Uni Afrika Desak Republik Demokratik Kongo Tunda Pengumuman Hasil Pemilu

Uni Afrika dikabarkan mendesak pemerintah Republik Demokratik Kongo untuk menunda pengumuman resmi hasil pemilu presiden setempat.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 18 Jan 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2019, 13:00 WIB
Aksi unjuk rasa di Republik Demokratik Kongo, mendesak Presiden Joseph Kabila turun dari jabatannya (AFP/John Wessels)
Aksi unjuk rasa di Republik Demokratik Kongo, mendesak Presiden Joseph Kabila turun dari jabatannya (AFP/John Wessels)

Liputan6.com, Kinshasa - Uni Afrika (AU) meminta Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) untuk menunda pengumuman hasil pemilu presidennya, guna menghindari kisruh lebih jauh di tengah masyarakatnya.

Organisasi pan-Afrika itu, yang bertujuan untuk mempromosikan persatuan dan demokrasi, mengatakan pihaknya memiliki "keraguan serius" tentang hasil sementara yang dirilis pekan lalu.

Dikutip dari BBC pada Jumat (18/1/2019), kandidat oposisi Felix Tshisekedi dinyatakan sebagai pemenang, tetapi, lawan lain dari pemerintahan saat ini, Martin Fayulu, mengklaim bahwa dirinya-lah yang meraih suara terbanyak.

Sementara itu, penghitungan suara pada pemilu RD Kongo dijadwalkan jatuh tempo pada hari Jumat ini.

Sejumlah kepala negara dan pemerintah AU bertemu di ibukota Ethiopia, Addis Ababa, pada hari Kamis, dan mengeluarkan pernyataan bersama dalam menyikapi sengketa pemilu di RD Kongo pada 30 Desember lalu.

"Ada keraguan serius pada kesesuaian hasil sementara, sebagaimana dinyatakan oleh Komisi Pemilihan Umum Independen," bunyi pernyataan terkait.

"Karena itu, (AU) menyerukan penangguhan pengumuman resmi hasil akhir pemilu Kongo," tambahnya.

 

Simak video pilihan berikut:

Beberapa Kecurigaan pada Hasil Penghitungan Suara

Presiden Republik Demokratik Kongo Joseph Kabila (AP)
Presiden Republik Demokratik Kongo Joseph Kabila (AP)

Di lain pihak, Fayulu menuduh pemenang sementara, Tshisekedi, membuat kesepakatan dengan Presiden Joseph Kabila yang akan segera lengser.

Kabila sendiri telah berkuasa selama 18 tahun terakhir, dan mengatakan bahwa hasil pemilu terkini akan menciptakan --untuk pertama kalinya-- transfer kekuasaan yang tertib di Kongo, sejak negara itu menerima kemerdekaan dari Belgia pada 1960 silam.

Komisi pemilihan umum Kongo mengatakan Tshisekedi meraih 38,5 persen suara, beberapa tingkat lebih tinggi dibandingkan Fayulu, yang mendapat 34,7 persen.

Adapun kandidat koalisi yang berkuasa, Emmanuel Shadary, dikabarkan hanya mampu meraih suara sebesar 23,8 persen.

Fayulu dikabarkan akan mengajukan banding di Mahkamah Konstitusi Kongo pada Sabtu esok, menuntut penghitungan ulang suara secara manual.

Tetapi pengadilan tidak pernah membalikkan hasil sebelumnya, dan beberapa orang berpikir sebagian besar hakimnya dekat dengan partai yang berkuasa.

Deklarasi Tshisekedi sebagai pemenang juga telah diperdebatkan oleh Gereja Katolik yang berpengaruh, di mana mengatakan pihaknya telah mengerahkan 40.000 pemantau pemilu di seluruh negeri.

Pakar politik internasional yang berbasis di AS, dan pemerintah Prancis dan Jerman, juga menyatakan keraguan serupa terhadap hasil pemilu Kongo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya