Liputan6.com, Denpasar - Setelah 6 terpidana mati narkoba -- 5 di antaranya WNA-- dieksekusi di Nusakambangan dan Boyolali, giliran Australia ketar-ketir. Dua warga negaranya Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, anggota sindikat 'Bali Nine' menanti giliran dihadapkan ke regu tembak.
Di tengah penantian itu, Andrew Chan yang kini berusia 29 tahun menulis surat, yang seakan ditujukan bagi dirinya sendiri -- yang berusia 15 tahun, mengingatkan remaja itu bahwa ia sedang melakukan tindakan bodoh.
Chan mengaku, ia terlibat dengan narkoba dalam usia relatif muda. 15 tahun.
"Dear aku yang dulu, saat dewasa nanti, kau akan berada di penjara di Bali. Dan kau akan dieksekusi mati. Semua itu terjadi karena kamu berpikir bahwa mengonsumsi narkoba itu keren. Obat yang kau konsumsi membuatmu berpikir, 'oke untuk mengimpornya dan menghasilkan uang dari itu.' Keluarga dan teman-temanmu sangat sedih, hidupmu sendiri akan berakhir di depan regu tembak. Dari lubuk hati terdalam, kau bukan sosok yang buruk, namun narkoba membuatmu berbeda. Namaku, Andrew Chan."
Surat itu ditampilkan dalam sebuah film dokumenter untuk anak-anak SMA, Dear Me: The Dangers of Drugs.
Surat sepanjang 6 lembar itu juga ditujukan pada remaja Australia. Memperingatkan agar mereka menjauhi narkoba dan kejahatan.
"Aku tak tahu pilihan apa yang sedang kalian buat. Aku hanya ingin kalian ingat, "apakah pilihan itu bermanfaat?," kata Chan seperti Liputan6.com kutip dari News.com.au.
"Kalian semua masih muda dan sedang menghadapi pilihan penting dalam hidup. Apa yang kalian pilih saat ini menentukan seperti apa kalian di masa depan," tambah dia. Jika ingin jadi preman dan penjahat, aku akan bertemu dengan kalian di dalam sini (penjara)."
Namun, kata Chan, bagi mereka yang ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam hidup, "Berhati-hatilah dan belajar dengan keras."
Dalam suratnya, Chan menyesali pilihan hidupnya yang salah -- yang membuatnya berakhir di balik jeruji besi di Lapas Kerobokan, Bali. Ia jadi penghuni penjara sejak 17 April 2005.
Hidup Bagai Sampah...
Hidup Bagai Sampah...
Chan divonis hukuman mati karena dinyatakan terbukti bersalah menjadi otak penyelundupan 8,3 kg heroin.
"Usiaku baru 29 tahun. Dan jujur, aku mungkin tak akan merayakan ulang tahunku yang ke-30. Berapa orang dari kalian yang berniat mengikuti jalanku? Aku harap apa yang kukatakan akan menembus pikiran dan hatimu. Dan sebagian besar dari kalian, kalaupun tidak semua, akan meraih sesuatu lebih daripada aku," kata Chan.
"Aku melewatkan banyak pernikahan, pemakaman, sesuatu yang sederhana seperti kehadiran keluarga di sisiku. Justru rasa sakit yang kusebabkan, tak hanya bagi diriku tapi juga untuk seluruh keluargaku. Sentuhan hangat, atau pelukan, bahkan tak mungkin bagiku yang terkutuk ini."
Chan menambahkan, ia tak punya apapun saat ini. Kecuali jeruji penjara untuk dipeluk. Ia tak punya kesempatan untuk melihat kelahiran anak pertamanya. Bahkan memiliki keturunan adalah hal mustahil.
"Hidupku adalah contoh sempurna dari kesia-siaan. Sampah. Kalian tak seharusnya mengalami hal yang sama."
Chan mendorong pemuda di Australia untuk mencari bantuan dari konseling sekolah, pusat kepemudaan, atau gereja. Agar tidak berakhir seperti dia.
Sementara, sutradara film dokumenter, Malinda Rutter kali pertama bertemu Chang dua tahun lalu. Menurut dia, terpidana mati itu sudah banyak berubah.
"Andrew Chan saat ini adalah sosok yang benar-benar berubah, berbeda dengan pria yang dulu ditangkap."
Chan, kata dia, menggunakan sisa waktu dalam hidupnya untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ia juga membuka kelas memasak dan kerajinan untuk sesama narapidana.
Rutter mengaku membuat film dokumenter dengan harapan akan membangkitkan empati untuk Chan dan sesama terpidana mati Bali Nine, Myuran Sukumuran.
Sebelumnya, PM Australia Tony Abbott dan Menlu Julia Bishop meminta penundaan bahkan pembatakan eksekusi mati pada Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan, ia sudah membalas surat dari Menlu Bishop.
Surat tersebut menjelaskan keadaan Indonesia yang sudah darurat narkoba dan meresahkan. "Intinya menjelaskan kedaruratan kejahatan narkoba di Indonesia," jelas Menteri Retno.
Bagi Indonesia, tidak ada kompromi terhadap para pelaku kejahatan narkotika. (Ein/Tnt)
Advertisement