Liputan6.com, Moskow - Rusia mengkritik kunjungan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ke Amerika Serikat karena dinilai tidak mencari perdamaian. Kunjungan Zelensky disebut provokatif.
Invasi Rusia masih terus berlanjut hingga penghujung 2022 ini. Pihak Ukraina dan AS disebut ingin melanjutkan perang ketimbang damai.
Advertisement
Baca Juga
"Pembicaraan di Washington telah menunjukkan bahwa baik Ukraina atau Amerika Serikat mencari perdamaian. Mereka hanya berniat melanjutkan pertempuran," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Maria Zakharova.
Salah satu yang dikritik adalah pengiriman senjata rudal Patriot dari AS. edang melakukan pertempuran proxy melawan Rusia. Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov menyebut hal itu meresahkan.
Gedung Putih meyakini bahwa rudal Patriot dapat ampuh untuk mempertahankan Ukraina melawan "serangan-serangan barbar Rusia kepada infrastruktur kritikal Ukraina".
Rudal Patriot adalah sistem pertahanan darat-udara untuk menangkal serangan rudal.
Sementara, juru bicara pemerintah Rusia Dmitry Peskov menuding Amerika Serikat sedang melakukan perang proxy melawan Rusia. Namun, ia menegaskan bahwa "operasi militer khusus" Rusia akan tetap mencapai tujuannya meski ada rudal Patriot.
Sejumlah media Rusia juga menghina kunjungan Presiden Zelensky ke AS dengan menyebutnya sebagai perilaku minta-minta.
Pada kedatangannya, Presiden Zelensky mengapresiasi AS atas bantuan-bantuan yang telah diberikan, mengkritik aliansi Rusia-Iran, serta menegaskan bahwa ia tidak meminta prajurit AS untuk datang ke Ukraina. Namun, ia membutuhkan perlengkapan militer untuk dioperasikan tentara Ukraina.
Kunjungan Volodymyr Zelensky ke AS merupakan lawatan luar negeri pertamanya sejak invasi Rusia dimulai.
Zelensky Pidato di Depan Kongres, Iran Disebut Teroris
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky turut menyalahkan Iran atas invasi yang dilakukan Rusia. Pasalnya, Iran mengirimkan drone ke Rusia yang dipakai untuk menyerang Ukraina dengan taktik drone kamikaze.
"Rusia menemukan sosok sekutu dalam kebijakan genosidal ini: Iran," ujar Presiden Ukraina Volodymr Zelensky saat pidato di Capitol Hill, AS, Rabu (21/12).
Presiden Zelensky lantas menyebut Iran dan Rusia sama-sama teroris yang perlu dihentikan. Ia pun mengingatkan AS bahwa saja duet Iran-Rusia menyerang AS dan para sekutunya.
"Drone-drone mematikan Iran, dikirim ratusan jumlahnya ke Rusia, telah menjadi sebuah ancaman ke infrastruktur kritikal kami," lanjutnya.
"Begitulah cara satu teroris menemukan teroris lainnya. Ini hanya masalah waktu saat mereka menyerang sekutu-sekutu anda jika kita tak menghentikan mereka sekarang. Kita harus melakukannya," tegas Presiden Volodymyr Zelensky.
Meski demikian, Presiden Zelensky berkata tidak meminta agar AS mengirimkan prajuritnya ke Ukraina. Ia hanya meminta agar AS menyediakan bantuan persenjataan militer dan finansial.
"Ukraina tidak pernah meminta prajurit-prajurit Amerika untuk bertempur di negeri kami. Saya meyakinkan kalian baha para prajurit Ukraina bisa secara sempurna mengoperasikan tank dan pesawat Amerika. Bantuan finansial juga yang penting. Dan saya ingin berterima kasih kepada kalian atas paket finansial yang sudah diberikan dan yang kalian akan putuskan," jelas Presiden Zelensky.
Advertisement
Rusia Tak Mau Disalahkan Atas Perang di Ukraina
Di lain pihak, Vladimir Putin percaya Rusia tidak bisa disalahkan atas perang di Ukraina. Bahkan, ia menambahkan kedua negara "berbagi tragedi".
Dilansir BBC, Kamis (22/12), selama pidato yang disiarkan televisi dengan pejabat militer senior, presiden Rusia itu mengatakan dia terus melihat Ukraina sebagai "negara persaudaraan".
Pada bulan Februari, Presiden Putin mengirim hingga 200.000 tentara ke Ukraina memicu perang yang telah menyebabkan ribuan kematian.
Dia mengklaim konflik itu merupakan "hasil dari kebijakan negara ketiga".
Teori, yang menyiratkan ekspansi Barat sebagai penyebabnya, telah berulang kali ditolak di luar Rusia.
Dalam pidatonya, Presiden Putin mengklaim bahwa Barat telah "mencuci otak" republik-republik pasca-Soviet, dimulai dengan Ukraina. Dia berkata: "Selama bertahun-tahun, kami mencoba membangun hubungan bertetangga yang baik dengan Ukraina, menawarkan pinjaman dan energi murah, tetapi tidak berhasil."
Kekhawatiran lama Presiden Putin tampaknya berasal dari pertumbuhan NATO sejak Uni Soviet runtuh pada tahun 1991. Tujuan awal NATO adalah untuk menantang ekspansi Rusia setelah Perang Dunia Kedua, tetapi Kremlin telah lama berargumentasi bahwa NATO menerima bekas sekutu Soviet karena anggotanya mengancam keamanannya.
Ketegangan antara Kremlin dan Barat meningkat setelah penggulingan Presiden Ukraina pro-Kremlin Viktor Yanukovych pada tahun 2014, setelah berbulan-bulan protes jalanan.
Dalam pidatonya, Presiden Putin melanjutkan: "Tidak ada yang perlu dituduhkan kepada kami. Kami selalu menganggap orang Ukraina sebagai saudara dan saya masih berpikir demikian."
"Apa yang terjadi sekarang adalah sebuah tragedi, tapi itu bukan salah kami."
Dubes Rusia: Ini Perang Proxy
Invasi Rusia masih terus berlanjut hingga penghujung 2022. Rusia masih belum bisa menaklukkan Ukraina, meski situs Global Firepower menyebut Rusia memiliki militer terkuat di Benua Eropa.
Namun, Ukraina masih terus melakukan resistensi. Wilayah-wilayah yang dianeksasi Rusia juga masih ditarget Ukraina untuk direbut.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, berkata bahwa Ukraina mendapat bantuan NATO sehingga bisa bertahan. Dubes Rusia berkata ada perang proxy.
"Tentu tak mudah karena sekarang kita bertarung tidak melawan Ukraina tapi melawan NATO," ujar Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva di rumah dinasnya, Rabu (21/12).
Dubes Rusia bahkan berkata operasi militer negaranya bisa berakhir pada April 2022 jika Ukraina tidak dibantu NATO. Rusia lantas menyalahkan NATO yang melakukan perang proxy di tengah invasi.
"Jadi ini adalah perang proxy," ujar Dubes Rusia. "Bagi kami makna perang di Ukraina adalah perang proxy oleh barat dengan menggunakan Ukraina."
Meski pemerintah Inggris menyebut Rusia sedang mengalami kesulitan persenjataan, Dubes Vorobieva menyebut tentara Rusia masih terus bergerak maju.
"Kami bisa melihat bahwa tentara kami bergerak maju. Pertempurannya saya bilang sangat berat," ucapnya.
Advertisement