Menlu AS: Kami Berkomunikasi Langsung dengan Korea Utara

Untuk pertama kalinya AS mengakui bahwa pihaknya menjalin komunikasi langsung dengan Korea Utara.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 01 Okt 2017, 12:04 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2017, 12:04 WIB
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Liputan6.com, Beijing - Amerika Serikat, pada Sabtu kemarin, untuk pertama kalinya mengakui bahwa mereka berkomunikasi langsung dengan pemerintah Korea Utara terkait dengan uji coba rudal dan nuklir negara itu.

"Kami tengah menyelidiki, jadi tunggu saja," ujar Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson dalam lawatannya ke China seperti dikutip dari The New York Times pada Minggu (1/10/2017).

Ia menambahkan, "Kami bertanya (pada mereka), 'Apakah Anda ingin berbicara?'. Kami memiliki jalur komunikasi dengan Pyongyang -- kami tidak sedang berada dalam situasi tanpa informasi".

Sejauh ini, Korut dianggap tidak menunjukkan minat untuk bernegosiasi secara serius. Sementara itu, Tillerson tidak menjelaskan indikasi tentang imbalan apa yang diberikan jika kelak Pyongyang bersedia memulai perundingan.

Namun, pemimpin Korut Kim Jong-un dinilai akan menolak setiap tawaran perundingan jika mengharuskan pihaknya melucuti senjata.

Saat ini, Negeri Paman Sam dan Korut kian intens saling balas retorika keras. Pyongyang mengklaim, pihaknya dapat melakukan uji coba nuklir di atmosfer dan memiliki hak untuk menembak jatuh pesawat AS, sekali pun di wilayah internasional.

"Kita bisa bicara dengan mereka," tegas Tillerson. Dan ketika ditanyakan apakah jalur komunikasi yang dimaksudnya melalui China yang merupakan sekutu utama Korut, Menlu AS itu menggelengkan kepalanya.

"Langsung," kata dia. "Kami memiliki saluran sendiri".

Diplomat AS tersebut menilai bahwa jika terjadi perundingan dengan Korut, maka tujuan akhirnya haruslah denuklirisasi di Semenanjung Korea. Pernyataan Tillerson itu menandai bahwa pemerintah Trump menempuh jalur berbeda dengan apa yang dilakukan pemerintah Barack Obama dalam mencapai kesepakatan nuklir Iran.

Pemerintah Obama kala itu menggunakan sejumlah "saluran belakang" dan komunikasi rahasia selama negosiasi bertahun-tahun hingga akhirnya tercapai sebuah kata sepakat.

Kunjungan Tillerson ke China terjadi saat Pentagon mempertimbangkan kebijakan lebih agresif terhadap Korut. Kemungkinan Washington tengah mempertimbangkan dua opsi. Pertama, menyerang lokasi peluncuran rudal Korut jika melihat persiapan uji coba di atmosfer dan kedua, menembak jatuh rudal dengan sistem pertahanan.

Yang terpenting menurut Tillerson adalah menurunkan suhu panas akibat perang kata-kata antara Trump dan Kim Jong-un. "Situasinya agak panas saat ini. Jika Korut bersedia menghentikan peluncuran rudal, itu akan menenangkan banyak hal".

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya