2.000 Pejuang Demokrasi di Myanmar Tewas Melawan Junta Militer

Ribuan orang yang memperjuangkan demokrasi tewas dalam perlawanan dengan junta militer.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 01 Des 2022, 21:06 WIB
Diterbitkan 01 Des 2022, 20:10 WIB
FOTO: Aksi Protes Kudeta Militer Myanmar Terus Berlanjut
Pengunjuk rasa antikudeta mengangkat tangan terkepal selama demonstrasi dekat Stasiun Kereta Api Mandalay di Mandalay, Myanmar, Senin (22/2/2021). Junta militer Myanmar memberi peringatan kepada demonstran bahwa mereka terancam kehilangan nyawa jika terus beraksi. (AP Photo)

Liputan6.com, Naypyidaw - Sedikitnya 2.000 pejuang pro-demokrasi tewas di Myanmar dalam pertempuran melawan junta militer yang merebut kekuasaan tahun lalu, kata kepala pemerintah sipil paralel dalam wawancara yang disiarkan Kamis (1/12/2022), mendesak sekutu untuk memberikan bantuan militer.

Dilansir Channel News Asia, Duwa Lashi La, penjabat presiden Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), terdiri dari sisa-sisa pemerintahan pemimpin terguling Aung San Suu Kyi dan lainnya, berbicara pada konferensi Reuters NEXT dari lokasi yang dirahasiakan di Myanmar.

"Kami menganggap (kematian) sebagai harga yang harus kami bayar," kata Duwa Lashi La, seorang mantan guru dan pengacara berusia tujuh puluhan yang meninggalkan rumahnya di Negara Bagian Kachin di Myanmar utara bersama keluarganya.

Militer telah mencap dia dan rekan-rekannya sebagai teroris dan melarang warga berkomunikasi dengan mereka, tetapi pemerintah sipil paralel mereka mendapat dukungan luas. Kelompok bersenjata sekutu yang dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat itu pun telah muncul di seluruh negeri.

Duwa Lashi La telah digambarkan sedang mengunjungi pasukan, termasuk mantan pelajar dan profesional yang dibawa ke hutan oleh tindakan keras militer, mengenakan jaket antipeluru dan helm.

"Saya tidak tahu kapan saya akan menyerahkan hidup saya," katanya.

"Terserah kehendak Tuhan. Saya sudah berkomitmen untuk mengorbankan apapun untuk negara saya," katanya.

Kekacauan di Myanmar

Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan pada Februari tahun lalu, membalikkan eksperimen demokrasi selama satu dekade, dan menggunakan kekuatan mematikan untuk menghancurkan protes.

Selain 2.000 kematian dalam pertempuran, lebih dari 2.500 warga sipil tewas di tempat lain, sebagian besar dalam penumpasan protes, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok hak asasi yang memantau kerusuhan.

Kejahatan Perang

Kudeta Myanmar, Militer Bebaskan Lebih Dari 23 Ribu Tahanan
Para narapidana yang akan segera dibebaskan berada di atas truk saat pemberian amnesti yang menandai peringatan 74 tahun Hari Persatuan Myanmar di penjara Insein di Yangon, Myanmar, Jumat (12/2/2021). Kedua perintah tersebut ditandatangani oleh pemimpin junta militer Min Aung Hlain. (AP Photo)

Pejuang pro-demokrasi dikalahkan oleh tentara yang dilengkapi oleh Rusia, China, dan India, yang menggunakan jet tempur untuk melakukan serangan bom yang mematikan. Lebih dari 1,3 juta orang telah mengungsi sejak kudeta, menurut PBB, yang mengatakan serangan militer dapat merupakan kejahatan perang.

Junta tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Dikatakan, mereka tidak menargetkan warga sipil dengan serangan udara dan operasinya menanggapi serangan oleh "teroris".

Duwa Lashi La mengatakan pejuang oposisi telah membunuh sekitar 20.000 tentara junta. Tidak mungkin untuk mengkonfirmasi angka secara independen.

“Jika kami memiliki senjata anti-pesawat, aman untuk mengatakan bahwa kami bisa menang dalam enam bulan,” katanya. 

“Jika saja kami menerima dukungan yang sama seperti yang diterima Ukraina dari AS dan UE, penderitaan orang-orang yang dibantai akan segera berhenti.”

Peringatan untuk Junta

Potret Polisi Myanmar Pukuli Pengunjuk Rasa
Para pengunjuk rasa bereaksi ketika mereka diliputi oleh gas air mata yang ditembakkan oleh polisi, dan ketika pengunjuk rasa lainnya melepaskan alat pemadam kebakaran, selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon (6/3/2021). (AFP Photo)

Bulan lalu, kepala pemerintahan Asia Tenggara mengeluarkan “peringatan” kepada Myanmar untuk membuat kemajuan terukur dalam rencana perdamaian atau berisiko dilarang menghadiri pertemuan blok tersebut.

Militer menolak melibatkan lawan atau kelompok masyarakat sipil.

Duwa Lashi La mengatakan pintu tidak tertutup untuk negosiasi tetapi militer harus berhenti membunuh warga sipil, bersumpah untuk mundur dari politik, dan menghapus konstitusi yang mengabadikan kekuasaan mereka.

"Kalau begitu... Kami mungkin akan berdialog," katanya.

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya