Liga Arab Serukan Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat

Sekretaris Jenderal Liga Arab mengajak warga dunia untuk menolak pengakuan AS terkait Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Des 2017, 06:27 WIB
Diterbitkan 11 Des 2017, 06:27 WIB
Ahmed Aboul Gheit, Sekretaris Jenderal Liga Arab
Ahmed Aboul Gheit, Sekretaris Jenderal Liga Arab (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Kairo - Ahmed Aboul Gheit, Sekretaris Jenderal Liga Arab menyerukan negara-negara di dunia untuk mengakui Palestina sebagai negara berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.

Hal itu dia suarakan untuk menanggapi pernyataan pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memindahkan Kedutaan Besar AS ke sana.

Dikutip dari VOA Indonesia, Senin (11/12/2017), Ahmed Aboul Gheit menyampaikan seruan itu pada Sabtu, 9 Desember, saat awal pertemuan darurat antara para Menteri Luar Negeri negara-negara anggota Liga Arab di Kairo, Mesir.

Dia menambahkan, keputusan kontroversial AS itu sama dengan "legalisasi pendudukan" Israel atas Palestina.

Menurut dia, keputusan itu menimbulkan pertanyaan mengenai peran AS sebagai juru runding perdamaian di Timur Tengah dan seluruh dunia.

Beberapa diplomat dari negara Liga Arab juga mengusulkan untuk mengajukan rancangan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB, yang isinya mengecam pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh pihak AS.

Pertemuan negara anggota Liga Arab itu diadakan menyusul timbulnya berbagai protes terkait pengakuan sepihak AS itu selama tiga hari berturut-turut di berbagai daerah Timur Tengah, seperti di Tepi Barat, Jalur Gaza, hingga Masjid Al-Azhar Kairo.

Dukung Palestina, Menlu RI Kenakan Syal Buatan Para Janda Syuhada

Di tengah tensi tinggi usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Indonesia juga turut menegaskan posisinya di mata dunia.

Tak tanggung-tanggung, penegasan itu disampaikan RI dalam perhelatan forum demokrasi internasional rutin, yakni Bali Democracy Forum ke-10 yang dilaksanakan di Banten pada 7-8 Desember 2017.

Perhelatan itu dihadiri oleh ratusan delegasi setingkat presiden, menteri, dan diplomat dari 96 negara, termasuk salah satunya perwakilan diplomatik AS di Indonesia.

Saat menyampaikan pidato pembuka BDF, Menlu Retno dengan tegas menyatakan, "Kami (Indonesia) mengecam pengakuan tersebut."

Selain menyatakan secara lisan terkait situasi tersebut, Menlu Retno juga melakukan penegasan sikap secara simbolik, yakni dengan mengenakan syal bermotif bendera Palestina.

Syal itu pun ia pamerkan di hadapan para delegasi BDF.

Retno menjelaskan latar belakang di balik keputusannya untuk mengenakan syal yang berwarna putih dengan garis hitam tipis itu.

"Saya mengenakan dan menunjukkan syal ini untuk menunjukkan komitmen Indonesia, bahwa pemerintah dan masyarakatnya selalu bersama Palestina," kata Retno.

Mantan Dubes RI untuk Belanda itu melanjutkan, "Syal ini dibuat oleh para janda yang hidup di Gaza, Palestina. Cerita di balik syal ini sangat menyentuh hati. Para janda ini para korban perang, dan korban macam-macam, ya (terkait situasi di Palestina)."

Retno menambahkan bahwa syal tersebut dibawa oleh salah satu orang Indonesia yang sudah hidup di Gaza beberapa tahun. Pria itu diketahui bernama Abdillah Onim, aktivis Indonesia untuk Palestina.

"Bapak (Onim) itu adalah mitra kita (Indonesia) untuk memimpin penyaluran bantuan kepada Palestina, yang juga menyasar kepada para janda di sana," kata Retno.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya