Status Pandemi COVID-19 Dicabut, Malaysia Hapus Kewajiban Pakai Masker

Meski tak lagi diwajibkan, penggunaan masker tetap sangat dianjurkan saat berada di transportasi umum.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 01 Jul 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2023, 10:00 WIB
FOTO: Malaysia Perketat Pembatasan Pergerakan Terkait COVID-19
Para pejalan kaki memakai masker saat berjalan di distrik perbelanjaan di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (14/1/2021). Otoritas Malaysia memperketat pembatasan pergerakan untuk mencoba menghentikan penyebaran virus corona COVID-19. (AP Photo/Vincent Thian)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Kementerian Kesehatan Malaysia mengumumkan pada Kamis (29/6/2023), bahwa masker tidak lagi wajib digunakan di transportasi umum dan fasilitas kesehatan mulai Rabu 5 Juli 2023 mendatang.

Keputusan ini diambil setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pada 5 Mei bahwa COVID-19 tidak lagi menjadi Darurat Kesehatan Masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC).

Menteri Kesehatan Malaysia Dr. Zaliha Mustafa menyatakan bahwa masker hanya wajib digunakan bagi individu yang telah dinyatakan positif COVID-19, serta tenaga kesehatan yang mengikuti praktik pengendalian infeksi saat menangani pasien.

Fasilitas kesehatan yang dimaksud termasuk rumah sakit, klinik, dan panti jompo, sementara transportasi umum mencakup layanan e-hailing, penerbangan, taksi, bus, dan kereta api.

Meskipun tidak lagi diwajibkan, ia mengatakan penggunaan masker tetap sangat dianjurkan saat berada di transportasi umum. Individu berisiko tinggi seperti orang tua dan penderita penyakit kronis juga dianjurkan untuk menggunakan masker wajah, terutama di tempat-tempat ramai, tambahnya.

Sementara itu, masa isolasi bagi pasien COVID-19 akan dipersingkat dari tujuh menjadi lima hari sejak timbulnya gejala pertama.

"Hal ini didasarkan pada penelitian yang menyatakan bahwa tingkat penularan kasus COVID-19 tinggi dalam lima hari pertama sejak munculnya gejala dengan beban virus yang tinggi selama periode tersebut," ujar Dr. Zaliha dalam sebuah pernyataan.

Dia juga menambahkan bahwa status Malaysia sebagai daerah terinfeksi berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular 1988 diperpanjang hingga 31 Desember karena risiko kemunculan varian dan subvarian baru COVID-19.

"Selain itu, kerumunan besar yang diperkirakan terjadi selama perayaan Hari Raya Haji dan pemilihan umum negara bagian kemungkinan akan meningkatkan risiko peningkatan kasus," kata Dr. Zaliha.

Dia menambahkan bahwa hal ini dapat membebani sistem layanan kesehatan pemerintah jika langkah-langkah pengendalian dan pencegahan tidak sepenuhnya dilaksanakan.

Penurunan Kasus COVID-19

Khawatir Virus Corona COVID-19, Warga Malaysia Beraktivitas Pakai Masker
Seorang wanita mengenakan masker di tengah kekhawatiran akan penyebaran virus corona COVID-19, di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis, (13/2/2020). Total kematian akibat virus tersebut di Provinsi Hubei hingga Rabu (12/2) mencapai 1.310 orang. (AFP/Mohd Rasfan)

Menurut Dr. Zaliha, jumlah kasus baru COVID-19 di Malaysia dalam lima minggu terakhir mengalami penurunan sebesar 53,5 persen, dari 5.801 kasus menjadi 2.698 kasus. Jumlah kematian akibat COVID-19 dalam periode yang sama juga mengalami penurunan sebesar 35,3 persen, dari 17 kasus menjadi 11 kasus.

Sementara itu, Dr. Zaliha juga menyatakan bahwa dalam dua minggu terakhir terjadi penurunan jumlah pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit umum dan tingkat keterisian tempat tidur di fasilitas COVID-19. Persentase tempat tidur yang terisi di Unit Perawatan Intensif (ICU) tetap stabil pada 6,0 persen.

Dr. Zaliha mengatakan bahwa per tanggal 27 Juni, 50 persen penduduk Malaysia telah menerima dosis vaksin booster pertama mereka dan hanya 2,5 persen yang telah menerima dosis vaksin booster kedua.

"Kementerian Kesehatan akan terus memantau situasi COVID-19 dan varian yang dilaporkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan segera bila diperlukan," tambahnya.

"Masyarakat perlu mengambil tanggung jawab individu yang lebih besar untuk melindungi bukan hanya diri mereka sendiri tetapi juga seluruh komunitas, terutama kelompok berisiko tinggi."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya