TKI di Malaysia Ini Dianiaya dan Dipaksa Bekerja Tanpa Bayaran 3 Tahun

Seroang TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga diyakini telah dianiaya dan dipaksa bekerja tanpa bayaran bertahun-tahun di Perak, Malaysia.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Sep 2021, 20:10 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2021, 20:10 WIB
Ilustrasi Takut
Ilustrasi takut. (dok. Unsplash.com/Melanie Wasser/@melwasser)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia diyakini menjadi korban kekerasan dan kerja paksa oleh majikannya selama tiga tahun. Baru-baru ini ia diselamatkan oleh pihak berwenang dalam operasi di Ayer Tawar, Perak, Malaysia pada Kamis 23 September 2021.

Dilansir dari laman World of Buzz, Selasa (28/9/2021), dalam pernyataan oleh Kementerian Sumber Daya Malaysia, korban disebutkan menerima berbagai bentuk kekerasan dari majikannya. Selain itu, si majikan TKI juga dilaporkan berutang gaji selama 3 tahun dengan total sekitar RM25.000 atau setara dengan 85 juta rupiah antara tahun 2018 hingga 2021.

Kementeriaan Sumber Daya Manusia Malaysia mengatakan bahwa majikan/ tersangka juga mengeksploitasi korban, dengan mengancamnya karena ia bukan pekerja dengan dokumen sah dan sering memarahi korban jika ingin kembali ke Indonesia.

Mereka menjelaskan penyelamatan perempuan tersebut merupakan bagian dari operasi penyelamatan terpadu oleh Departemen Tenaga Kerja (JTK), Satgas MAPO dan kepolisian, yang dilakukan setelah menerima pengaduan dan informasi dari Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur pada Senin 20 September.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tersangka Melanggar Undang-Undang

2 Tersangka Videotron Tewas di Rutan, Keluarga Hendra Kawatir
Ilustrasi

Dilaporkan juga bahwa perempuan tersebut masuk ke Malaysia secara ilegal dengan izin kerja sebagai pembantu pada Juni 2003 melalui agen yang dikenalnya. Setelah mendapat pekerjaan, dengan gaji RM350 atau setara dengan 1,2 juta per bulan, dipotong dari gajinya sleama 4 bulan sebagai bayaran untuk agen.

“Korban tidak mengetahui apapun terkait hal tersebut karena ia menyerahkan semuanya kepada agen dan tidak ada kontak tertulis mengenai proses kerja, termasuk pembayaran kepada agen,” bunyi pernyataan dari Kementeriaan Sumber Daya Manusia.

Dikatakan juga bahwa izin kerja resmi perempuan itu berakhir pada Juni 2020. Oleh karena itu, ia diklasifikasikan sebagai pekerja paksa karena bekerja tanpa diberi gaji dan ditolak kemballi ke negara asalnya, serta dianiaya.

Indikator juga menunjukkan bahwa majikannya telah melakukan pelanggaran di bawah Undang-undang Anti-Perdagangan Manusia dan Anti-Penyelundupan Migran (ATIPSOM) 2007, kata Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia.

Pihak kementerian menambahkan bahwa korban, yang masih trauma, ditempatkan di pusat zona berlindung di Damansara setelah ia diberi Interim Protection Order (IPO) oleh Pengadilan Sri Manjung pada hari yang sama dia diselamatkan.

IPO akan berlangsung selama 21 hari hingga 13 Oktober untuk melengkapi berkas penyidikan berdasarkan UU ATIPSOM 2007 yang dilakukan oleh JTK, dan berkas penyelidikan akan diserahkan pada wakil jaksa penuntut umum untuk diperiksa dan diputuskan.

 

Reporter: Ielyfia Prasetio

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya