Liputan6.com, Teheran - Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, mengatakan negaranya tidak akan bernegosiasi dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, kecuali Negeri Paman Sam menunjukkan rasa hormat kepada Teheran, dengan menghormati komitmennya berdasarkan kesepakatan nuklir yang disengketakan.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNN, Zarif memperingatkan AS untuk tidak "memainkan permainan yang sangat, sangat berbahaya", merujuk pada kehadiran militernya di Teluk Persia.
Advertisement
Baca Juga
Zarif mengkritik AS karena mengirim serangkaian armada perang, termasuk kapal induk USS Abraham Lincoln ke Teluk Persia dalam sebulan terakhir, demikian sebagaiaman dikutip dari CNN pada Selasa (28/5/2019).
"Menghadirkan semua aset militer di wilayah kecil, dengan sendirinya akan memicu kecelakaan fatal," kata Zarif. "Diperlukan kehati-hatian yang ekstrem dan Amerika Serikat dalam memainkan permainan yang sangat, sangat berbahaya."
Zarif kembali menyampaikan kekecewaan atas keluarnya AS dalam Joint Comprehensive Plan of Action, atau JCPOA, yakni sebuah kesepakatan yang diteken pada 2015 untuk membatasi kemampuan nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi.
"Kami bertindak dengan itikad baik," kata Zarif tentang kesepakatan itu, yang ditandatangani oleh AS, Iran, Inggris, China, Prancis, Jerman, dan Rusia.
"Kami tidak mau berbicara dengan orang yang telah melanggar janji mereka," lanjutnya menegaskan.
AS dan Iran Saling Ancam
Awal bulan ini, Donald Trump mengatakan Iran seharusnya menawarkan pembicaraan damai dengannya.
Tetapi, pada pekan lalu, Trump justru mengeraskan retorikanya.
"Jika Iran ingin bertarung, itu akan menjadi akhir hayatnya," kata presiden AS ke-45 itu dalam sebuah twit. "Jangan pernah mengancam Amerika Serikat lagi!"
Menanggapi hal tersebut, Zarif mengatakan: "Iran tidak akan pernah bernegosiasi dengan paksaan!"
"Anda tidak bisa mengancam rakyat Iran, dan memaksa kami terlibat, jika Anda tidak menunjukkan penghormatan. Ancaman bukan cara yang baik," lanjutnya.
Zarif menambahkan bahwa akan ada konsekuensi yang menyakitkan jika terjadi eskalasi di Teluk Persia, meski ia menegaskan bahwa Iran tidak ingin terlibat konflik terbuka.
Sebagai gantinya, Zarif menyerukan untuk segera mengakhiri "perang ekonomi" yang dilakukan AS terhadap Iran, dengan mengatakan bahwa sanksi itu "merampas hak warga negara dari mata pencaharian mereka."
"Yang ingin kami lakukan adalah menjual minyak kami," kata Zarif.
Dia mengatakan sanksi AS, yang telah memukul ekonomi Iran dengan keras, "sama dengan terorisme" pada warga negaranya.
Advertisement
Ancaman Iran Jelang Satu Tahun Keluarnya AS dari Kesepakatan Nuklir
Dalam selang waktu berdekatan, Iran mengumumkan akan menarik sebagian dari kesepakatan nuklir, tepat pada satu tahun keluarnya AS dari perjanjian itu pada 7 Juli nanti.
Iran menegaskan bahwa rentang waktu yang tersissa memberi kesempatan untuk negosiasi tentang pengurangan pembatasan pada sektor perbankan dan minyak Iran yang terpukul parah.
Jika tidak ada tanggapan dari AS, Iran mengatakan akan melakukan pembalasan yang tidak ditentukan.
Sementara itu, penandatangan kesepakatan nuklir Iran dari kubu Eropa berada dalam posisi sulit, yakni mengikuti langkah AS, atau mempertahankan pakta untuk mendukung seruan pengurangan pembatasan, meski ada ancaman sanksi oleh Washington.