Mesir dan Turki Bersatu Respons Agresi Israel Atas Masjid Al Aqsa

Menlu Turki dan Mesir melakukan sambungan telepon membahas Al Aqsa. Menandai peningkatan intensitas bilateral negara Muslim.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 26 Jul 2017, 09:09 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2017, 09:09 WIB
Salat di Jalan Raya, Protes Warga Alat Pemindai di Al Aqsa
Penutupan delapan dari 10 pintu masuk Masjid Al Aqsa dan penjagaan tentara Israel dinilai sebagai pembatasan hak umat muslim beribadah.

Liputan6.com, Istanbul - Di tengah tensi tegang yang dipicu oleh rangkaian peristiwa di Masjid Al Aqsa di Kota Lama Yerusalem, menteri luar negeri Turki dan Mesir melakukan sambungan telepon yang membahas peristiwa tersebut. Pembicaraan itu dilaksanakan pada 23 Juli 2017.

Menurut laporan sumber anonim, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu dan Menlu Mesir Sameh Shoukry mendiskusikan situasi dan perkembangan terkini kompleks Masjid Al Aqsa. Demikian seperti yang dilansir media berbasis di Istanbul, Hurriyetdailynews.com, Selasa (25/7/2017).

Menlu Turki juga dilaporkan telah melakukan sambungan telepon dengan rekan sejawat dari Pakistan, Uzbekistan, dan Yordania pada 22 Juli kemarin.

Sambungan telepon itu menjadi salah satu penanda akan meningkatnya intensitas komunikasi diplomatik yang dilakukan oleh sejumlah negara yang tergabung dalam relasi bilateral maupun multilateral Muslim.

Padahal hubungan Mesir dan Turki sempat memburuk pasca-kudeta yang gagal di Ankara. 

Presiden Turki Recep Tayip Erdogan dan Presiden Mesir Abdul Fatah el-Sisi beberapa kali sempat saling serang di media.

Sebelumnya, Liga Arab menyebut bahwa tindakan Israel dalam peristiwa itu menyulut tensi tegang terhadap bangsa Arab dan negara Islam.

"Yerusalem merupakan garis merah yang tidak dapat dilintasi oleh Arab dan muslim. Dan apa yang terjadi beberapa hari terakhir merupakan upaya (Israel) untuk memaksakan sebuah realitas baru di Kota Suci itu," kata Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit, seperti yang dilansir dari Independent, Senin 24 Juli 2017.

"Pemerintah Israel telah bermain api dan meningkatkan krisis besar dengan Arab dan negara Islam," ucap Ahmed Aboul Gheit.

Sementara itu, pada 26 Juli 2017, Menteri Luar Negeri negara anggota Liga Arab akan melaksanakan pembicaraan darurat terkait situasi dan kondisi seputar Masjid Al-Aqsa serta konflik Israel-Palestina.

Liga Arab merupakan organisasi persekutuan yang--salah satu faktor--pembentukannya didasari atas kesamaan status kebangsaan dan bahasa yang digunakan negara anggota, yakni Arab.

Saat ini, negara anggota Liga Arab terdiri atas Mesir, Irak, Yordania, Lebanon, Arab Saudi, Suriah, Yaman, Libya, Sudan, Maroko, Tunisia, Kuwait, Aljazair, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Oman, Mauritania, Somalia, Palestina, Djibouti, dan Komoro.

Pada kesempatan yang berbeda, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengecam tindakan Israel dalam rangkaian peristiwa di Masjid Al Aqsa. OKI menilai bahwa perbuatan Tel Aviv di kompleks ibadah itu sebagai aksi ilegal.

Organisasi yang salah satu faktor utama pembentukannya dilatarbelakangi oleh isu Palestina itu juga berencana akan melaksanakan Open Ended Emergency Meeting of the Executive Comitee of OIC di Istanbul pada 1 Agustus 2017.

Perhelatan mulitlateral yang akan dihadiri perwakilan negara setingkat meteri itu ditujukan untuk membahas langkah serta sikap yang akan diambil OKI terhadap konflik Palestina-Israel dan situasi terkait rangkaian peristiwa di Masjid Al-Aqsa.

Saksikan juga video berikut ini:

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya