Pilpres Mesir: Abdel Fattah el-Sissi Diyakini Akan Kembali Berkuasa

Pemungutan suara dalam Pilpres Mesir akan berlangsung selama tiga hari, dimulai pada Minggu (10/12/2023).

oleh Khairisa Ferida diperbarui 11 Des 2023, 11:09 WIB
Diterbitkan 11 Des 2023, 11:01 WIB
Abdel Fattah el-Sisi (AFP Photo)
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi (Dok. AFP Photo)

Liputan6.com, Kairo - Rakyat Mesir mulai memberikan suaranya pada hari Minggu (10/12/2023) dalam pemilu presiden, di mana Abdel Fattah el-Sissi tidak menghadapi penantang serius dan dipastikan akan memenangi masa jabatan berikutnya. Hal itu akan membuatnya tetap berkuasa hingga tahun 2030.

Pemilu dibayangi oleh perang Hamas Vs Israel di Jalur Gaza. Hampir seluruh perhatian warga Mesir tertuju pada perang di perbatasan timur negara mereka dan penderitaan warga sipil Palestina yang ditimbulkannya.

Pemungutan suara yang dimulai hari Minggu dan berlangsung selama tiga hari, juga digelar di tengah krisis ekonomi yang parah di Mesir. Menurut data resmi, negara berpenduduk 105 juta jiwa ini hampir sepertiganya hidup dalam kemiskinan.

Melansir AP, Senin (11/12), krisis tidak hanya disebabkan oleh salah urus perekonomian, tetapi juga karena dampak pandemi COVID-19 dan perang Ukraina, yang mengguncang perekonomian global.

Tiga kandidat rival El-Sissi antara lain Farid Zahran, ketua oposisi Partai Sosial Demokrat; Abdel-Sanad Yamama, ketua Partai Wafd; dan Hazem Omar, ketua Partai Rakyat Republik.

Calon presiden muda yang ambisius, Ahmed Altantawy, keluar dari pencalonan setelah dia gagal mendapatkan tanda tangan yang diperlukan dari rakyat untuk mengamankan pencalonannya. Dia menyalahkan kegagalannya atas apa yang disebutnya sebagai intimidasi yang dilakukan badan keamanan terhadap staf kampanye dan pendukungnya.

Berlangsung 2 Putaran?

Ilustrasi Mesir
Ilustrasi Mesir (Dok. AP)

El-Sissi memberikan suaranya di tempat pemungutan suara (TPS) di pinggiran Kota Kairo, Heliopolis, segera setelah tempat pemungutan suara dibuka pada pukul 09.00 waktu setempat. Dia tidak memberikan komentar sebelum meninggalkan tempat pemungutan suara tersebut.

Kandidat lainnya, yang juga memberikan suara mereka pada Minggu pagi, termasuk Omar dan Zahran, yang mengenakan syal keffiyeh Palestina dan memberikan suara di TPS Kairo.

Otoritas Pemilihan Nasional menyebutkan bahwa putaran kedua Pilpres Mesir dijadwalkan pada 8-10 Januari 2024, jika tidak ada kandidat yang memperoleh lebih dari 50 persen suara.

Ekspatriat Mesir dilaporkan sudah memberikan suara mereka pada 1-3 Desember.

Krisis Ekonomi

Ilustrasi Mesir.
Ilustrasi Mesir. (Dok. Freepik)

Menjelang pemungutan suara, kementerian dalam negeri, yang membawahi pasukan polisi, mengerahkan ribuan tentara di seluruh negeri untuk mengamankan pemilu. Lebih dari 67 juta orang berhak memilih dan pihak berwenang berharap tingginya jumlah pemilih dapat memberikan legitimasi pemilu.

Sebagai seorang perwira militer, el-Sissi pertama kali terpilih sebagai presiden pada pertengahan tahun 2014, setahun setelah dia, sebagai menteri pertahanan, memimpin kudeta militer terhadap Mohamed Morsi.

El-Sissi terpilih kembali pada tahun 2018 untuk masa jabatan kedua selama empat tahun. Dia hanya menghadapi satu penantang, yaitu seorang politikus kurang dikenal yang ikut bersaing pada menit-menit terakhir agar pemerintah tidak merasa malu karena hanya ada satu kandidat yang terpilih setelah beberapa kandidat dipaksa keluar atau ditangkap.

Pada tahun 2019, amendemen konstitusi, yang disahkan melalui referendum umum, menambah dua tahun masa jabatan kedua el-Sissi, dan memungkinkannya mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga, enam tahun.

Di bawah kepemimpinan el-Sissi, pihak berwenang telah melancarkan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat. Ribuan pengkritik pemerintah telah dibungkam atau dipenjara, termasuk banyak dari mereka yang berada di balik pemberontakan tahun 2011 yang menggulingkan Hosni Mubarak.

Perekonomian telah menjadi masalah bagi pemerintahan el-Sissi yang memulai program reformasi ambisius pada tahun 2016. Program, yang didukung oleh Dana Moneter Internasional (IMF), itu bertujuan untuk membalikkan distorsi yang sudah berlangsung lama dalam perekonomian negara yang terpuruk.

Program tersebut termasuk pemotongan subsidi dan flotasi mata uang lokal. Sebagai imbalannya, Mesir menerima serangkaian pinjaman dari IMF, dan pengakuan dari Barat.

Namun, langkah-langkah penghematan tersebut membuat harga-harga melambung tinggi, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat Mesir.

Adapun perang Ukraina telah menambah beban karena Mesir kehabisan mata uang asing yang diperlukan untuk membeli kebutuhan pokok seperti bahan bakar dan biji-bijian. Mesir adalah importir gandum terbesar di dunia dan secara tradisional mengimpor sebagian besar gandumnya dari Ukraina dan Rusia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya