Perang Korut-AS Kemungkinan Pecah, Inggris Diminta Turun Tangan

Salah satu skenario dalam konflik bersenjata AS-Korut adalah kemungkinan itu akan meningkat menjadi perang skala penuh.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 29 Sep 2017, 11:04 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2017, 11:04 WIB
Korut lakukan uji coba rudal balistik
Uji coba rudal balistik yang dilakukan Korea Utara (AFP)

Liputan6.com, London - Ketegangan antara Amerika Serikat dan Korea Utara saat ini begitu tinggi sehingga pecahnya perang adalah "kemungkinan nyata" yang harus dipersiapkan oleh Inggris. Demikian peringatan yang dilontarkan oleh sebuah lembaga think tank pertahanan.

Konflik yang meletus antara Washington dan Pyongyang diperkirakan akan mengakibatkan ratusan ribu korban tewas, berdampak signifikan pada ekonomi global dan memiliki implikasi mendalam terhadap lanskap politik dan diplomatik Asia Timur. Hal tersebut diungkap dalam laporan Royal United Services Institute.

"Laporan ini tidak menyebutkan bahwa perang akan terjadi. Namun, probabilitas perang adalah prospek yang tidak menyenangkan," terang Profesor Malcolm Chalmers yang menulis laporan tersebut seperti dikutip dari Telegraph.co.uk pada Jumat (29/9/2017).

Dunia menyaksikan bagaimana konflik antara Korut dan AS telah meningkat selama satu tahun terakhir seiring dengan ambisi tiada henti Pyongyang atas program nuklir dan rudal yang dimaksudkan untuk mencapai "keseimbangan kekuasaan".

Serangkaian uji coba nuklir dan rudal Korut sepanjang tahun ini membuat pejabat AS khawatir bahwa Pyongyang telah lebih dekat dengan pengembangan rudal balistik antar benua yang mampu menghantam wilayah Negeri Paman Sam.

Donald Trump, selaku Presiden AS, sudah menegaskan bahwa opsi militer atas Korut berada di atas meja, meski di lain sisi tekanan dan upaya diplomatik terus digenjot.

Teranyar, pada hari Kamis waktu setempat, China memerintahkan agar seluruh perusahaan Korut yang beroperasi di wilayahya tutup per Januari 2018. Langkah ini dinilai akan memukul keras Pyongyang, mengingat Beijing merupakan sekutu dan mitra dagang utama mereka.

Adam Smith, mantan staf Dewan Keamanan Nasional di masa pemerintahan Barack Obama memperingatkan bahwa AS telah mencapai akhir upaya diplomatiknya dan sanksi terbaru bisa jadi yang terakhir.

"Kita hanya bisa berharap, bahwa konsekuensi ekonomi bagi Korut atas sejumlah sanksi akan cukup memadai untuk membantu menghindari konflik yang tidak menstabilkan dunia," tulis Smith di Daily Telegraph.

Inggris Diminta Turun Tangan

Profesor Malcolm Chalmers dalam laporannya mengingatkan bahwa perang antara Korut dan AS dapat meletus akibat dua hal. Pertama, serangan pre-emptive AS yang bertujuan menganggu program senjata nuklir Korut. Kedua, serangan Korut ke Korea Selatan, Jepang atau bahkan wilayah AS.

Salah satu skenario dalam konflik bersenjata AS-Korut adalah kemungkinan itu akan meningkat menjadi perang skala penuh yang berujung pada invasi AS ke Korut, disertai dengan kampanye siber dan udara untuk menghancurkan serta menganggu komunikasi, komando, dan kontrol.

Korut kemungkinan akan meluncurkan serangan rudal artileri dan taktis ke Seoul yang akan memicu jatuhnya korban sipil dalam jumlah yang tinggi.

Laporan tersebut juga mengungkap bahwa pasukan AS dan Korsel yang berteknologi tinggi kemungkinan akan mengalahkan jutaan tentara Korut dalam sebuah pertempuran yang sulit. Sementara, jenderal-jenderal Korut diperkirakan akan menggunakan taktik perang asimetris dengan penggunaan senjata nuklir demi melawan ketidakseimbangan kekuatan.

Profesor Chalmers pun meminta pemerintah Inggris untuk mendesak AS agar tidak mempertimbangkan untuk melakukan serangan lebih dulu terhadap Korut serta berkonsultasi dengan sekutu regional seperti Korsel, Jepang, dan Australia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya