Liputan6.com, California - Penderita infeksi kulit kelak memiliki kemungkinan untuk mengobatinya dengan krim yang mengandung antibiotik dari bakteri yang hidup pada kulit.
Menurut sebuah studi terbaru, para ilmuwan menunjukkan dua antibiotik yang diperoleh dari sekresi (atau pengeluaran hasil kelenjar atau sel secara aktif) oleh bakteri kulit, hasilnya bisa membantu menghadang mikroba berbahaya.
Baca Juga
Kulit kita sejatinya diselimuti bakteri. Organisme mikro yang hidup pada kulit secara signifikan melebihi jumlah sel-sel dalam tubuh manusia.
Advertisement
Kebanyakan dari bakteri ini membantu kesehatan kita dan sebagian berbahaya. Di antaranya Staphlococcus aureus, yang dapat memperburuk kondisi kulit seperti gatal-gatal yang menjengkelkan dan memalukan yang disebut eksim.
Jika menjadi eksim resisten terhadap antibiotik, S. aureus dapat mengancam jiwa.
Pada kulit yang sehat, tubuh menyeimbangkan mikroba buruk dengan bakteri berguna yang menghasilkan peptida antibiotik alami. Tapi bagi sebagian orang, keseimbangan itu tidak ada.
Para peneliti di Universitas California San Diego memeriksa 10.000 koloni bakteri dan menemukan dua bakteri -- S. hominis dan S. epidermis -- yang ternyata menghasilkan antibiotik untuk melawan Staphlococcus aureus.
Dalam sebuah wawancara majalah Science, Richard Gallo, kepala Departemen Dermatologi Universitas California San Diego dan penulis senior studi tersebut, menyamakan penemuan peptida antimikroba itu dengan penemuan lain yang terkenal.
"Ini mencerminkan penemuan awal penisilin pada jamur roti. Ini pembentukan antibiotik secara alami yang sangat ampuh dan seperti disebut Dr. Nakatsuji secara selektif membunuh patogen tetapi mempertahankan bakteri normal untuk kesehatan yang hidup pada tubuh kita," kata Gallo seperti dilansir dari VOA News, Jumat (4/2/2017),
Teruaki Nakatsuji adalah penulis utama studi ini yang dipublikasikan dalam jurnal Science Translational Medicine.
Para peneliti mengisolasi dan kemudian meracik S. hominis dan S. epidermis menjadi krim, yang dibuat khusus dengan bakteri berguna dari masing-masing penderita eksim, yang kemudian dioleskan pada kulit mereka.
Setiap pasien melihat penurunan S. auerus yang dramatis pada kulit mereka. Krim ini juga menekan pertumbuhan antibiotik yang resisten terhadap S. aureus.
Gallo mengatakan kecil kemungkinannya bakteri berbahaya akan mengembangkan resistensi serupa terhadap peptida antibiotik alami seperti halnya terhadap antibiotik buatan manusia yang pada akhirnya gagal pada sebagian pasien.
Alasannya, krim yang dibuat sesuai kebutuhan individu ini berisi lebih dari satu antibiotik alami.
"Resistensi terjadi ketika Anda menyerang bakteri hanya dengan satu cara. Dan jenis pendekatan mikrobiom atau terapi bakteri ini menyerang patogen, dengan beberapa cara yang berbeda pada saat yang sama. Ternyata itulah cara tubuh melawan infeksi secara alami dan cara itu sudah efektif dalam evolusi ratusan ribu tahun," tambahnya.
Para peneliti mengatakan krim kulit yang dibuat, nantinya sesuai kebutuhan individu. Bahkan bisa dikembangkan untuk mengobati kondisi kulit lain seperti jerawat.