Liputan6.com, Beijing - Mayoritas dari 27 negara anggota Uni Eropa sepakat melakukan pengujian COVID-19 bagi pelancong China. Tes ini akan dilakukan secara sistematis sebelum keberangkatan, kata Komisi Eropa pada Selasa (3/1/2022).
Rekomendasi konsensus ini muncul dari pertemuan pejabat kementerian kesehatan Uni Eropa yang diadakan Selasa kemarin di Brussels, dikutip dari NST.com.my, Rabu (4/1/2022).
Baca Juga
Pertemuan ini memutuskan langkah-langkah terkoordinasi apa yang akan diterapkan di seluruh blok.
Advertisement
Pertemuan itu diadakan setelah China memutuskan untuk mencabut kebijakan "nol COVID-19", yang telah memicu rencana besar-besaran rakyat Tiongkok untuk melakukan penerbangan ke negara lain-- usai pelarangan terbang selama hampir tiga tahun.
Uni Eropa khawatir masuknya penumpang secara tiba-tiba dari China dapat membawa varian COVID-19 yang mungkin dapat melawan vaksin saat ini.
Ada juga kekhawatiran bahwa data China tentang penyebaran tidak lengkap, parsial, dan tidak mencukupi.
"Mayoritas negara mendukung pengujian pra-keberangkatan," kata juru bicara komisi setelah pertemuan itu.
Komisaris kesehatan UE Stella Kyriakides mengatakan, para pejabat juga setuju untuk merekomendasikan peningkatan pemantauan air limbah dari penerbangan dan di bandara untuk mendeteksi jejak COVID-19, dan bagi negara-negara anggota untuk meningkatkan pengawasan.
Beberapa negara Uni Eropa termasuk Prancis, Spanyol, dan Italia memberlakukan persyaratan pengujian pada kedatangan dari China sambil menunggu pendekatan ke seluruh blok.
Beijing bereaksi. Mereka marah atas aturan peningkatan pembatasan, yang juga diterapkan oleh Amerika Serikat, Jepang, dan Australia.
China hanya saat ini mencatat ada 22 kematian akibat COVID-19 sejak Desember 2022.
Varian Baru COVID-19 China Terdeteksi di Malaysia
Menteri Kesehatan Malaysia Zaliha Mustafa menyebutkan bahwa berdasarkan informasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), varian dan sub-varian COVID-19 yang mengakibatkan lonjakan kasus di China telah terdeteksi di negaranya. Malaysia pun bersiap memperketat pemeriksaan kesehatan.
"Kementerian berkomunikasi erat dengan WHO, China, dan rekan-rekan kami dari ASEAN. Berdasarkan laporan, WHO mengadakan pertemuan dengan China untuk berbagi data terbaru dan akan terus memberikan informasil detail, pembaruan situasi dan penanganan COVID-19 di negara tersebut," tutur Zaliha seperti dikutip dari The Straits Times, Selasa, (3/1/2023).
Ia menambahkan, "Berdasarkan laporan China kepada WHO, varian dan subvarian yang ditemukan di China juga terdeteksi di Malaysia."
Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah mengungkapkan bahwa lonjakan kasus COVID-19 di China disebabkan oleh varian BA.5.2 dan sub-varian BF.7. Keduanya menyumbang hampir 80% dari jenis yang ditemukan di Negeri Tirai Bambu.
Pertemuan tingkat tinggi antara WHO dan China sendiri berlangsung pada 30 Desember 2023. WHO menuturkan bahwa mereka meminta China untuk berbagi data spesifik dan real-time secara teratur, termasuk tentang status vaksinasi dan kematian.
Advertisement
Masyarakat Didesak Segera Booster
Menkes Malaysia lebih jauh menuturkan bahwa pihaknya akan segera menerima pasokan vaksin COVID-19 bivalen. Meski demikian, dia mendesak masyarakat untuk yang telah melewati periode enam bulan sejak booster pertama untuk segera mendapatkan booster kedua tanpa menunggu vaksin bivalen tersedia.
Vaksin bivalen merupakan reformulasi vaksin lama, yang disebut mampu memberikan perlindungan baik terhadap varian lama maupun varian baru COVID-19.
"Vaksin bivalen akan segera dipasok karena National Pharmaceutical Regulatory Agency (NPRA) telah memberikan persetujuan bersyarat," ungkap Zaliha seraya menambahkan bahwa pengumuman kelayakan penerima akan diumumkan setelah pasokan tiba.
Saat ini, 49,8% masyarakat Malaysia telah menerima booster pertama dan baru 1,9% yang mendapat booster kedua.
Malaysia Terapkan Pembatasan Kedatangan Asal China?
Zaliha menuturkan opsi untuk membatasi kedatangan dari China terbuka. Demikian pula terhadap wisatawan dari negara-negara lain.
"Itu (pembatasan) akan diterapkan jika perlu, tidak hanya pada pengunjung atau pelancong (Malaysia dan non-warga negara) yang datang dari China tetapi juga dari negara lain," tutur Zaliha. "Kementerian akan meningkatkan metode untuk menahan penyebaran infeksi COVID-19 di negara tersebut serta kesiapan untuk menghadapi kemungkinan peningkatan kasus."
Sementara itu, Dirjen kesehatan Malaysia juga mengatakan pada Senin bahwa sampel air limbah telah diambil dari penerbangan asal China dua kali seminggu. Mendeteksi COVID-19 dalam sampel air limbah memberikan peringatan dini dengan memungkinkan pihak berwenang mendapatkan gambaran tentang tren kepadatan virus, untuk mengidentifikasi varian dan memantau efektivitas kebijakan.
Advertisement