Liputan6.com, Moskow - Pemerintah Rusia sedang bersiap untuk menagih ongkos gas kepada negara-negara Barat. Kali ini, Rusia minta dibayar dengan mata uang Rusia: Rubel.
Dilaporkan VOA Indonesia, Minggu (27/3/2022), jumlah tagihan gas itu mencapai miliaran dolar. Langka ekonomi yang diambil Rusia ini terbilang cukup keras di tengah sanksi dari Barat akibat invasi Ukraina.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Ekonomi Rusia menghadapi krisis paling parah sejak tahun-tahun setelah ambruknya Uni Soviet. Presiden Vladimir Putin pada Rabu (23/3) membalas Barat dengan memerintahkan pembayaran ekspor gas Rusia dalam rubel.
Putin mengatakan Barat telah mendeklarasikan perang ekonomi dengan membekukan aset Rusia, sehingga Rusia tidak melihat ada gunanya lagi menerima pembayaran atas kegiatan ekspor Rusia dalam mata uang dolar atau euro.
Kremlin pada Jumat (25/3) mengatakan Putin telah memerintahkan Gazprom untuk menerima pembayaran ekspor dalam rubel, dan hanya tinggal empat hari lagi untuk mencari tahu caranya. Gazprom adalah produsen gas terbesar di dunia yang memasok 40 persen kebutuhan gas Eropa.
"Ada instruksi kepada Gazprom dari presiden Federasi Rusia untuk menerima pembayaran dalam rubel," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan. "Informasi ini telah disampaikan kepada pembeli produk Gazprom."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mencari Rubel
Pembeli gas telah mencari panduan tentang bagaimana mereka bisa mendapatkan rubel untuk melakukan pembayaran semacam itu, mengingat sejauh mana sanksi terhadap Rusia.
"Bagi sebagian besar pembeli Eropa, pembayaran dalam mata uang rubel merupakan hal yang sangat sulit dan mustahil; dan tentu saja tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat,” ujar Jonathan Stern, peneliti di Institut Oxford untuk Studi Energi kepada Reuters.
Jika Gazprom bersikeras menggunakan pembayaran dalam rubel dan menghentikan pasokan gas jika pembayaran tidak dilakukan dalam mata uang Rusia tersebut, "maka menurut saya ini akan menjadi pelanggaran ketentuan kontrak," katanya.
Pembayaran dalam rubel akan menopang mata uang Rusia, yang telah anjlok sejak invasi pada 24 Februari. Pidato Putin pada hari Rabu (23/3) mengangkat nilai mata uang rubel 9 persen terhadap dolar.
Sementara harga gas Belanda, yang menjadi patokan Eropa, telah melonjak karena kekhawatiran apakah negara-negara akan bersedia atau bahkan mampu membayar dalam rubel.
Advertisement
Kebijakan Baru
Langkah Putin, yang diumumkan tepat saat Uni Eropa sedang memperdebatkan sanksi tambahan terhadap Rusia, merupakan salah satu perubahan paling tajam dalam politik gas Rusia sejak Soviet membangun jaringan pipa gas ke Eropa dari Siberia pada awal 1970-an.
Tokoh yang telah menjadi pemimpin tertinggi Rusia sejak 1999 itu telah sejak lama mengecam dominasi dolar Amerika, yang dianggapnya sebagai instrumen "kerajaan kebohongan" Amerika yang bertujuan menghancurkan Rusia.
Rusia secara tak terduga dirugikan oleh kemampuan Barat untuk membekukan $300 miliar dari $640 miliar cadangan anggaran Rusia yang diparkir di luar negeri.
Rusia mengatakan Barat telah gagal memenuhi kewajibannya kepada negaranya, dan bahwa delusi Rusia pasca-Soviet tentang Barat, dan penggunaan dolar dan euro, telah berakhir.
Kremlin menolak untuk membahas seberapa jauh Putin akan menerapkan upaya perdagangan dalam mata uang rubel. Rusia adalah salah satu pengekspor minyak, gas, dan logam utama dunia, yang semuanya sebagian besar dihargai dan dibayarkan dalam dolar AS.
Mekanisme pembayaran ekspor gas hingga $320 miliar per tahun dalam rubel masih belum jelas. Menurut perusahaan itu 58% pembayaran pada Gazprom menggunakan mata uang euro, 39% menggunakan dolar Amerika dan sekitar 3% menggunakan poundsterling.
Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner pada Jumat (25/3) menyarankan penyedia energi Jerman untuk tidak membayar gas Rusia dalam rubel, seperti yang diminta oleh Moskow.
Bahkan ketika masih dikenal sebagai Uni Soviet, negara itu masih menerima mata uang asing untuk ekspor energinya, dan belum jelas apakah perubahan pembayaran dalam mata uang rubel akan berarti pelanggaran kontrak.
Banyak importir gas mengatakan kontrak jangka panjang dengan Gazprom menetapkan pembayaran dalam euro atau dolar Amerika.