Liputan6.com, Florida - Mimpi buruk itu menjadi kenyataan, Selasa pagi 28 Januari 1986. Pesawat ulang alik Challenger celaka sesaat setelah diluncurkan. Mereka yang ada di dalamnya tak sempat mengucapkan perpisahan. Hanya satu kata yang penghabisan yang berhasil direkam: "Uh oh."
Sang pilot, Michael J. Smith lah yang menyuarakannya pada detik ke-73 setelah pesawat ulang alik tersebut mengangkasa dari Cape Canaveral, Florida. Apakah kata itu berarti para astronot sempat menyadari nyawa mereka terancam? Entahlah...
Lalu, komunikasi putus. Asap putih tebal membumbung, Challenger pecah dan terbakar, disaksikan jutaan pasang mata manusia yang melihat siaran langsung peluncurannya di televisi.
Pada detik ke-73 itu, setidaknya 3 dari 7 astronot yang ada di dalamnya diduga masih hidup. Seperti dikutip dari New York Times edisi 29 juli 1986, menurut penyelidik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), indikasinya dari alat bantu pernapasan darurat yang diaktifkan secara manual.
Entah benar atau tidak dugaan tersebut, namun 2 menit 45 detik kemudian, Challenger yang pecah terlempar ke ketinggian 65.000 kaki atau 19.812 meter, sebelum akhirnya jatuh menghantam permukaan Samudera Atlantik. Tak ada lagi yang selamat.
Francis J. Scobee, Michael J Smith, Judith A Resnik, Ellison S. Onizuka, Ronald E. McNair, Gregory B. Jarvis, dan Christa McAuliffe -- guru sekolah pertama yang diberangkatkan ke angkasa luar --Â tewas dalam hitungan menit setelah mereka melambaikan tangan dan tersenyum. Untuk kali terakhirnya.
Kejadian tragis itu direkam Michael VanKulick, seorang warga Florida. Istrinya, Frances ikut menghitung mundur, mengikuti suara dari televisi yang menyiarkan langsung momentum luar biasa itu. 5..4..3..2..1 Challenger pun melesat ke angkasa.
Denting aneh lonceng dalam latar belakang suara menjadi firasat. Meski lambat, pasangan VanKulick sadar, ada sesuatu yang tak beres.
"Apa itu? Apa? Apa yang terjadi," seru Frances saat melihat jalur asap pesawat yang tadinya hanya satu garis menjadi dua. Sesuatu yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Kemudian jalur asap tersebut terpelintir.
Disintegrasi pesawat dimulai setelah segel cincin-O di kanan solid rocket booster (SRB) gagal dilepas. Satu dari dua roket pendorong miring dan menggores badan pesawat, seketika timbul percikan api disusul semburan api dari tanki bahan bakar.
Presiden Amerika Serikat saat itu, Ronald Reagan menyampaikan pidato khusus pasca-kecelakaan. Untuk ketujuh kru, ia mengutip puisi berjudul 'High Flight' atau 'Terbang Tinggi'.
"Kita tak akan pernah melupakan mereka, juga saat terakhir kali kita melihat mereka, baru pagi ini. Saat mereka mempersiapkan sebuah perjalanan, dan melambai mengucapkan selamat tinggal, meninggalkan Bumi, untuk menyentuh 'wajah Tuhan'."
Setelah itu, program Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) kosong selama 32 bulan. Pesawat berikutnya, Discovery, baru lepas landas pada 29 September 1988.
Selain tragedi pesawat Challenger, tanggal 28 Januari menjadi momentum kejadian penting bagi dunia.
Pada 1921, seorang prajurit tanpa nama dimakamkan di bawah Arc de Triomphe di Paris. Sebagai simbol untuk mengenang para korban yang tak dikenal dalam Perang Dunia I.
Di hari yang sama tahun 1887, dalam sebuah peristiwa badai salju di Fort Keogh, Montana, Amerika Serikat, kepingan salju terbesar di dunia dicatat. Lebarnya 38 cm dan tebalnya 20 cm. (Ein)