Israel Sahkan UU untuk Mencabut Kewarganegaraan Arab Israel

UU tersebut tidak hanya dapat mencabut kewarganegaraan orang Arab Israel, tapi juga dapat melucuti hak tinggal penduduk Palestina di Yerusalem Timur yang diduduki.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 16 Feb 2023, 11:09 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2023, 11:09 WIB
Ilustrasi Israel
Ilustrasi Israel (iStockPhoto)

Liputan6.com, Tel Aviv - Israel mengesahkan undang-undang untuk mencabut kewarganegaraan orang Arab Israel yang dihukum karena terorisme dan yang mendapatkan bantuan keuangan dari Otoritas Palestina (PA).

Undang-undang tersebut juga dapat melucuti hak tinggal penduduk Palestina di Yerusalem Timur yang diduduki.

Sebagian besar anggota parlemen yang menyetujui undang-undang tersebut mengatakan, mereka yang terdampak telah mengkhianati Israel.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Palestina menggambarkan undang-undang itu sebagai "bentuk rasisme yang paling buruk".

Tunjangan bulanan yang ditawarkan oleh PA kepada tahanan Palestina yang telah melakukan serangan terhadap warga Israel, telah lama menjadi perdebatan. Israel menggambarkannya sebagai kebijakan "dibayar untuk membunuh" yang mendorong kekerasan.

Tel Aviv dilaporkan merespons isu itu dengan membekukan rekening bank atau menyita aset atau mencabut hak tinggal di Yerusalem bagi mereka yang dicurigai mendukung kebijakan tersebut secara keuangan.

Banyak warga Palestina melihat para tahanan di penjara Israel sebagai pahlawan perjuangan mereka. Adapun PA menganggap pembayaran kepada mereka sebagai bagian dari pemenuhan kesejahteraan sosial.


Berdampak pada Ratusan Tahanan

FOTO: Bentrok Warga Palestina dengan Pasukan Keamanan Israel di Kompleks Masjid Al Aqsa
Demonstran Palestina yang ditahan diborgol menyusul bentrokan di Kompleks Masjid Al Aqsa antara warga Palestina dengan pasukan keamanan Israel di Kota Tua Yerusalem, 15 April 2022. (AP Photo/Ariel Schalit)

Ratusan tahanan akan terdampak undang-undang ini. Mereka dapat dideportasi ke bagian yang dikuasai PA di Tepi Barat atau Jalur Gaza yang diduduki.

Di tengah meningkatnya kekerasan mematikan, pengesahan undang-undang ini dilaporkan mendapat dukungan luas di parlemen Israel, terutama dari kelompok kanan ekstrem dan oposisi.

Ofir Katz, anggota parlemen dari Partai Likud, menuturkan bahwa undang-undang tersebut akan membawa penghiburan bagi keluarga yang berduka.

"Saya berharap langkah yang kita ambil hari ini adalah fajar era baru. Saya tahu dan merasakan dari lubuk hati saya bahwa undang-undang seperti ini adalah misi kita yang sebenarnya sebagai pejabat terpilih," kata Katz seperti dikutip dari BBC, Kamis (16/2/2023). "Saya sampaikan dengan tegas bahwa seorang teroris yang menerima uang dari Otoritas Palestina harus terbang dari sini ke Gaza atau tempat lainnya."


Dicap Diskriminatif

Ilustrasi Konflik Israel Palestina
Ilustrasi Konflik Israel Palestina

Anggota parlemen oposisi yang keberatan dengan undang-undang itu, melabelinya diskriminatif karena tidak akan berlaku pada orang Yahudi Israel yang dihukum atas serangan terhadap warga Palestina atau pelanggaran serius lainnya.

"Sebut saja misalnya, Yigal Amir yang membunuh seorang perdana menteri, kewarganegaraannya tidak dicabut," kata Ahmed Tibi, merujuk pada ekstremis Yahudi Israel yang membunuh mantan Perdana Menteri Yitzhak Rabin.

Sekitar seperlima orang Israel adalah warga negara Arab yang sering mengidentifikasi diri sebagai dan dengan orang Palestina.

Adapun sebagian besar warga Palestina di Yerusalem Timur, yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967 dan kemudian dianeksasi dalam tindakan yang tidak diakui secara internasional, berstatus penduduk tetap.

Infografis Rentetan Konflik Terbaru Israel - Palestina. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Rentetan Konflik Terbaru Israel - Palestina. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya