Liputan6.com, Bogor - Tim pendaki 'srikandi' alias putri The Women of Indonesias Seven Summits Expedition Mahitala Universitas Parahyangan (Unpar) (WISSEMU) berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Gunung Aconcagua, Argentina.
"Bendera Merah Putih berhasil dikibarkan oleh tim pendaki putri WISSEMU di atas puncak Gunung Aconcagua pada 31 Januari 2016 tepat pukul 17.45 waktu setempat atau sekitar pukul 03.45 WIB," kata Tim Publikasi WISSEMU Mahitala Universitas Parahyangan, Alfos Hartanto, melalui surat elektronik yang dikutip dari Antara, Senin (1/2/2016).
Perjalanan menuju puncak gunung di Argentina itu dimulai pada 30 Januari, tim berangkat pukul 04.30 waktu setempat (14.30 WIB), dengan menempuh perjalanan selama 12 jam.
Advertisement
Baca Juga
"Kabar terakhir yang didapat dari komunikasi via telepon satelit, Minggu pukul 21.11 WIB, saat itu tim berada di Refugio Berlin atau ketinggian 5.930 mdpl untuk beristirahat sebelum turun ke Mendoza, Senin 1 Februari," beber Alfos.
Setelah berhasil mengibarkan Merah Putih di puncak Gunung Aconcagua, tim akan pulang ke Tanah Air melalui Buenos Aires pada 5 Februari.
"Kondisi semua anggota tim sehat," jelas Alfos.
Pendakian
Alfos menuturkan, pendakian yang dilakukan Tim WISSEMU mengambil jalur normal. Pada 20 Januari, tim mencapai base camp Plaza De Mulas (4.250 mdpl) untuk beristirahat dan memilah logistik.
Setelah itu pendakian berlanjut ke Plaza Canada (4.900 mdpl) pada 25 Februari, Nido De Condores (5.400 mdpl) pada 26 Januari, dan Refugio Berlin (5.930 mdpl) pada 29 Januari sebelum berangkat ke puncak Aconcagua.
Gunung Aconcagoa adalah gunung tertinggi di Benua Amerika Selatan yang terletak di Provinsi Mendoza, Argentina. Aconcagoa menjadi puncak keempat yang berhasil dicapai Tim WISSEMU.
Gunung ini terletak di jajaran Pegunungan Andes dan terkenal memiliki cuaca dingin yang ekstrem ditambah badai angin yang sangat berbahaya dan dikenal dengan sebutan El Viento Blanco.
"Angin kencang yang kabarnya dapat mencapai 90 km/jam bertiup bersama dengan kabut yang ditambah dengan hujan salju merupakan gambaran sederhana dari badai berbahaya ini," papar Alfos.
Menurut beberapa pemberitaan media, El Viento Blanco juga diduga menjadi penyebab meninggalnya salah satu pendaki berpengalaman dari Indonesia yakni (Alm) Norman Edwin dan rekannya (Alm) Didiek Samsu pada tahun 1992, pada saat melakukan ekspedisi Seven Summits.
Dalam melakukan pendakian, Tim WISSEMU sempat merasakan angin kencang dan suhu mencapai minus 10 derajat celcius di Refugio Berlin.
"Menurut pantauan cuaca kala itu, selama pendakian Tim WISSEMU selalu berhadapan dengan angin kencang mencapai 50 km/jam," ungkap Alfos.
Alfos mengatakan Tim WISSEMU terdiri atas 3 orang mahasiswa aktif Universitas Katolik Parahyangan yakni Fransiska Dmitri Inkiriwang (22), Mathilda Dwi Lestari (22), dan Dian Indah Carolina (20).
"Sebelumnya 3 wanita dalam Tim WISSEMU ini telah mencapai sejumlah puncak gunung di antaranya, Kilimanjaro pada 24 Mei 2015 dan puncak Gunung Elbrus pada 15 Mei 2015, Carstensz Pyramid pada 2014 dalam rangkaian ekspedisi menggapai tujuh puncak tertinggi di 7 benua," pungkas Alfos.