Atas Nama Melawan Ekstremisme, Suriah Sahkan UU yang Awasi Kegiatan Ulama

Pemerintahan Bashar al-Assad dikabarkan telah menandatangani UU baru yang memberi kewenangan lebih terhadap kementerian agama setempat.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 19 Okt 2018, 13:58 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2018, 13:58 WIB
Presiden Suriah Bashar al-Assad ke Ghouta Timur
Presiden Suriah Bashar al-Assad berbincang dengan pasukan pemerintah di garis depan wilayah Ghouta Timur, Minggu (18/3). Ini adalah pertama kalinya Assad mengunjungi daerah ini selama bertahun-tahun. (HO/SYRIAN PRESIDENCY FACEBOOK PAGE/AFP)

Liputan6.com, Damaskus - Presiden Suriah Bashar al-Assad telah menandatangani undang-undang baru, yang memperluas wewenang kementerian agama setempat untuk mengawasi kegiatan ibadah dan aktivitas ulama terkemuka di negara itu.

UU tersebut yang ditandangani oleh al-Assad pada tanggal 12 Oktober itu, dikabarkan memicu kontroversi di kalangan warga Suriah dan komunitas internasional.

Dikutip dari France24.com pada Jumat (19/10/2018), UU baru itu memberikan kekuatan tambahan kepada Kementerian Pemberdayaan Agama Suriah, atau "Wakaf" dalam bahasa setempat, mengatur seluruh kegiatan umat Islam di negara itu.

Secara khusus, menteri Wakaf akan memiliki peran dalam penamaan mufti --ulama agung-- berikutnya.

Para mufti sebelumnya selalu ditunjuk langsung oleh presiden Suriah, termasuk mufti Ahmed Badreddin Hassoun yang menjabat saat ini, merupakan hasil penunjukkan al-Assad pada tahun 2004.

Undang-undang baru juga menyinggung wewenang mufti, yang sebelumnya tidak terbatas, pada periode yang dapat diperbarui selama tiga tahun.

Menteri Wakaf saat ini akan mengawasi sekolah-sekolah agama, wewenang kepala Dewan pada Yurisprudensi Islam, dan mengatur program keagamaan di seluruh media massa.

Selain itu, UU baru juga menetapkan bahwa para imam muslim tidak diizinkan untuk bepergian ke luar Suriah, atau menghadiri konferensi apa pun bahkan di dalam negeri, tanpa izin menteri Wakaf.

Bahkan, UU baru tersebut melarang pengkhotbah dan guru agama dari upaya "memicu perselisihan sektarian" atau "mengambil keuntungan untuk tujuan politik."

Untuk diketahui, populasi mayoritas Suriah sebelum perang adalah muslim Sunni, yang diikuti oleh sejumlah kecil Muslim Syiah dan Alawit, yang merupakan sekte kepercayaan keluarga al-Assad.

Namun, menurut laporan dari kantor berita AFP, minoritas Kristen dan Druze --agama etnik setempat-- akan semakin terdesak, meski pemerintah tidak sedikit pun menyinggung pembatasan aktivitas ibadahnya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Memicu Pro dan Kontra

Bendera Suriah (AP/Hassan Ammar)
Bendera Suriah (AP/Hassan Ammar)

Undang-undang itu telah memicu kontroversi bulan ini, dengan banyak yang mengatakan pemerintah Suriah melampaui batas tentang urusan agama.

Beberapa pihak lain mengatakan UU baru itu merupakan cara untuk mengatur wacana keagamaan dalam "memerangi ekstremisme."

Dalam wawancara televisi baru-baru ini, menteri Wakaf saat ini, Mohammad Abdulsattar al-Sayyed, menggambarkan undang-undang baru tersebut sebagai "pencapaian besar".

"Ini pertama kalinya ada undang-undang yang memberikan kontrol dan standar jelas untuk pekerjaan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh imam dan pengkhotbah," katanya.

Namun seorang pengacara Suriah mengatakan kepada AFP bahwa undang-undang itu merupakan perluasan kendali negara yang mengkhawatirkan.

Menurutnya, berbicara secara anonimitas, menteri Wakaf saat ini dapat bebas campur tangan "dalam kegiatan yang tidak terkait dengan administrasi kementerian, termasuk soal literatur agama."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya