalam seminar daring Bappenas, ditulis Rabu (29/9/2021).

Ia menambahkan, keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga perlu dapat dirasakan oleh difabel.

Penyandang disabilitas adalah salah satu kelompok yang memerlukan perhatian khusus, terutama selama pandemi COVID-19. Penekanan kebijakan bagi penyandang disabilitas, tak hanya dilakukan melalui bantuan sosial, tapi juga dengan peningkatan akses ekonomi produktif.

Dampak Pandemi bagi Penyandang Disabilitas

Dampak parah dan berkepanjangan yang ditimbulkan pandemi COVID-19 kepada hampir seluruh penduduk Indonesia, nyatanya lebih berdampak bagi penyandang disabilitas, lanjut Maliki.

Hal ini diakibatkan rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasan akses pasar tenaga kerja, tingginya biaya hidup untuk berbagai kebutuhan seperti alat bantu dan perawatan kesehatan, rendahnya pendapatan, serta tingginya tingkat kemiskinan.

“Kerentanan tersebut juga dipengaruhi oleh gender, di mana perempuan dengan disabilitas menghadapi hambatan yang lebih besar dibandingkan laki-laki penyandang disabilitas.”

Untuk itu, perluasan program perlindungan sosial (perlinsos) perlu dilakukan dengan cepat dan tepat, terutama kepada kelompok rentan dengan keterbatasan akses seperti penyandang disabilitas, kata Maliki.

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, diperkirakan 6,2 juta orang atau 2,3 persen dari total populasi adalah orang dengan status disabilitas sedang dan berat.

Melihat tingginya populasi disabilitas, pemangku kebijakan harus mengembangkan intervensi yang sesuai dengan potensi dan hambatan penyandang disabilitas. Tidak hanya sebagai respons di masa krisis seperti pandemi COVID-19, tetapi juga sebagai strategi jangka panjang untuk pemulihan pasca pandemi di sektor perlindungan sosial, penghidupan, kesehatan, dan pendidikan.

Studi Inklusif

Sebagai salah satu acuan reformasi perlinsos untuk penyandang disabilitas, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas didukung berbagai pihak merampungkan studi inklusif terkait COVID-19 yang menyasar penyandang disabilitas.

Studi kuantitatif tersebut dilakukan pada April 2020, melibatkan 1.683 responden dari seluruh Indonesia. Selanjutnya, studi kualitatif pun dilakukan pada Juli–Agustus 2020 yang mencakup 78 informan di tujuh wilayah yang mewakili Indonesia Timur, Tengah, dan Barat, serta wilayah perkotaan dan pedesaan.

“Selain mampu melindungi masyarakat rentan dalam menghadapi krisis, perluasan program perlindungan sosial di masa pandemi COVID-19 diharapkan mampu menstimulasi perekonomian sehingga efektif dalam mencegah kondisi krisis yang jauh lebih buruk,” tutup Maliki.

 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya