Mengenal Ghosting, Menghilang Tanpa Jejak Ketika Tumbuh Benih Cinta

Ghosting, yang berarti memutus semua komunikasi tanpa memberikan penjelasan apa pun, tengah populer di kalangan milenial.

oleh Afra Augesti diperbarui 03 Feb 2019, 20:40 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2019, 20:40 WIB
Ilustrasi main ponsel sebelum tidur (iStock)
Ilustrasi main ponsel sebelum tidur (iStock)

Liputan6.com, New York - Pernahkah Anda mengalami putus komunikasi secara tiba-tiba dengan orang yang sedang Anda 'incar' untuk dijadikan kekasih?

Mulanya, segala sesuatu terjalin lancar dan mulus, sesuai rencana. Namun, mendadak dia mulai tak merespons satu pesan Anda. Lalu, menjawabnya dengan intensitas tak secepat seperti awal pendekatan.

Kemudian setelah itu, dia sudah tak hanya ogah-ogahan membalas pesan, namun juga tak menerima panggilan Anda, atau mematikan teleponnya untuk jangk waktu lama. Apa yang Anda dengar hanyalah suara dari voicemail.

Di satu sisi, Anda mungkin mulai khawatir. Tanda tanya besar mendadak muncul di benak Anda: Mengapa? Ada apa? Apa yang bisa menjelaskan 'lenyapnya' mereka secara tiba-tiba?

Karena diselimuti rasa penasaran, Anda akhirnya memutuskan untuk mencari tahu melalui seluruh media sosial yang dia gunakan. Begitu melihat pembaruan darinya di jagat maya atau dari teman bersama, rasa was-was Anda pun sedikit terobati. Dia masih hidup dan sehat.

Tetapi, tahukah Anda bahwa dia baru saja 'raib' dari hidup Anda dan melakukan ghosting? Apa itu ghosting?

Ghosting, yang berarti memutus semua komunikasi tanpa meberikan penjelasan sepatah katapun, disebut sedang marak terjadi di tengah masyarakat saat ini. Termasuk di kalangan milenial dan anak-anak remaja.

Tetapi, ilmuwan menyebut bahwa ghosting adalah perilaku yang lumrah dilakukan oleh manusia saat melakukan interaksi. Meski istilah ghosting kerap dikaitkan dalam konteks kencan, tetapi ini juga terjadi dalam jalinan persahabatan.

Hadir Pula di Komunikasi Bisnis

Bahkan, kini telah merambah ke dunia bisnis dan menjadi tren nyata dalam hubungan profesional. Misalnya saja ada sejumlah perusahaan yang mengklaim bahwa mereka telah menjadi korban ghosting, di mana seorang bos mengaku bahwa ada beberapa pegawainya yang tiba-tiba absen masuk kantor selama beberapa bulan --dan tidak pernah muncul kembali-- tanpa ada komunikasi terlebih dahulu.

Temuan ini dilaporkan berdasarkan survei yang dilakukan oleh Federal Reserve Bank of Chicago. Mereka kemudian mencatatnya dalam Beige Book yang rilis pada bulan Desember 2018, sebuah laporan yang melacak tren pekerjaan.

Ghosting disebut sebagai perilaku manusia yang aneh. Lantas, apa yang mendorong seseorang melakukannya? Apakah beberapa orang lebih suka memilih ghosting ketimbang strategi lain untuk mengakhiri sebuah hubungan? Selain itu, apa dampak ghosting pada mereka yang 'mengejar'?

Para psikolog baru-baru ini mulai mengupas persoalan ini.

"Tidak ada banyak makalah aktual yang diterbitkan tentang ghosting," kata Tara Collins, seorang profesor psikologi di Winthrop University di Rock Hill, Carolina Selatan.

"Tetapi ketika penelitian tentang ghosting mulai muncul, psikolog juga dapat memanfaatkan apa yang mereka ketahui tentang psikologi hubungan, untuk menawarkan beberapa petunjuk, imbuhnya, seperti dilansir Live Science, Minggu (3/2/2019).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

1. Fenomena Baru

Patah Hati
Ilustrasi/copyright unsplash.com/Thirteen J

Ghosting adalah kejadian yang tak jarang terjadi dan dapat menimpa siapa saja di Bumi ini. Sebuah penelitian yang melibatkan 1.300 orang, yang diterbitkan dalam Journal of Social and Personal Relationships pada tahun 2018, menemukan bahwa sekitar seperempat orang dari jumlah tersebut menjadi korban ghosting. Sedangkan seperlimanya melaporkan bahwa mereka adalah pelaku ghosting.

Ghosting dalam persahabatan mungkin adalah kasus yang umum, sebab lebih dari sepertiga peserta penelitian mengaku bahwa mereka telah melakukan ghosting kepada teman atau menjadi korban ghosting seseorang.

Angka-angka ini mungkin jumlahnya akan lebih tinggi, karena survei lain yang dilakukan pada tahun 2018 menemukan 65 persen dari peserta (1.300 orang) melaporkan bahwa mereka sebelumnya pernah melakukan ghosting kepada mantan pasangan, dan 72 persen melaporkan bahwa eks calon kekasih mereka telah melakukan ghosting.

Namun kenyatannya, ada beberapa strategi berbeda yang bisa diambil oleh seseorang untuk mengakhiri sebuah hubungan. Sebagian besar orang di dunia ini mungkin baru menyadari bahwa ghosting adalah strategi yang umum diterapkan, terutama karena teknologi telah mengubah cara manusia dalam berinteraksi satu sama lain.

"Saya menduga bahwa mereka yang mengabaikan mantan pasangannya atau mitra kerjanya untuk waktu yang lama, juga merupakan efek dari penggunaan media sosial dan teknologi," kata Collins kepada Live Science.

"Ketika begitu mudah bagi kedua insan untuk bisa saling berkomunikasi tanpa bertatap muka sebelumnya, maka ghosting adalah 'alat' yang sangat jelas dan sengaja dipakai oleh seseorang yang ingin mengabaikanmu," imbuhnya.

Ghosting, dalam konteks strategi, menjadi umum diterapkan bagi mereka yang berkenalan melalui media sosial atau situs kencan daring (online).

Di zaman serba canggih seperti sekarang, orang-orang dapat menjalin hubungan romantis dengan seseorang yang tidak pernah mereka temui sebelumnya. Karena alasan inilah, seseorang yang melakukan ghosting akan lebih mudah untuk meninggalkan semuanya dan menghilang tanpa konsekuensi, kata Collins.

2. Bagaimana Orang-Orang Mengakhiri Hubungan?

Patah Hati
Ilustrasi/copyright unsplash.com/Anthony Tran

Dalam sebuah makalah tahun 2012, yang diterbitkan dalam Journal of Research in Personality, Collins dan rekannya menganalisis taktik perpisahan dan mengidentifikasi sikap yang umum digunakan oleh manusia.

Salah satu strategi yang paling umum dipakai adalah "konfrontasi terbuka," di mana mereka langsung mendiskusikan dengan bertatap muka untuk mengakhiri hubungan.

Sementara itu, ada pula yang menerapkan strategi "penghindaran", di mana satu pasangan mengurangi kontak dengan orang lain, menghindari pertemuan di masa depan atau mengungkapkan sedikit informasi tentang kehidupan pribadi mereka.

Namun strategi terpopuler lainnya adalah "menyalahkan diri sendiri," yang pada dasarnya diterjemahkan menjadi "itu bukan kamu, ini aku."

"Ada juga yang memutuskan hubungan dengan menggunakan strategi 'peningkatan biaya'. Ini pada dasarnya membuat hubungan begitu buruk, sehingga pasanganmu memutuskan untuk setop," ucap Collins.

Orang lain dapat pula menggunakan strategi "komunikasi yang dimediasi" untuk putus, yang berarti: pihak pertama berbicara tentang keinginan untuk mengakhiri hubungan kepada pihak ketiga, dengan harapan bahwa pihak ketiga akan menyampaikannya kepada pihak kedua atau pasangan.

Pihak ketiga ini tak hanya berwujud manusia, tapi juga media sosial atau surat elektronik.

Ghosting kerap dikaitkan dengan kombinasi antara teknik penghindaran dan strategi komunikasi yang dimediasi, menurut Collins.

"Anda menghindar dari pertemuan dan tidak ingin berbicara dengan orang tersebut, lalu media sosial Anda adalah pihak ketiga yang memberi tahu dia bahwa Anda telah pergi," begitu kata Collins.

3. Siapa yang Biasanya Ghosting?

patah hati
patah hati/copyright: pexels.com/burak kostak

Ghosting sebenarnya lebih banyak mengungkapkan tentang kepribadian ghoster (orang yang melakukan ghosting) daripada ghostee (korban ghosting).

"Orang-orang yang tidak suka memiliki kedekatan secara emosional, mereka mungkin lebih cenderung untuk ghosting," kata Collins.

Dalam sebuah studi tahun 2018, para peneliti membagi orang menjadi: mereka yang memiliki mindset tetap tentang masa depan, percaya pada takdir dan berpikir bahwa suatu hubungan dapat atau tidak terjalin; dan mereka yang memiliki mindset berkembang dan percaya bahwa hubungan membutuhkan usaha untuk bersemi.

Sebanyak 60 persen dari kelompok pertama mengungkapkan bahwa ghosting adalah cara yang dapat diterima untuk mengakhiri hubungan dan lebih mungkin melakukannya. Sedangkan pihak kedua hanya 40 persen yang membenarkannya.

Penelitian ini telah dipublikasikan dalam Journal of Social and Personal Relationships.

4. Waktu Ghosting

Patah hati
Patah hati/copyright: unsplash/dmitry schmelev

Ahli hubungan asmara umumnya menyarankan untuk melepaskan orang yang melakukan ghosting. Jika Anda tergoda untuk berhubungan dengan mereka, pikirkanlah tentang hasil yang Anda dapatkan.

Seseorang yang 'membayangi' Anda telah menunjukkan ketidakmampuannya sendiri untuk menangani konflik dengan cara yang sehat. Tanyakan pada diri sendiri, apakah Anda benar-benar ingin kembali menjalin hubungan dengannya?

Langkah berikutnya: tahan godaan untuk mencari tahu tentang hidupnya di media sosial. Jika Anda tidak bisa melepaskannya, Anda mungkin bisa mengatakan padanya untuk memberi tahu bahwa perilakunya tidak dapat diterima, tidak dewasa dan tidak berbelas kasih.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya