Obama 'Hardik' Donald Trump: Berhenti Merengek

Trump mengklaim pemilu tidak adil. Obama meminta capres Republik itu untuk berhenti merengek dan fokus pada kampanye.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 19 Okt 2016, 14:06 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2016, 14:06 WIB
Obama 'Hardik' Donald Trump: Berhenti Merengek
Obama 'Hardik' Donald Trump: Berhenti Merengek (Reuters)

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden AS Barack Obama pada Selasa, 18 Oktober 2016, merespons pernyataan Donald Trump yang mengklaim bahwa pemilihan Presiden AS tahun ini tidak adil.

Dengan nada tinggi ia meminta capres Partai Republik itu untuk "berhenti merengek" dan mulai serius berkampanye.

Dalam bahasa yang biasa digunakan untuk memarahi "remaja labil", Obama meninggalkan segala bentuk kesopanan dan sikap resminya kala mengomentari Trump. Padahal, pernyataan itu ia gelontorkan di Rose Garden, Gedung Putih, dalam rangka menyambut Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi.

Dikutip dari Asia One, Rabu (19/10/2016), Donald Trump mengklaim adanya konspirasi dalam sistem pemilu AS. Hal itu terkait dengan polling suaranya yang menurun drastis karena isu pelecehan seksual yang menimpanya.

Trump menuduh ada suara yang dibeli untuk memenangkan lawannya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.

Hal itu membuat Gedung Putih makin khawatir. Jangan-jangan  Trump dan pendukungnya tidak akan menerima hasil pemilu. Jika sampai terjadi, AS niscaya akan terjun ke krisis politik.

Menurut survei yang dilakukan Politico dan Morning Consult, 41 persen pemilih AS, termasuk 73 persen kaum Republikan, percaya suara untuk Trump meredup.

"Saya tak pernah melihat dalam seumur hidup ini atau bahkan di sejarah politik modern, ada seorang kandidat Presiden AS mencoba mempermalukan sistem pemilu kita bahkan jauh sebelum pengambilan suara dimulai. Ini memalukan," kata Obama.

"Jika apa pun yang terjadi akan membuat Anda hancur dan kalah, lalu Anda mulai menyalahkan orang lain? Well, Anda jelas tak mampu menjalankan tugas ini," ucap Obama.

Mengomentari tuduhan Trump bahwa ada jual beli suara, Obama mengatakan, "Tak ada bukti ada kegiatan seperti itu, baik sekarang maupun pemilu di masa lalu."

"Saya menasihati Trump untuk berhenti merengek dan cobalah untuk berbuat sesuatu meraih suaranya," tukas Obama.

Pernyataan tegas dari Obama itu datang menjelang debat ketiga sekaligus terakhir antara Trump dan Hillary.

Berikut rekaman Obama "hardik" Trump di tengah-tengah kunjungan PM Italia:

 

 

Menghitung Hari

Pemilu 8 November tinggal hitungan hari. Debat itu satu-satunya kesempatan Trump untuk membentuk citra positif untuk meraih jutaan suara.

Namun, kampanye di Colorado pada Selasa lalu mengindikasikan bahwa mulut "nyinyir" Trump tidak akan berhenti.

"Ini adalah awal dari pertempuran kita. Percayalah," kata Trump.

"Dan ini usaha terakhir kita, kawan. Atau kalian akan menderita selama 4 tahun, tak bisa menang," ujar miliarder nyentrik itu lagi.

Dalam kampanye itu, Trump juga mencoba meraih simpati suara kulit hitam AS. Ia mengatakan kelompok Afrika-Amerika adalah grup paling yang suaranya disalahgunakan.

"Kota-kota seperti Philadelphia, Chicago, dan St. Louis--di mana banyak penduduk kulit hitam-- paling rentan terdapat jual beli suara. Dan jika kita membicarakan warga di kota itu, mereka akan menyebut kita rasis," ungkap Trump.

"Percayalah kawan, saya akan menjadi orang paling banyak memperhatikan warga Afrika-Amerika di negara ini. Tak ada yang lain, bukan yang lain," kata Trump penuh percaya diri.

Sementara itu, kubu Demokrat menilai retorika Trump yang tak henti itu justru menguntungkan partai berlambang keledai itu. Suara Republik banyak yang beralih, pun dengan swing voters.

Kini ada indikasi bahwa Demokrat mulai berkampanye di lumbung suara-suara tradisional yang kuat dimiliki Republik. Hal itu terlihat dari rencana Michelle Obama yang akan berkampanye untuk Hillary di Arizona.

Negara bagian itu sudah tidak lagi memilih Demokrat semenjak Bill Clinton mengalahkan Bob Dole pada 1996.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya