Liputan6.com, Manila - Masalah pinjaman online (pinjol) sedang disorot oleh masyarakat luas. Ini terutama terjadi setelah ada nasabah yang gantung diri akibat diteror.
Meminjam duit melalui pinjol memang wajib hati-hati, pasalnya aplikasi mereka bisa saja mengakses daftar kontak nasabah. Mereka lantas memakai taktik psikologis untuk mempermalukan nasabah yang dianggap tak membayar.
Advertisement
Baca Juga
Hal seperti ini rupanya terjadi di negara tetangga, yakni Filipina. Namun, pemerintah negara itu punya aturan bahwa yang mengharamkan mempermalukan nasabah.
Berdasarkan laporan Inquirer, Kamis (21/10/2021), jeratan hukum bisa terjadi jika pinjol mengakses kontak nasabah untuk tujuan menagih utang. Dilarang pula menyebarkan konten sensitif nasabah.
Tak hanya itu, menggunakan kata-kata kasar saat menagih utang juga dilarang oleh pemerintah Filipina. Pinjol lantas bisa dilaporkan.
"Korban-korban boleh mengirimkan laporan kepada lembaga-lembaga pemerintah yang berwenang," tulis Kementerian Kehakiman di Filipina.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Terjadi di Nigeria
Hal serupa terjadi di Nigeria. Pemerintah mengambil langkah tegas dengan memberi denda kepada perusahaan pinjol itu.
Sanksi diterapkan oleh Agensi Informasi dan Pengembangan Teknologi Nasional di Nigeria. Soko Lending Company terkena denda finansial akibat mengganggu privasi.
Menurut laporan International Centre for Investigative Reporting (ICIR), dendanya mencapai 10 juta naira (Rp 344 juta).
Soko Lending dinyatakan melanggar Regulasi Perlindungan Data Nigeria yang melarang pembagian data ke pihak ketiga tanpa dasar hukum.
Perusahaan pinjol itu juga dihukum karena tidak memberikan penjelasan kepada nasabah bahwa jika mendownload aplikasi mereka, maka mereka mendapat akses untuk membagikan kontak nasabah ke pihak ketiga jika gagal bayar.
Hal itu juga sebetulnya dilarang Google Play Store, sebab aplikasi layanan finansial harus transparan terkait informasi pribadi penggunanya.
Advertisement
Langkah Pemerintah Indonesia: Tak Usah Bayar Utang
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meminta masyarakat yang menjadi korban pinjaman online (pinjol) ilegal tak usah membayar utang atau cicilan. Pasalnya, pinjol ilegal tidak sah secara hukum.
"Kepada mereka yang sudah terlanjur menjadi korban, jangan membayar, jangan membayar," kata Mahfud dalam konferensi usai rapat bersama sejumlah kementerian/lembaga terkait, Selasa (19/10).
Dia mengatakan bahwa secara hukum perdata, pinjol ilegal tak memenuhi syarat objektif maupun syarat subjektif sehingga bisa batal atau dibatalkan. Mahfud pun meminta masyarakat melapor ke kepolisian apabila menerima ancaman untuk membayar utang dari pihak pinjol ilegal.
"Kalau tidak membayar, kalau ada tidak terima, diteror, lapor ke kantor polisi terdekat. Polisi akan memberikan perlindungan," jelas Mahfud Md.
Pakar Hukum Tak Sepakat
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir mengaku tak sepakat jika korban pinjaman online atau pinjol ilegal diminta untuk berhenti membayar pinjamannya karena adanya ancaman dari penyedia pinjol.
Ia menilai, pernyataan pejabat negara soal korban tak perlu mengembalikan pinjaman online itu keliru.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD meminta masyarakat yang menjadi korban pinjol ilegal tak perlu membayar tagihan kepada penyedia jasa pinjol.
“Terkait hubungan hukum melalui pinjol ilegal, saya tidak sependapat jika ada pejabat yang meminta korban agar tidak kembalikan pinjaman melalui online, karena itu mengajarkan rakyat untuk ngemplang duit orang lain,” kata Mudzakkir saat dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu (20/10/2021).
Ia menekankan, baik korban atau siapapun yang terlibat dalam kebijakan pinjam-meminjam, tetap harus mengembalikan dana yang dipinjamnya.
Namun, ia menyarankan pengembalian tanpa bunga jika penetapan bunga pinjamannya terlalu besar dan melawan hukum.
“Korban tetap memiliki kewajiban mengembalikan uang yang dipinjam kepada pemberi pinjaman karena pada saat pinjam saat itu bersifat sukarela,” katanya.
Ia menegaskan bahwa proses pidana yang terjadi antara penyedia pinjol ilegal dan korban tetap tidak akan menghapus kewajiban korban untuk mengembalikan dana.
“Proses pidana tidak menghapus kewajiban kembalikan dana pinjaman,” katanya.
Ia menegaskan, dalam hubungan sukarela yang dimaksudkannya, sebagian peminjam sudah mengetahui bahwa platform yang digunakannya itu penyedia ilegal.
Namun, karena kebutuhan dana, maka peminjam berani untuk meminjam uang ke penyedia ilegal tersebut.
“Jangan ada pejabat yang meminta tidak bayar atau tidak kembalikan pinjaman, itu mengajarkan tidak baik kepada rakyat di negara pancasila,” tegasnya.
(1 Naira: Rp 34)
Advertisement