Liputan6.com, Jakarta - Setahun sudah pandemi Virus Corona COVID-19 melanda dunia. Secercah cahaya dari lorong gelap pandemi kini mulai nampak, dengan rampungnya pembuatan vaksin.
Inggris menjadi negara pertama yang memulai vaksinasi COVID-19 ke warganya. Proses vaksinasi bukan asal menyuntikkan langsung ke dalam tubuh, melainkan ada banyak proses panjang yang harus dilalui lebih dulu.
Setelah peneliti melakukan lima tahapan pengembangan vaksin, maka tiap negara memiliki regulasi serta mekanisme tersendiri, untuk menguji apakah vaksin tersebut layak. Ada badan khusus tersendiri yang menangani ini, seperti National Health Service (NHS) di Inggris.
Advertisement
NHS merupakan layanan kesehatan masyarakat di Inggris Raya yang bisa dijadikan contoh untuk Indonesia. Dalam menghadapi pandemi Virus Corona COVID-19, NHS berada di garda terdepan dalam kasus ini.
Ada ketentuan mekanisme hukum administrasi vaksin COVID-19 yang dilakukan NHS. Dalam situs england.nhs.uk dijelaskan sejumlah Legal mechanisms for administration of the COVID-19 Vaccine.
Biasanya vaksin sudah harus memiliki izin edar di Inggris dan informasi rinci spesifik tentang produk yang tersedia dan diterbitkan dalam bentuk Ringkasan Karakteristik Produk (SmPC).
Informasi ini mencakup informasi berupa nama dan fungsi obat, keefektifan vaksin, kelompok pasien tempat vaksin dilisensikan untuk digunakan, reaksi yang merugikan, kontraindikasi dan peringatan penyimpanan, serta rekonstitusi dan rute administrasi. Ini adalah informasi kunci yang menginformasikan perkembangan dokumen resep dan biasanya tersedia sebelum dimulainya program imunisasi baru.
Dikutip dari laman Time, Inggris menjadi negara barat pertama yang mengotorisasi penggunaan vaksin COVID-19 pada 1 Desember, ketika regulator obat-obatan memberi lampu hijau pada vaksin yang diproduksi Pfizer dan BioNTech.
Badan Pengatur Produk Kesehatan dan Obat-obatan (MHRA) Inggris memberikan otorisasi dengan rekor kecepatan. Hanya tiga minggu setelah Pfizer memublikasikan data pertama dari tahap akhir uji klinisnya.
Hasil selanjutnya menunjukkan vaksin tersebut 95% efektif dalam mencegah penyebaran dari COVID-19.
Pengumuman tersebut meningkatkan ekspektasi untuk keputusan yang akan datang oleh regulator di AS dan Uni Eropa, yang masih mempelajari data dari uji coba vaksin. China dan Rusia menyetujui vaksin untuk digunakan dalam beberapa kelompok masing-masing pada Juni dan Agustus, tanpa menunggu hasil uji kemanjuran skala besar.Â
Baca Juga
Kecepatan otorisasi darurat Inggris dinilai secara agresif sebagai upaya meningkatkan citranya setelah penanganan pandemi yang buruk. Tetapi regulator Inggris mengatakan, persetujuan cepat mereka terhadap vaksin itu tidak mengambil jalan pintas.
"Kami telah melakukan penilaian ilmiah yang ketat terhadap semua bukti yang tersedia tentang kualitas, keamanan dan efektivitas," kata Kepala Eksekutif MHRA, Dr. June Raine, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari laman Time.
"Keamanan publik selalu menjadi yang terdepan dalam pikiran kami. Keamanan adalah semboyan kami," imbuhnya.
Dalam upaya untuk mempercepat persetujuannya terhadap vaksin COVID-19 yang efektif, Ilmuwan dari MHRA mulai memeriksa data uji coba pada Oktober, kata badan tersebut, dalam proses yang disebut "tinjauan bergulir".
Di mana paket data dari uji coba yang masih berlangsung tersedia segera setelah siap, bukan dalam satu rilis di akhir uji coba.
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock dan politisi Partai Konservatif lainnya mengklaim pada 2 Desember bahwa persetujuan cepat MHRA atas vaksin tersebut dimungkinkan dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, yang akan selesai pada akhir transisi periode pada 31 Desember.
Inggris telah memesan 40 juta dosis vaksin sebelumnya. Ini dianggap cukup untuk memvaksinasi kurang dari sepertiga populasi dengan dua dosis yang diperlukan.
Lalu, bagaimana dengan vaksin COVID-19 di Indonesia?
Â
Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin COVID-19 telah mendarat di Indonesia pada Minggu 6 Desember malam sekitar pukul 21.30 WIB. Vaksin tersebut dalam bentuk jadi atau siap pakai buatan Sinovac, perusahaan biomedis asal China.
Vaksin COVID-19 yang digunakan Inggris tentu berbeda dengan yang akan digunakan di Indonesia. Inggris memilih menggunakan vaksin Pfizer sebagai senjata yang akan melindungi warganya, sementara Indonesia saat ini tengah melakukan uji coba terhadap vaksin Sinovac buatan China.
Secara teknis, cara kerja kedua vaksin juga berbeda. Profesor Amin Soebandrio selaku Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjelaskan, vaksin Pfizer menggunakan messenger RNA (mRNA) yang akan menyuntikkan materi genetik, dan bukan antigennya.Â
"Jadi mRNA yang disuntikkan akan membuat tubuh manusia menghasilkan antigen di dalam tubuhnya. Itu yang kemudian akan merangsang respons imun," jelasnya kepada Liputan6.com, Kamis (10/12/2020).
Sementara vaksin COVID-19 yang saat ini telah tiba di Indonesia yakni Sinovac, menggunakan antigen berupa virus utuh yang dimatikan. Kemudian, antigen akan langsung merangsang respons imun.Â
Lebih lanjut, Prof Amin Soebandrio mengatakan, tentu akan sulit untuk membandingkan mana yang lebih baik di antara kedua vaksin tersebut. "Sulit bagi kita untuk membandingkan walaupun keduanya sama-sama memiliki efektivitas 90% misalnya," ungkapnya.
Hal ini lantaran keadaan dan kondisi di kedua negara pun berbeda. Selain itu, vaksin diuji di populasi yang berbeda, paparan virus yang tidak sama, dan tentunya populasi yang berbeda pula.Â
"Situasi pandemi juga berbeda, terlebih di Indonesia kan angka kasus hariannya masih relatif tinggi," jelas Prof Amin.Â
Ia mengibaratkan dengan perbedaan kondisi angka kasus infeksi COVID-19 yang tinggi dan proteksi yang tidak baik, kedua kelompok baik yang menerima vaksin dan plasebo berhadapan dengan virus yang cukup tinggi. Hal itu mengakibatkan kedua kelompok menunjukkan tanda dan gejala infeksi, sehingga menghasilkan rasio yang tidak cukup baik.
"Misalnya kelompok yang tidak divaksinasi cuma 30, yang divaksinasi 70 jadi kan perbedannya sedikit," tambahnya lagi.
Sedangkan untuk kondisi di mana kasus COVID-19 tidak terlalu tinggi, artinya di mana kedua kelompok terpapar virus yang jumlahnya sedikit maka hampir dapat dipastikan bahwa kelompok yang tidak menerima vaksin atau yang menerima plasebo, akan menunjukkan angka infeksi yang lebih tinggi.
PT Bio Farma memperkirakan penyuntikan vaksin COVID-19 perdana pada Februari 2021. Penyuntikan dilaksanakan setelah izin darurat penggunaan (Emergency Use Authorization/EUA) diberikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite KPCPEN Airlangga Hartarto mengatakan, tenaga medis, polisi, dan TNI akan menjadi penerima vaksin COVID-19 pertama kali. "Bapak presiden kemarin sudah menyampaikan bahwa yang pertama kepada mereka yang di front liner."
Front liner atau garda terdepan yang akan menerima pertama vaksin Corona adalah tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter maupun perawat. "Tentu aparat kepolisian, TNI, dan level berikutnya adalah mereka yang rentan," Airlangga melanjutkan.
Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP juga masuk ke dalam daftar penerima pertama suntikan vaksin Corona saat vaksinasi COVID-19 berlangsung.
Menurut Airlangga, skema pelaksanaan vaksinasi akan dilakukan secara gratis dan vaksin mandiri berbayar. Pengadaan vaksin ini sesuai dengan peraturan Presiden nomor 99 tahun 2020 diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 98 tahun 2020 tentang pelaksanaan pengadaan vaksin COVID-19.
Kemudian dilengkapi dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 6587 2020 tentang penugasan PT Biofarma dalam pengadaan vaksin COVID-19, serta keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 tentang penetapan jenis vaksin COVID-19.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Cara Kerja Vaksin mRNA yang Dipakai Inggris
Vaksin Pfizer/BioNTech menggunakan pendekatan baru untuk membuat vaksin yang menggunakan messenger RNA, atau mRNA.
mRNA adalah untai tunggal kode genetik yang dapat "dibaca" dan digunakan sel untuk membuat protein. Untuk vaksin ini, mRNA memerintahkan sel-sel di dalam tubuh untuk membuat bagian tertentu dari protein lonjakan virus.
Sistem kekebalan melihatnya, mengenalinya sebagai benda asing, dan bersiap untuk menyerang ketika infeksi yang sebenarnya akan terjadi.
Sebuah kelompok independen telah mengawasi hasil percobaan dan efek samping dari vaksin tersebut. Pfizer dan BioNTech mengatakan tidak ada efek samping yang serius selama uji coba skala besar.
Sampai saat ini, Komite Pemantau Data untuk studi tersebut "belum melaporkan masalah keamanan yang serius terkait dengan vaksin," kata perusahaan tersebut.
Satu-satunya efek samping yang menonjol adalah kelelahan pada beberapa peserta uji coba.
Paul Offit, profesor pediatri di Rumah Sakit Anak Philadelphia, mengatakan kepada CNN bahwa beberapa efek samping normal untuk vaksin.
"Itu berarti respons kekebalan Anda bekerja. Anda harus merasa nyaman tentang itu," katanya, sambil membahas efek samping.
Dia menambahkan bahwa jika orang mengalami efek samping dari dosis pertama, maka seharusnya tidak ada "kesulitan untuk kembali lagi untuk mendapatkan suntikan kedua, mengetahui bahwa Anda sekarang dalam posisi yang jauh lebih baik untuk melawan virus yang mengerikan ini."
Seorang nenek berusia 90 tahun dari Coventry, Inggris adalah pasien pertama yang menerima suntikan vaksin COVID-19, menandai dimulainya program imunisasi terbesar dalam sejarah Inggris pada apa yang disebut sebagai "V-Day".
Tonggak sejarah itu dimungkinkan setelah regulator obat-obatan MHRA menyetujuinya pada 2 Desember, mengesahkannya sebagai obat aman untuk digunakan di seluruh negeri sesegera mungkin.
Pemerintah telah memesan 40 juta dosis vaksin, cukup untuk mengimunisasi 20 juta orang dengan masing-masing dua suntikan. Ada 800.000 dosis pada tahap pertama, artinya 400.000 orang akan divaksinasi pada awalnya.
Jadi siapa yang pertama ada di dalam barisan ini?
Priorotas utama otoritas Inggris adalah orang-orang berusia 80 ke atas, perawat, dan pekerja NHS yang berisiko lebih tinggi berada di urutan pertama.
Prioritas ditawarkan sesuai dengan daftar rinci yang ditetapkan oleh para ahli yang sebelumnya telah memberikan masukan kepada pemerintah. The Joint Committee on Vaccination and Immunisation (JCVI) memeriksa data tentang siapa yang rentan terpapar virus dan siapa yang memiliki risiko kematian tertinggi.
Mereka menerbitkan pedoman sementara hingga awal tahun, yang kemudian sedikit diubah untuk memindahkan siapa pun yang dianggap "sangat rentan secara klinis" lebih tinggi dari daftar prioritas. Berikut daftarnya, dikutip dari laman standard.co.uk:
- Penghuni panti jompo dan pengasuh mereka
- Semua yang berusia 80 tahun ke atas dan pekerja kesehatan dan perawatan sosial garis depan
- Semua yang berusia 75 tahun ke atas
- Semua yang berusia 70 tahun ke atas dan orang-orang yang secara klinis dianggap sangat rentan
- Semua yang berusia 65 tahun ke atas
- Semua individu berusia 16 tahun hingga 64 tahun dengan kondisi kesehatan yang mendasar dan menempatkan mereka pada risiko penyakit serius dan kematian yang lebih tinggi
- Semua yang berusia 60 tahun ke atas
- Semua yang berusia 55 tahun ke atas
- Semua yang berusia 50 tahun ke atas.
Sementara di Indonesia, Menteri Kesehatan Terawan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI pada mengatakan, calon vaksin COVID-19 yang ada di dunia dan telah mencapai tahap ketiga uji klinis, kebanyakan baru diuji di kelompok usia 18 hingga 59 tahun.
"Belum dilakukan uji klinis untuk range di atas 1 atau di bawah itu. Kalau mungkin terdengar ada, itu mungkin baru mulai. Tapi uji klinis (fase) 3 yang merata adalah umur 18 sampai 59 tahun," kata Terawan.
Terawan mengatakan, Inggris pun baru saja mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin COVID-19 beberapa waktu lalu. Sehingga menurutnya, perkembangan terkait hal ini sangatlah cepat dan harus diikuti terus menerus.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wien Kusharyoto, lewat pesan singkat kepada Liputan6.com pada Kamis (10/12/2020) mengatakan, vaksin Pfizer yang dipakai Inggris memang sudah mulai diuji klinis pada mereka yang berusia lanjut.
Ia mengatakan bahwa apa yang dilakukan Inggris sendiri didasarkan pada hasil uji sementara vaksin Pfizer di wilayah tersebut. "Iya, (penggunaannya) berdasarkan uji klinis di UK," kata Wien.
Hal ini berbeda dengan Indonesia yang akan menggunakan vaksin COVID-19 buatan Sinovac. Wien mengatakan, vaksin Sinovac belum melakukan uji klinis tahap tiga pada kelompok di atas 60 tahun.
"Sedangkan di Indonesia, vaksin dari Sinovac belum diuji klinis tahap tiga pada mereka," kata Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI itu melanjutkan.
"Mungkin menunggu hasil uji klinis tahap 3 dari Brasil yang sudah memulainya," Wien menambahkan.
Selain itu, Wien juga menyebutkan bahwa prioritas utama vaksinasi di Indonesia memang para tenaga kesehatan yang dianggap di garis depan pengobatan COVID-19.
Â
Advertisement
Margaret Keenan, Lansia Pertama Dapat Vaksin COVID-19 di Inggris
Margaret Keenan, seorang nenek berusia 90 tahun dari Inggris, telah menjadi orang pertama di dunia yang menerima vaksin Pfizer COVID-19 di luar uji coba setelah persetujuan klinis yang cepat.
Menurut laporan Channel News Asia, ia menerima vaksinasi di rumah sakit setempat di Coventry, Inggris, pada Selasa (8/12/2020) pukul 06.31 waktu Inggris.
Inggris mulai meluncurkan vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh Pfizer dan BioNTech pada hari Selasa, yang dielu-elukan sebagai titik balik yang menentukan dalam mengalahkan virus corona.Â
Baca Juga
Inokulasi massal akan memicu harapan bahwa dunia mungkin akan berbalik arah dalam perang melawan pandemi yang telah menghancurkan ekonomi dan menewaskan lebih dari 1,5 juta jiwa, meskipun penyimpanan yang sangat dingin dan logistik yang rumit akan membatasi penggunaannya untuk saat ini.
"Saya merasa sangat terhormat menjadi orang pertama yang divaksinasi COVID-19," kata Keenan.
"Ini adalah hadiah ulang tahun awal terbaik yang bisa saya harapkan karena itu berarti saya akhirnya bisa berharap untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman saya di Tahun Baru setelah saya menghabiskan waktu sendiri hampir sepanjang tahun."
Pasien pertama yang sejalan dengan apa yang dijuluki "V-Day" - yang berusia di atas 80-an, pekerja rumahan dan staf kesehatan dan perawatan sosial yang berisiko - akan menyingsingkan lengan baju mereka untuk menerima dosis awal sejak pagi.
Mereka kemudian akan membutuhkan suntikan kedua dalam waktu 21 hari.
Inggris telah menjadi salah satu negara yang paling parah terkena dampak di dunia, dengan lebih dari 61.000 kematian akibat wabah dari 1,6 juta kasus. Inggris pun menjadi negara pertama yang menyetujui vaksin Pfizer-BioNTech.
Perdana Menteri Boris Johnson, yang menghabiskan waktu hingga berhari-hari dalam perawatan intensif dengan COVID-19 awal tahun ini, menyebutnya sebagai "langkah maju yang besar dalam perang Inggris melawan virus corona".
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock, yang menawarkan vaksinasi di televisi langsung untuk menghilangkan ketakutan publik, mengatakan peluncuran itu adalah "momen kunci" yang akan melindungi mereka yang paling rentan.
Kepala Layanan Kesehatan Nasional yang dikelola negara di Inggris, Simon Stevens, mengatakan itu adalah "titik balik yang menentukan" melawan "tantangan kesehatan terbesar" sejak NHS didirikan pada 1948.
Persetujuan peraturan untuk vaksin diberikan pada Rabu lalu, memicu perlombaan dengan waktu untuk mempersiapkan sejumlah pusat vaksinasi di seluruh negeri.
Inggris telah memesan 40 juta dosis vaksinasi yang cukup untuk memvaksinasi 20 juta orang, dengan 800.000 dilakukan pada gelombang pertama.
Hingga empat juta dosis diharapkan tersedia pada akhir Desember.
Â
Efek Samping Vaksin COVID-19 di Inggris
Inggris baru saja melakukan penyuntikan vaksin COVID-19 buatan Pfizer kepada masyarakat. Namun, kini orang-orang yang punya riwayat alergi parah diminta tidak memakai vaksin Pfizer.Â
Alasannya, muncul dua kasus alergi setelah vaksinasi pada Selasa 7 Desember 2020.Â
Baca Juga
NPR melaporkan, Kamis (10/12/2020), ada dua orang pegawai National Health Services di Inggris yang terkena reaksi anafilaktoid usai mendapat vaksin Pfizer/BioNTech.
Dua pegawai itu memiliki riwayat alergi. Keduanya sekarang berada dalam masa pemulihan, namun otoritas kesehatan Inggris meminta masyarakat dengan riwayat alergi parah agar tidak mendapat vaksin Pfizer.Â
Instruksi itu berasal dari Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA) yang memberi izin penggunaan ke vaksin Pfizer.
"MHRA telah menyarankan, atas dasar berjaga-jaga, agar orang-orang dengan riwayat reaksi alergi signifikan tidak mendapatkan vaksin ini setelah dua orang dengan riwayat reaksi alergi signifikan merespons dengan buruk kemarin," ujar direktur medis nasional di National Health Service, Stephen Powis.
Selain itum meski vaksin Pfizer/BioNTech diklaim menawarkan 95% perlindungan terhadap COVID-19 MHRAÂ mencatat, lebih dari satu dari 10 penerima dapat menderita efek samping termasuk nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, nyeri otot, menggigil, nyeri sendi, dan demam. Sejumlah efek samping lain yang kurang umum juga tercantum.
Kendati demikian masih belum jelas sampai kapan kekebalan yang diberikan oleh vaksin tersebut bertahan, atau apakah mereka yang sudah memilikinya masih bisa menularkan virus corona ke orang lain.
Di Inggris, penerima vaksin pertama telah didiskusikan oleh The Joint Committee on Vaccination and Immunisation (JCVI) atau semacam satgas vaksin yang terdiri dari para ahli independen. Mereka merekomendasikan agar penghuni panti jompo dan staf serta lansia terutama di atas 80 tahun yang divaksinasi terlebih dahulu. Selanjutnya, petugas kesehatan yang berada di garis depan pun akan mendapat vaksin.
Pakar JCVI juga menyarankan agar pekerja di Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris dan mereka yang secara klinis dianggap sangat rentan terhadap virus Corona harus diprioritaskan pada fase awal vaksinasi. Mereka yang dianggap rentan seperti pasien kanker, mereka yang menggunakan obat-obatan yang melemahkan sistem kekebalan dan mereka yang memiliki penyakit paru-paru parah, penyakit ginjal parah, dan kondisi kesehatan lainnya, seperti dikutip CNN.
Untuk fase awal, akan ada 50 pusat vaksinasi di rumah sakit seluruh Inggris dan puluhan lainnya di Wales dan Skotlandia. Di Inggris, gelombang pertama vaksinasi hanya akan diberikan di rumah sakit.
Menurut panduan pemerintah, setiap orang yang divaksinasi akan diberikan dokumen vaksinasi sebesar kartu kredit dengan rincian janji temu berikutnya. Tujuh sampai 10 hari setelah dosis kedua, mereka akan terlindungi dari virus.
Advertisement