Liputan6.com, Pangkalan Bun - Delapan tahun lalu, Minggu 28 Desember 2014 pagi, pesawat AirAsia QZ8501 yang diterbangkan Kapten Irianto menghilang tanpa jejak.
Burung besi jenis Airbus A320-200 itu hilang ketika tengah mengudara dengan 162 orang di dalamnya yang mayoritas merupakan warga Indonesia.
Baca Juga
Beberapa jam usai dikabarkan hilang, pesawat milik maskapai asal Malaysia itu diketahui jatuh ke laut usai terbang sekitar 1 jam dari Bandara Juanda, Jawa Timur menuju Bandara Changi, Singapura.
Advertisement
Pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ8501 awalnya dijadwalkan terbang dari Bandara Juanda pada pukul 07.30 WIB. Namun, tiba-tiba pihak maskapai memajukan waktu take off menjadi pukul 05.20 WIB.
Pihak maskapai sudah memberitahukan perubahan jadwal itu, lewat e-mail dan telepon pada 15 dan 26 Desember 2014.
Namun, pesawat yang seharusnya mendarat pukul 08.30 waktu setempat tak pernah tiba.
AirAsia QZ8501 dengan register PK-AXC pun dinyatakan DETRESFA atau resmi hilang pukul 07.55 WIB. Terakhir pilot Kapten Irianto berkomunikasi dengan pihak Air Traffic Control (ATC) Bandara Soekarno-Hatta pukul 06.18 WIB.
Sebelum putus kontak, ada 2 permintaan pilot kepada menara kontrol. Yakni, pilot meminta izin naik dari ketinggian 32 ribu kaki ke 38 ribu kaki dan meminta sedikit belok ke kiri.
Permintaan berbelok kiri diizinkan. Namun, permintaan naik ke 38 ribu ditolak pihak ATC, sebab di atas jalur M365‎ yang dilalui AirAsia QZ8501 ada pesawat lain yang tengah terbang. Setelah permintaan itu, sang burung besi hilang dari radar dan putus komunikasi.
Kabar hilangnya AirAsia QZ8501 itu pun meluas ke mana-mana. Pencarian besar pun dilakukan oleh seluruh jajaran aparat--mulai dari Basarnas, TNI, dan Polri, serta armada dari sejumlah negara sahabat--sejak resmi dinyatakan hilang.
Tim gabungan itu pada awalnya menduga pesawat jatuh ke laut atau perairan antara Pulau Bangka dan Kalimantan. Perkiraannya, lokasi tersebut berjarak sekitar 4 jam dengan kapal dari Belitung Timur.
Namun, usai beberapa hari melakukan analisa, pihak tim gabungan memastikan, AirAsia QZ8501 jatuh di lokasi lost contact. Yakni di titik koordinat 03.22.46 Lintang Selatan dan 108.50.07 Bujur Timur.‎ Tepatnya di perairan Laut Jawa bagian utara dekat Selat Karimata.
Pencarian pun difokuskan ke titik koordinat tersebut. Lokasi pencariannya dibagi empat sektor prioritas, yakni Sektor I, II, III, dan IV. ‎Di luar itu ada sejumlah sektor lagi yang dipetakan.
Pesawat AirAsia QZ8501 baru diketahui jejaknya setelah 2 hari menghilang pada 30 Desember 2014. Saat itu, sebuah serpihan pesawat ditemukan tengah mengambang di perairan Selat Karimata.
Â
Â
Awal Temuan Puing
Tepat pada Selasa 30 Desember 2014, tim gabungan mulai menemui titik terang. Mereka menemukan beberapa objek mengapung. Diduga bagian dari AirAsia QZ8501.
Sembilan personel TNI AU yang terbang menyisir menggunakan pesawat CN-295 dari Bandara Halim Perdanakusuma menemukan objek pertama yang ditengarai serpihan AirAsia QZ8501. Usai melaporkan temuan itu ke Posko Utama Pencarian dan Evakuasi di Pangakalan Bun, tim lain pun bergerak menuju lokasi dimaksud.
Benar. Ternyata serpihan yang ditemukan itu adalah emergency exit door. Segera serpihan itu dievakuasi dan dibawa ke Pangkalan Bun. Namun tak berselang lama, serpihan lain ditemukan di sekitar penemuan pintu keluar darurat tersebut.‎ Di antaranya aspirator assembly dan reservoir. Juga diduga adalah bagian dari pesawat AirAsia QZ8501.
Benda-benda tersebut berada di koordinat 03.50.112 Lintang Selatan dan 110.29 Bujur Timur atau di sebelah barat Teluk Kumai, Kalimantan Tengah.
Tak berselang lama, ditemukan objek lain yang mengapung. Sangat mengagetkan. Sebab, objek mengapung itu adalah sosok mirip jasad. Hanya menggunakan pakaian dalam.
Beberapa hari kemudian, satu per satu serpihan dan jasad penumpang berhasil ditemukan lalu dievakuasi. Usai diidentifikasi awal di Pangkalan Bun, jenazah-jenazah itu kemudian diterbangkan ke Posko Disaster Victim Identification (DVI) dan Crisis Center di Surabaya, untuk proses identifikasi lebih lanjut.
Senin 12 Januari 2015 pagi, ‎tim penyelam gabungan dari TNI AL akhirnya berhasil menemukan dan mengangkat flight data recorder (FDR). FDR merupakan salah satu bagian dari yang disebut blakbox. Satu lagi adalah cockpit voice recorder (CVR).
Penemuan black box ini diawali dari deteksi pinger detector milik Kapal Navigasi Jadayat, Jumat 9 Januari 2015. FDR terdeteksi sekitar 1,7 mil laut dari lokasi ekor pesawat yang sebelumnya telah ditemukan.
Sehari berselang, gantian CVR ditemukan dan dievakuasi oleh tim penyelam gabungan dari TNI AL. Kotak itu ditemukan berada di bawah puing-puing yang tertutup pasir. Sama dengan FDR, penemuan CVR ini juga diawali dari sinyal ping yang terdeteksi.Â
Advertisement
Bukan Cuaca atau Perizinan, Ini Penyebab AirAsia QZ8501 Jatuh
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis hasil investigasi kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501. Pesawat yang membawa 162 orang itu‎ mengalami celaka di perairan Selat Karimata pada Minggu, 28 Desember 2014 pagi.
Dari hasil investigasi diketahui bahwa faktor terbang yang sempat dipermasalahkan dan cuaca selama penerbangan dari Surabaya ke Singapura tidak terkait dengan kecelakaan ini.
"Hal-hal seperti perizinan rute penerbangan dianggap tidak terkait pada kecelakaan ini. KNKT juga tidak menemukan tanda-tanda atau pengaruh cuaca yang menyebabkan kecelakaan ini," ucap investigator KNKT Nurcahyo Utomo dalam jumpa pers di kantor KNKT, Jakarta, Selasa (1/12/2015).
Pria yang akrab disapa Cahyo itu menjelaskan pesawat yang terbang dari Bandara Juanda, Jawa Timur, pukul 05.35 WIB itu sudah beberapa kali mengalami gangguan setelah terbang sekitar 30 menit.
Dia mengatakan sejak pukul 06.01 WIB, Flight Data Recorder (FDR) mencatat adanya aktivasi peringatan 4 kali. Hal itu disebabkan terjadinya gangguan pada sistem Rudder Travel Limiter (RTL). Gangguan itu juga mengaktifkan Electronic Centralized Aircraft Monitoring (ECAM) berupa pesan 'Auto FLT RUD TRV LIM SYS'.
"Berdasarkan pesan ini, awak pesawat melaksanakan perintah sesuai langkah-langkah yang tertera pada ECAM," ucap dia.
Gangguan itu muncul 3 kali. Ketiga gangguan awal itu muncul pada sistem RTL, yang kemudian ditangani awak pesawat sesuai instruksi dari ECAM. Namun, ketiga gangguan pada sistem RTL ini bukan suatu yang membahayakan penerbangan.
Usai 3 gangguan itu, pada pukul 06.15 WIB muncul gangguan keempat. FDR, kata Cahyo, mencatat gangguan ini berbeda dengan 3 gangguan awal tadi. Gangguan keempat ini menunjukkan kesamaan dengan kejadian pada 25 Desember 2014 atau 3 hari sebelum pesawat celaka. Saat itu ketika masih di darat, pesawat AirAsia QZ8501 menunjukkan gangguan Circuit Breaker (CB) dari Flight Auqmentation Computer (FAC) di-reset.
‎"Tindakan awak pesawat setelah gangguan keempat ini mengaktifkan tanda peringatan kelima yang memunculkan pesan di ECAM berupa 'Auto FLT FAC 1 Fault' dan peringatan keenam yang memunculkan pesan di ECAM berupa 'Auto FLT FAC 1+2 Fault'," kata mantan pilot Boeing ini.
Setelah ‎pesan 'Auto FLT FAC 1-2 Fault' ‎itu, sistem autopilot dan autothrust tidak aktif. Sistem kendali fly by wire pesawat berganti dari normal law ke alternate law di mana beberapa proteksi tidak aktif.
"Pengendalian pesawat oleh awak dari auto pilot ke manual itu selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi upset condition dan stall hingga akhir rekaman FDR," ujar Cahyo.
Cahyo mengatakan investigasi KNKT terhadap catatan perawatan pesawat dalam 12 bulan terakhir sebelum celaka menemukan adanya 23 kali gangguan yang terkait dengan sistem RTL di tahun 2014. Selang waktu antara kejadian menjadi lebih pendek dalam 3 bulan terakhir.
"Gangguan-gangguan itu diawali oleh retakan solder pada electronic module pada RTL Unit (RTLU) yang lokasinya berada pada vertical stabilizer," ucap dia.
"Sistem perawatan pesawat yang ada saat itu belum memanfaatkan post flight report (PFR) secara optimal, sehingga gangguan pada RTL yang berulang tidak terselesaikan secara tuntas," kata Cahyo.**
 Â
Â
Basarnas Tutup Operasi Pencarian
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo menyatakan operasi pencarian korban pesawat AirAsia QZ8501 secara resmi ditutup setelah 2 bulan pencairn. Pernyataan ini disampaikan kepada pihak keluarga korban AirAsia di Posko Crisis Center Markas Polda Jawa Timur.
"Saya telah menyampaikan kepada keluarga korban (pesawat AirAsia) dengan beberapa bukti berupa rekaman video. Dan kami juga menyampaikan bahwa selama 2 bulan ini Tim SAR gabungan sudah melaksanakan tugas dengan maksimal," ucap Marsdya TNI Bambang Soelistyo di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (3/3/2015).
Dalam pertemuan tertutup dengan keluarga korban, Soelistyo mengungkapkan, Basarnas juga memberikan waktu kepada pihak keluarga korban untuk menyampaikan harapannya terkait musibah jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501.
Dari harapan mereka, menurut Soelistyo, Basarnas memadukan dengan kenyataan di lapangan dan analisa serta situsasi dan kondisi, sehingga sepakat untuk menghentikan pencarian tersebut.
"Hari ini operasi pokok pencarian korban pesawat AirAsia QZ8501 secara resmi telah dihentikan," imbuh Kepala Basarnas.
Operasi pokok pencarian AirAsia secara resmi telah dihentikan. Namun, Basarnas masih memberikan tenggang waktu selama 7 hari ke depan untuk operasi kecil pencarian 59 korban AirAsia yang masih hilang.
Keluarga korban AirAsia mengaku pasrah atas keputusan Basarnas menghentikan pencarian korban QZ8501. Mereka menilai usaha Basarnas yang dilakukan selama 2 bulan ini telah mencapai hasil maksimal.
"Dan kami sekeluarga juga mengucapkan terima kasih kepada Basarnas yang selama ini telah membantu. Dan Alhamdulillah, mereka masih mau dan memberi waktu tambahan tujuh hari untuk melakukan pencarian terakhir," ujar Dwi Yanto, ayah dari Bhima Aly Wicaksana di Mapolda Jatim.
Advertisement