Liputan6.com, Kuala Lumpur - Sebanyak 16 orang Warga Negara Indonesia (WNI) ditangkap kepolisian Malaysia terkait kasus judi online. Mereka disebutkan telah menjalankan bisnis ilegal itu selama hampir setahun sebelum akhirnya digerebek.
Para WNI itu mendapatkan untung lebih dari RM200.000 atau sekitar Rp 681 juta sehari.
Baca Juga
Indonesia-Polandia Perkuat Hubungan Persahabatan Lewat Acara Jalan Bersama di Car Free Day Jakarta
Peringati Hari Toilet Sedunia, Perusahaan ini Ajak Ratusan SD di Indonesia ‘Melek’ Pentingnya Toilet BersihÂ
Pariwisata Indonesia Ukir Prestasi, Menangkan Kategori Best of Romance dalam Condé Nast Johansens Awards for Excellence
The Star Malaysia yang dikutip Rabu (26/6/2019) melaporkan, para WNI itu menjalankan kasino online mereka dari empat tempat di Bayan Lepas, Malaysia.
Advertisement
Dalam dua penggerebekan pada Jumat 21 Juni dan Sabtu 23 Juni lalu, para penyelidik dari Departemen Investigasi Kejahatan Penang dan polisi Distrik Northwest akhirnya menghentikan aksi ilegal mereka.
Kepala kepolisian Penang T. Narenasagaran, pada konferensi pers kemarin, mengatakan mereka menangkap 11 pria Indonesia berusia antara 19 dan 47 tahun. Selain itu juga diamankan lima wanita asal Indonesia berusia antara 24 dan 32 tahun.
Polisi kemudian juga menyita komputer, ponsel, modem, router nirkabel dan perangkat perbankan online.
"Jaringan itu menciptakan situs web untuk perjudian online dan menggunakan WeChat serta Whatsapp untuk berkomunikasi dengan klien di Indonesia," papar T. Narenasagaran.
T. Narenasagaran menambahkan bahwa layanan judi online yang dioperasikan ke-16 WNI tersebut termasuk bertaruh pada poker, sepakbola, dan lotre.
Secara terpisah, T. Narenasagaran mengatakan polisi Penang juga melumpuhkan sindikat distribusi heroin dan ekstasi serta menyita narkoba senilai RM718.700.
Sindikat itu diketahui setelah tim anti-narkotika menggerebek empat tempat di Seberang Jaya, Central Seberang Prai, Simpang Empat dan South Seberang Prai.
Selama penggerebekan, dilakukan antara jam 15.55 sore dan jam 17.00 sore pada hari Sabtu. Polisi juga menangkap seorang pria berusia 23 tahun dan menyita hampir 39 kg heroin, 810 gram obat-obatan berbasis heroin dan 4.500 pil ekstasi.
4 Terduga Perencana Teror Saat Ramadan, Salah Satunya WNI
Sebelumnya, empat pria telah ditangkap oleh polisi Malaysia pada akhir pekan lalu karena merencanakan pembunuhan dan serangan teror skala besar di Lembah Klang.
Inspektur Jenderal Polisi Malaysia, Abdul Hamid Bador mengatakan, keempatnya telah mengaku sebagai "sel teroris" terafiliasi ISIS dan sedang bersiap untuk menyerang pada pekan pertama Ramadan untuk membalas kematian pemadam kebakaran Muhammad Adib Mohd Kassim.
"Mereka berencana untuk membunuh orang-orang terkenal yang mereka tuduh tidak mendukung Islam atau menghina Islam," kata Bador seperti dilansir Channel News Asia, Senin 13 Mei 2019.
"Selain itu, mereka juga merencanakan serangan besar-besaran terhadap tempat-tempat ibadah Kristen, Hindu dan Budha serta pusat-pusat hiburan di Lembah Klang," katanya kepada wartawan di markas polisi di Bukit Aman.
Muhammad Adib meninggal pada 17 Desember 2018 setelah terluka parah di tengah kekacauan di Kuil Sri Maha Mariamman Seafield di Selangor, tempat kerusuhan meletus terkait relokasi kuil.
Pemeriksaan atas kematiannya sedang berlangsung.
Terkait rencana serangan teror yang gagal, Inspektur Jenderal Hamid mengatakan para tersangka adalah: seorang Malaysia, dua Rohingya dan seorang Indonesia - ditangkap di Terengganu dan Lembah Klang antara 5 Mei dan 7 Mei 2019.
Pemimpin sel teroris adalah seorang pekerja konstruksi Malaysia berusia 34 tahun. Dia ditangkap di Kuala Berang, Terengganu, pada 5 Mei 2019
Selama penangkapannya, polisi menyita satu pistol dan 15 peluru, bersama dengan enam alat peledak rakitan (IED), masing-masing berukuran setidaknya 18 cm, kata kepolisian.
Salah satu pria Rohingya, seorang pelayan berusia 20 tahun, memiliki status pengungsi, tambahnya. Dia dijemput pada 7 Mei.
"Dia mengaku mendukung kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), dan telah merencanakan untuk menyerang Kedutaan Besar Myanmar di Kuala Lumpur dan melanjutkan jihadnya di Rakhine," kata Abdul Hamid.
Seorang Indonesia ditangkap di Subang Jaya, sedangkan penangkapan terakhir yang melibatkan seorang Rohingya lainnya terjadi di Jalan Klang Tua, keduanya pada 7 Mei 2019.
Inspektur Jenderal Abdul Hamid mengatakan, Kepolisian Malaysia masih melacak tiga anggota sel teror lainnya. 2 dari 2 halaman
Advertisement
Dua WNI Lainnya Diciduk
Pada bulan Mei lalu, Otoritas Malaysia juga telah mengamankan tujuh orang terduga teroris dalam dua penangkapan terpisah pada awal bulan ini. Dari semua tersangka, dua di antaranya diduga berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Pada gelombang penangkapan pertama, Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM) menangkap empat tersangka: seorang Malaysia, dua Rohingya dan seorang Indonesia, di Terengganu dan Lembah Klang antara 5 Mei dan 7 Mei 2019.
Sementara pada gelombang penangkapan kedua --yang merupakan susulan dari gelombang pertama-- PDRM menangkap tiga tersangka: dua Malaysia dan seorang Indonesia, di Kedah dan Selangor pada 14 Mei 2019.
Selain dugaan status kewarganegaraan para tersangka, berikut 4 fakta lain seputar penangkapan terduga sel teroris di Malaysia awal bulan ini, seperti dikutip dari berbagai sumber, Minggu 19 Mei 2019.
Baca selengkapnya di sini...