Liputan6.com, Malta - Pemimpin dari dua negara adidaya ketika itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet bertemu di Malta. Pertemuan itu ditujukan untuk mengakhiri perang dingin.
Tak mudah memang mencapai kata sepakat. Namun, setelah dua hari melewati perundingan ketat, akhirnya pemimpin Soviet dan Amerika sepakat menyudahi pertikaian.
Pernyataan bersama ini dilangsungkan di atas, kapal perang Uni Soviet Maxim Gorky yang tengah bersandar di Malta. Dalam konfrensi pers tersebut kedua negara setuju mengurangi pasukan dan senjata di Eropa.
Advertisement
"Saya memastikan kepada Presiden Amerika Serikat, saya tidak akan memulai perang melawan AS," sebut pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, seperti dikutip dari BBC History, Sabtu (3/12/2016).
Senada dengan Gorbachev, Presiden AS ketika itu George Bush Senior mengatakan negaranya punya niat untuk menjalin hubungan yang baik dengan Uni Soviet.
Baca Juga
"Kami menyadari soal perdamaian abadi dan transformasi hubungan Timur dan Barat yang dapat menjadi kerjasama berkesinambungan," ucap Bush.
"Ini adalah masa depan yang saya dan Bapak Gorbachev mulai di sini di Malta," ucap dia.
Pertemuan di Malta pun merupakan sejarah besar. Bahkan disebut-sebut sama pentingnya saat Stalin, Churchill dan Roosevelt bertemu pada 1945 usai perang dunia II.
Pertemuan Gorbachev dan Bush pun saat itu dibayang-bayangi sejumlah kejadian besar di Eropa. Beberapa pekan lalu, Hungaria membuka perbatasannya bertepatan runtuhnya tembok berlin.
Bahkan sebelum pertemuan Malta, Pemerintah Jerman Timur yang baru dibentuk terpaksa dibubarkan.
Usai pertemuan Malta, serangkaian perjanjian pelucutan senjata antara Uni Soveit dan AS disepakati. Termasuk pada 1990, Bush dan Gorbachev mendatangani perjanjian pelucutan terbesar pasca perang dingin yang diberi nama START.
Selain itu, kejadian bersejarah lain yang terjadi pada 3 Desember 2012 adalah angin topan super dahsyat Bopha yang meluluhlantakkan Filipina. Sekitar 475 orang tewas.
Pada tanggal yang sama di tahun 2009, terjadi peristiwa bom bunuh diri di Mogadishu, Somalia, menyebabkan 25 orang tewas, termasuk 3 pejabat negara tersebut.