Liputan6.com, Moskow - Pemerintah Rusia berkata siap merangkul Afghanistan yang kini dikuasai Taliban. Syarat dari Rusia adalah supaya Taliban membentuk pemerintahan yang etis dan seimbang.
Menurut laporan TOLOnews, Rabu (2/2/2022), Rusia menyiratkan siap mencabut pembatasan-pembatasan terkait hubungan dengan Afghanistan apabila syarat itu tercapai.
Advertisement
Baca Juga
"Semua pembatasan-pembatasan yang eksisting dalam hal ini bisa dicabut dengan penuh melalui langkah-langkah konkrit dari pemerintahan baru di Kabul untuk menyelesaikan proses perdamaian antar rakyat Afghanistan dan formasi struktur kekuasaan yang secara etis dan politik seimbang," ujar Zamir Kabulov, utusan khusus Rusia untuk Afghanistan, kepada kantor berita TASS.
Pihak Rusia juga meminta agar Taliban tegas memberantas jaringan terorisme dan narkoba.
Lebih lanjut, Kabulov menyebut Amerika Serikat, China, Pakistan, dan Rusia, tengah merencanakan adanya perundingan lebih lanjut dengan Afghanistan pada akhir Februari 2022. Rencananya pertemuan itu digelar di Kabul.
Kabulov menegaskan bahwa negaranya akan mengikuti aturan-aturan internasional dalam menjalin hubungan dengan Afghanistan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dugaan Pelanggaran HAM Sudah Terjadi
Sekjen PBB Antonio Guterres menyebut ada lebih dari 100 mantan pejabat pemerintah Afghanistan yang dibunuh usai Taliban berkuasa. Korban tewas termasuk pasukan keamanan dan pegawai yang bekerja dengan pasukan internasional.
Dilaporkan Arab News, Senin (31/1), PBB menyebut "lebih dari dua per tiga" korban yang diduga dibunuh di luar hukum oleh pasukan Taliban atau afiliasi mereka.
Hal itu terjadi meski pemerintah Taliban telah memberikan amnesti untuk mereka. Amnesti itu diberikan kepada orang-orang yang terkait pemerintahan sebelumnya atau pasukan yang dipimpin AS.
Utusan politik PBB di Afghanistan berkata mendapatkan "dugaan kredibel" dibunuhnya setidaknya 50 orang yang diduga terafiliasi dengan ISIL-KP, yakni anggota ISIS yang beroperasi di Afghanistan.
Masalah lainnya adalah penghilangan paksa, serta hak-hak lain yang menyangkut "integritas fisik" dari orang-orang mantan pemerintahan sebelumnya dan anggota koalisi AS.
Advertisement