Diduga Korupsi Proyek Panel Surya, Najib Razak Kembali Diperiksa KPK Malaysia

Mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak diperiksa Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC) pada Kamis 8 November 2018.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 08 Nov 2018, 17:43 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2018, 17:43 WIB
Ekspresi Najib Razak Sebelum Diperiksa Komisi Anti-Korupsi Malaysia
Ekspresi eks PM Malaysia Najib Razak saat tiba di Kantor Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC) di Putrajaya, Kamis (24/5). Najib diperiksa terkait penyelidikan korupsi miliaran dolar atas dana 1Malaysia Development Berhad (1MDB). (AP Photo/Vincent Thian)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Mantan perdana menteri Malaysia Najib Razak diperiksa Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC) pada Kamis 8 November 2018 seputar kasus korupsi. Najib tiba di kantor KPK Kuala Lumpur pada pukul 09.40 pagi waktu setempat.

Seorang narasumber MACC menegaskan bahwa Najib diminta untuk memberikan keterangan atas penyelidikan terhadap "beberapa" kasus korupsi yang tidak dijelaskan secara spesifik.

Salah satunya adalah korupsi proyek pengadaan panel surya untuk sekolah-sekolah di pedesaan Sarawak senilai 1,25 juta ringgit (berkisar Rp 6 triliun), demikian seperti dikutip dari The Strait Times, Kamis (8/11/2018).

Proyek itu menimbulkan kontroversi ketika berbagai kabar menyebut bahwa kontrak diberikan kepada Bintulu --firma yang mengerjakan proyek itu-- atas "perintah langsung" dari Najib Razak yang masih menjabat sebagai PM Malaysia.

Beberapa orang telah dipanggil untuk ditanyai atas kasus tersebut, termasuk mantan Menteri Pendidikan Mahdzir Khalid, dan mantan staf khusus Najib.

Mantan staf khusus itu ditahan di MACC selama total enam hari sebagai bagian dari pemeriksaan.

Diduga bahwa mantan staf khusus Najib Razak itu telah meminta uang dari perusahaan yang dianugerahi kontrak, yakni, Bintulu.

 

Simak video pilihan berikut:

Najib Razak dan Eks Sekjen Keuangan Malaysia Dituduh Tilap Rp 24 T

Najib Razak Didakwa Pencucian Uang
Mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak tiba di Pengadilan Tinggi Malaya, Kuala Lumpur, Rabu (8/8). Najib Razak akan dihadapkan dengan dakwaan baru di bawah undang-undang anti pencucian uang untuk kasus megakorupsi 1MDB. (AP/Yam G-Jun)

Sebelumnya, mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan pejabat tinggi keuangannya didakwa enam tuduhan penyelewengan keuangan nasional, yang melibatkan dana pemerintah sebesar RM 6,6 miliar, atau setara Rp 24 triliun, dengan kurs Rp 3.644 per 1 ringgit.

Tuduhan terhadap Najib Razak dan Irwan Serigar Abdullah, mantan Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Malaysia, adalah yang terbaru dalam tindakan tegas pemerintah Negeri Jiran, terhadap skandal korupsi yang melanda negara itu.

Jika terbukti bersalah, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Kamis 25 Oktober 2018, setiap tuduhan akan membebani keduanya dengan ancaman hukuman penjara hingga 20 tahun, denda, dan hukuman cambuk.

Jaksa penuntut mengatakan keduanya diduga melakukan tindak korupsi dana pemerintah senilai 220 juta ringgit (setara Rp 802 miliar), yang ditujukan untuk operasional Bandara Internasional Kuala Lumpur Berhad (operator KLIA dan KLIA 2), yang menjadi hub penerbangan utama Malaysia.

Selain itu, keduanya juga dituduh menyelewengkan dana senilai 1,3 miliar ringgit (setara Rp 4,7 triliun), yang dimaksudkan untuk program subsidi dan bantuan tunai.

Jaksa juga menuduh keduanya menilap beberapa dana pemerintah lainnya senilai 5,12 miliar ringgit, atau setara Rp 18,6 triliun.

Saat ini, Najib Razak sudah menghadapi 32 tuduhan, termasuk pencucian uang, korupsi dan pelanggaran dakwaan kepercayaan atas transaksi terkait dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB).

Najib mengaku tidak bersalah dan persidangannya akan dimulai tahun depan.

Amerika Serikat (AS) juga menuduh bahwa dana sebesar US$ 4,5 miliar turut diedot oleh pendanaan raksasa itu, di mana US$ 700 juta di antaranya konon masuk ke rekening pribadi Najib.

Skandal korupsi di 1MDB, yang digagas oleh Najib pada tahun 2009, menyebabkan koalisinya jatuh dalam pemilihan umum Malaysia, Mei lalu.

Beberapa mantan pejabat tinggi telah dituduh terlibat korupsi sejak kemenangan pemilu yang tak terduga dari koalisi, yang dipimpin oleh Mahathir Mohamad.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya