Tentara Rusia Kabur Tinggalkan Tank di Izyum, Kini Jadi Tempat Selfie

Ukraina terus memukul mundur tentara Rusia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 16 Sep 2022, 10:07 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2022, 10:07 WIB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam kunjungan ke garis depan wilayah Odesa dan Mykolaiv.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam kunjungan ke garis depan wilayah Odesa dan Mykolaiv.  Dok: Situs resmi Presiden Ukraina.

Liputan6.com, Izyum - Serangan balasan Ukraina masih terus berlanjut. Salah satu kota yang berhasil dibebaskan Ukraina adalah Izyum yang berada di sebelah tenggara Kharkiv.

Berdasarkan laporan BBC, Jumat (16/9/2022), tank-tank Rusia terpantau ditinggalkan begitu saja. Bendera Ukraina lantas dikibarkan di salah satu tank tersebut, sementara bendera Rusia ada di tempat sampah.

Para tentara Ukraina tampak bersukacita dan saling berpelukan setelah merebut kembali kota mereka. Mereka juga berusaha menderek tank Rusia yang terjebak di kubangan.

Ada pula tank Rusia yang ditinggal di tengah jalan. Alhasil, tank itu digunakan sebagai tempat selfie.

meski demikian, invasi Rusia meninggal kehancuran yang bertampak pada aliran listrik dan air. Banyak gedung-gedung yang hancur akibat serangan. 

Wanita bernama Tatiana (69) melihat bangunan tempat ia tinggal selama 22 tahun yang hancur akibat serangan yang terjadi pada pagi hari. Untungnya Tatiana sudah evakuasi.

Seorang wanita lain bernama Larissa (61) dan sahabatnya kembali ke Izyum untuk pertama kalinya sejak evakuasi. Ia evakuasi ketika invasi baru dimulai. Larissa mengaku senang bisa kembali, tetapi rumahnya rusak. Ia pun memilih tinggal bersama teman-temannya.

Warga yang mencari bantuan pangan, seperti pickles hingga air botol.

Otoritas setempat masih menghitung jumlah warga yang tewas akibat serangan udara Rusia. Sejauh ini, ada 47 orang dilaporkan meninggal, termasuk anak-anak.

Pasukan Ukraina masih terus berusaha merebut kembali wilayah-wilayah yang diduduki Rusia. Kota Kherson menjadi salah satu target berikutnya.


Senator AS Berencana Tetapkan Rusia Sebagai Sponsor Negara Terorisme

Vladimir Putin Dilantik Jadi Presiden Rusia untuk Periode Keempat
Undangan bertepuk tangan saat Vladimir Putin akan dilantik sebagai presiden baru Rusia di Kremlin, Moskow, Rusia, Senin (7/5). Putin kembali menjadi Presiden Rusia setelah memenangkan 77 persen suara dalam pemilu. (AP Photo/Alexander Zemlianichenko, Pool)

Sebelumnya dilaporkan, Senator AS Lindsey Graham dan Richard Blumenthal mengajukan Rancangan Undang Undang (RUU) para Rabu (14/9). RUU tersebut nantinya akan menetapkan rusia sebagai “sponsor negara terorisme,” beberapa bulan setelah anggota Komite Kehakiman Senat meminta pemerintahan Biden untuk melakukannya.

Graham dan Blumenthal bermaksud menjadikan Rusia sebagai negara kelima yang masuk dalam daftar negara sponsor terorisme AS, bergabung dengan Korea Utara, Iran, Suriah, dan Kuba, seperti dikutip dari laman The Hill, Kamis (15/9).

Penetapan tersebut akan menghapuskan hak kedaulatan Rusia di hadapan pengadilan AS dan mengurangi bantuan asing dan ekspor ke negara itu, demikian menurut sebuah rilis. 

Undang-Undang terkait penetapan Rusia sebagai Sponsor Negara Terorisme yang baru diperkenalkan ini merupakan tindaklanjut dari keputusan senat pada akhir Juli lalu yang mendesak Menteri Luar Negeri Antony Blinken untuk menerapkan status tersebut terhadap Rusia.

“Jika Rezim Putin bukan Sponsor Negara Terorisme setelah semua ini, maka penetapan itu tidak ada artinya,” kata Graham, dalam sebuah pernyataan saat pengumuman terkait RUU itu diungkap.

Akan tetapi, awal September ini Biden mengatakan bahwa ia tidak berpikir Rusia harus menerima label Negara Sponsor Terorisme.

Sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan dalam sebuah briefing baru-baru ini bahwa presiden berpikir langkah tersebut bukanlah jalan yang paling efektif atau terkuat ke depannya untuk meminta pertanggungjawaban dari Rusia dan hal itu memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan untuk Ukraina dan dunia.

Jean-Pierre mengatakan bahwa penetapan itu dapat mengekang kemampuan AS untuk mengirimkan bantuan ke Ukraina dan memfasilitasi ekspor makanan dari negara tersebut, penetapan itu juga dapat membahayakan kesepakatan baru-baru ini untuk mengizinkan beberapa ekspor melalui Laut Hitam yang sempat diblokade.


Jokowi Pertimbangkan Pilihan Beli Minyak Rusia di Tengah Kenaikan

Presiden Jokowi Bertemu Vladimir Putin
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Presiden Rusia Vladimir Putin usai menyampaikan pernyataan bersama di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6/2022). Sebelum ke Rusia, Jokowi juga ke Ukraina pada Rabu (29/6). Dalam lawatan itu, Jokowi bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelensky. (FOTO: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Beralih ke dalam negeri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan jika Indonesia melihat semua opsi terkait kemungkinan untuk bergabung dengan ekonomi Asia lainnya termasuk India dan China untuk membeli minyak Rusia demi mengimbangi melonjaknya biaya energi.

Indonesia belum mengimpor minyak dalam jumlah besar dari Rusia selama bertahun-tahun, tetapi pemerintah Jokowi berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengekang kenaikan biaya setelah dipaksa untuk menaikkan beberapa harga bahan bakar hingga 30 persen bulan ini.

Setiap langkah untuk membeli minyak Rusia dengan harga di atas batas yang ditetapkan oleh negara-negara G7 dapat membuat Indonesia rentan terhadap sanksi AS karena bersiap untuk menjadi tuan rumah KTT G20 di Bali pada bulan November. Jokowi telah mengundang para pemimpin dunia termasuk Vladimir Putin dari Rusia dan Volodymyr Zelenskyy dari Ukraina ke pertemuan tersebut.

“Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara [dan] mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja,” kata Widodo dalam wawancara dengan Financial Times menanggapi pertanyaan apakah Indonesia akan membeli minyak Rusia, Senin (12/9/2022).

“Ada kewajiban bagi pemerintah untuk mencari berbagai sumber untuk memenuhi kebutuhan energi rakyatnya. Kami ingin mencari solusi,” tambah dia.

Komentar Jokowi menggarisbawahi kesulitan bagi banyak negara ketika mereka mencoba menavigasi geopolitik dan krisis energi yang melanda rumah tangga dan bisnis di seluruh dunia.

Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, telah lama mengikuti kebijakan non-alignment dengan negara adidaya.

Presiden Jokowi sempat mengunjungi Moskow dan Kyiv pada bulan Juni, hanya beberapa bulan setelah invasi Rusia ke Ukraina pada bulan Februari, untuk secara pribadi mengundang para pemimpin mereka ke KTT G20.


Reaksi Pengamat

Presiden Jokowi bertemu dengan Vladimir Putin di Istana Kremlin, Moskow, Rusia. (BPMI Setpres/Laily Rachev)
Presiden Jokowi bertemu dengan Vladimir Putin di Istana Kremlin, Moskow, Rusia. (BPMI Setpres/Laily Rachev)

Pengamat memiliki pandangan sendiri tentang ini. “Akan menjadi hubungan masyarakat yang buruk sebenarnya jika pemerintah melakukannya [membeli minyak Rusia] karena Indonesia adalah negara non-blok dan bahkan pendiri gerakan bangsa non-blok,” kata David Sumual, kepala ekonom Bank Central Asia.

Dilaporkan FT jika Moskow telah menawarkan untuk menjual minyak ke Indonesia dengan harga 30 persen lebih rendah dari harga pasar internasional. Pertamina, sempat mengatakan pada Agustus bahwa pihaknya sedang mengkaji risiko membeli minyak Rusia.

Tetapi AS kemudian pada pekan lalu diketahui mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada pembeli minyak Rusia yang tidak mematuhi batas harga yang direncanakan dan yang menggunakan layanan barat dalam transaksi, meningkatkan potensi risiko bagi negara-negara yang berurusan dengan Moskow.

Keputusan Indonesia untuk mengurangi subsidi energi bulan ini didorong oleh kenaikan biaya subsidi bahan bakar tiga kali lipat dari anggaran semula, menjadi Rp 502,4 triliun.

Infografis Ragam Tanggapan Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Ragam Tanggapan Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya