UNHCR: RI Terus Beri Perhatian Besar Soal Nasib Pengungsi di Indonesia

UNHCR mengapresiasi sikap pemerintah RI yang terus menaruh perhatian besar pada persoalan pengungsi internasional di Indonesia.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 09 Jul 2019, 20:36 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2019, 20:36 WIB
Puluhan Imigran Terlantar di Trotoar Jalan Kebon Sirih
Sejumlah pengungsi berkumpul di trotoar depan Kantor UNHCR Menara Ravindo, Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (3/7/2019). Para imigran hampir seminggu terlantar di trotoar depan Menara Ravindo untuk meminta tempat tinggal dan keputusan suaka. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pejabat Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengapresiasi sikap pemerintah RI yang terus menaruh perhatian besar pada persoalan pengungsi dan pencari suaka internasional di Indonesia.

Namun, kedua pihak turut mengakui adanya keterbatasan dan kendala dalam memberikan pemenuhan kebutuhan mendasar kepada mereka.

Isu soal nasib pengungsi dan pencari suaka di Indonesia kembali menjadi sorotan tahun ini. Media Tanah Air ramai memberitakan tentang kondisi hidup mereka yang memprihatinkan, dengan sejumlah terlihat berkemah di beberapa titik di Ibu Kota, menunggu sampai dapat pertolongan dari otoritas atau lembaga terkait.

Farzad Hussaini (21) salah satunya. Ia meninggalkan tanah kelahirannya di Ghazni, Afghanistan sejak 2015.

Konflik bersenjata antara Taliban, Al-Qaeda, ISIS dan pasukan koalisi NATO jadi alasan Farzad pergi mencari suaka.

Farzad memilih Indonesia sebagai titik transit, berharap bahwa UNHCR di Jakarta mampu mengabulkan permohonannya untuk mencari suaka ke negara resettlement atau penerima pengungsi.

Namun, sejak menginjakkan kaki di Jakarta pada November 2015, permohonan Farzad untuk mencari suaka ke negara resettlement belum juga dikabulkan. Kini, ia menelantar di Jakarta, sehari-hari tidur di tenda yang ia dirikan di trotoar depan Kantor UNHCR Kebon Sirih, Jakarta.

"Sudah empat tahun saya di sini, namun, masih belum tahu kapan mereka akan mengumumkan status finalnya, apakah resettlement atau dipulangkan kembali," kata Farzad saat ditemui Liputan6.com, Selasa (9/7/2019).

"Ghazni masih dilanda perang. Pekan lalu saya membaca berita online bahwa serangan bom masih terjadi di sana. Beberapa orang tewas," jelasnya.

"Saya rindu rumah. Tapi jika harus kembali dengan kondisi (konflik bersenjata) seperti itu, saya enggan," jelas sang pengungsi itu.

Kata RI dan UNHCR pada Persoalan Pengungsi

Potret Kehidupan Para Pencari Suaka di Malam Hari
Pencari suaka saat berada di dalam tenda yang dibangun di atas trotoar depan Masjid Ar-Rayan, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (5/7/2019). Para pencari suaka ini membangun tenda-tenda dan meminta kepastian perlindungan dari UNHCR . (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Indonesia bukan peratifikasi Konvensi PBB Terkait Status Pengungsi 1951 dan Protokol PBB Mengenai Status Pengungsi 1967. Oleh karenanya, RI tak punya kewajiban untuk menjadi negara resettlement para pengungsi dan pencari suaka internasional.

Namun di satu sisi, meski tidak meratifikasi konvensi dan protokol tersebut, Indonesia diakui sebagai salah satu negara yang menaruh perhatian besar pada fenomena pengungsi dan pencari suaka.

"Meski bukan peratifikasi, kami sangat berterimakasih bahwa pemerintah Indonesia telah menandatangani Peraturan Presiden No 125 Tahun 2016 (Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri)," kata Direktur UNHCR Indonesia, Thomas Vargas di Jakarta, Selasa 9 Juli 2019.

Secara umum, peraturan tersebut ditujukan sebagai landasan hukum bagi otoritas Tanah Air dalam menangani pengungsi dan pencari suaka dari luar negeri.

Perpres No. 125 juga memastikan bahwa Indonesia "mengizinkan wilayahnya sebagai tempat aman, selagi UNHCR mencari solusi yang terbaik bagi mereka, apakah pemulangan kembali (repatriasi) atau resettlement," lanjut Vargas.

"Indonesia punya sejarah panjang menjadi 'safe haven' bagi pengungsi dan pencari suaka internasional," tambahnya.

Pemerintah juga menaruh atensi besar kepada para pengungsi atau pencari suaka yang transit di Indonesia, kata Kementerian Luar Negeri RI.

"Kami bekerjasama dengan sejumlah mitra lokal dan berkoordinasi dengan UNHCR, berupaya memberikan berbagai solusi serta pemberdayaan berbasis kemanusiaan bagi mereka selagi di Tanah Air," kata penjabat Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, Selasa 9 Juli 2019.

Indonesia dan UNHCR juga mengatakan telah mengembangkan community housing sebagai tempat tinggal sementara para pengungsi dan pencari suaka.

UNHCR atas bantuan mitra organisasi lokal, juga mengembangkan proyek-proyek pemberdayaan. Harapannya, program tersebut mampu memberikan kemampuan baru bagi para pengungsi jika mereka telah tiba di negara resettlement atau direpatriasi ke negara asal.

"Tahun lalu kami memulai proyek kewirausahaan dan telah meluluskan satu batch siswa. Proyek itu dilakukan dengan mendanai 14 wirausahawan muda Indonesia yang kemudian memfasilitasi pelatihan bagi 80 - 100 pengungsi," kata Vargas.

"Tidak semua bertahan sampai akhir pelatihan, namun kami bangga telah menyediakan dana bagi wirausahawan muda demi melatih para pengungsi tersebut," jelasnya.

Kendala UNHCR Saat Ini

Puluhan Imigran Terlantar di Trotoar Jalan Kebon Sirih
Seorang pengungsi mengangkat kertas bertuliskan 'Kami Ingin Perumahan' saat bertemu dengan perwakilan UNHCR di trotoar depan Kantor UNHCR Menara Ravindo, Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (3/7/2019). (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Namun, baik UNHCR dan pemerintah mengakui sejumlah kendala terkait proses repatriasi para pengungsi dan pencari suaka.

Kendala meliputi keputusan negara-negara resettlement kunci, seperti Amerika Serikat dan Australia kini menetapkan kebijakan yang ketat terhadap para pengungsi dan pencari suaka.

Masalah dana juga menjadi salah satu faktor.

"Kita punya cukup dana untuk membantu mereka yang sangat berkebutuhan, tapi tak punya dana yang cukup untuk membantu semua atau memenuhi seluruh kebutuhan mereka. Tapi kita bekerja keras dengan sejumlah pihak, pemerintah Indonesia dan mitra atau donor lokal untuk itu," jelas Vargas.

Sementara itu, pemerintah RI mengakui bahwa ada kendala dalam memberikan pemenuhan beberapa hak bagi para pengungsi dan pencari suaka internasional di Tanah Air, seperti hak atas pendidikan bagi anak-anak dan hak akses kesehatan.

"Semua menjadi perhatian kami ... dan terus memfasilitasi UNHCR, pemangku kepentingan terkait, Pemda dan mitra lokal untuk mengatasi hal tersebut," kata penjabat Juru Bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah.

Selain membantu pada aspek-aspek kemanusiaan, Indonesia juga membantu melalui jalur politik dan diplomasi bilateral.

"Salah satunya, kita tengah mengupayakan agar kerangka Bali Process, platform multilateral yang kita ketuai bersama Australia (salah satu negara resettlement kunci) untuk membahas isu kejahatan transnasional dan penyelundupan manusia, bisa ikut mengangkat soal isu pengungsi pada pertemuan tahun-tahun berikutnya," kata Direktur HAM Kemlu, Achsanul Habib.

"Pada sejumlah pertemuan bilateral dengan Australia atau negara resettlement lain juga kita bahas," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya