Menguak Kisah Nyata di Balik Film Horor `The Exorcist` 1973

Film "The Exorcist" yang dirilis tahun 1973 diyakini terinspirasi dari kisah nyata tahun 1949.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 31 Okt 2013, 00:00 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2013, 00:00 WIB
film-exorcist-131030c.jpg
Wajah buruk dengan pandangan mengerikan, seringai lebar, kepala berputar 360 derajat, tubuh yang melayang di udara, cairan muntah berwarna hijau -- hingga saat ini, film "The Exorcist" yang dirilis tahun 1973 masih bikin merinding orang yang bernyali melihatnya.

Satu-satunya yang mungkin membuat nyaman adalah informasi bahwa cerita itu hanya fiksi belaka. Namun, bisa jadi anggapan itu sama sekali tak benar.

Sejumlah orang berpendapat, hal mengerikan yang ada dalam film tersebut terinspirasi kejadian nyata: tentang seorang bocah lelaki dari pinggiran Washington D.C yang kerasukan setan pada tahun 1949. Yang dikenal sebagai "St Louis Exorcism Case" -- kasus eksorsisme atau pengusiran setan di St Louis.  

Sebut saja bocah 13 tahun itu Roland atau Robbie Doe -- identitas aslinya masih anonim hingga saat ini. Lahir tahun 1935 dengan masa kecil bermasalah di keluarga yang tak rukun.

Segala keanehan dimulai pada Januari 1949 saat keluarga Robbie mulai mendengar suara garukan di dalam dinding dan langit-langit rumah. Tapi bukan tikus.

Juga ada suara mirip langkah orang di lorong, benda-benda berpindah dengan sendirinya. Serangan misterius mulai dialami Robbie. Selimut dan spreinya robek, ia juga dilaporkan ditarik dari tempat tidurnya oleh kekuatan tak kasat mata.

Orangtuanya yakin, ia kerasukan. Apalagi sebelumnya, ia bermain-main dengan papan ouija -- media berkomunikasi dengan arwah. Sang tante yang mengajarinya.

Baru-baru ini sejumlah ahli berkumpul St Louis University dalam acara diskusi panel, memperdebatkan soal insiden kerasukan tersebut, berdekatan dengan momentum Halloween.

Sekitar 500 orang berdesakan di Perpustakaan Pius XII, bahkan meluber sampai lorong, bersandar di pilar atau duduk di kursi lipat.

Seorang mahasiswa St Louis University,  Zach Grummer-Strawn mengaku belum pernah melihat film  'The Exorcist' -- yang dianggap sebagai salah satu film horor terbaik sepanjang masa. Namun ia mengaku familiar dengan kisah ritual pengusiran setan di sekitar universitasnya di tahun 1949, di mana film dan novel karya William Peter Blatty mendapatkan inspirasi.

"Aku yakin itu kejadian nyata," kata Zach, mahasiswa jurusan teologi dan sosiologi dari Atlanta seperti dimuat Daily Mail, 30 Oktober 2013. "Namun, tahu saja tidaklah cukup. Itu mengapa kita berada di sini: untuk menguak kebenaran atas cerita luar biasa itu."

Akademisi sekaligus pembicara, Thomas Allen pernah menulis soal praktik pengusiran setan di RS Alexian Brothers dalam bukunya yang dipublikasikan pada 1993.

Ia berpendapat, tak ada bukti terpercaya bahwa bocah Robbie itu dirasuki roh-roh jahat. Kemungkinan ia menderita kelainan jiwa atau menjadi korban kekerasan seksual. Bisa juga pengalamannya itu dibuat-buat.

Ritual pengusiran setan tahun 1949 itu dipimpin Pastor William Bowdern. Ia memberitahu Allen bahwa itu adalah ' hal yang nyata'. Bowden meninggal tahun 1983 lalu.

Bowdern dibantu oleh Pendeta Walter Halloran, yang tidak seperti rekannya, berbicara secara terbuka dengan Allen dan menyatakan keraguan soal kejadian paranormal terkait Robbie, satu dekade lalu.

Menurut Allen, Halloran lebih banyak menceritakan tentang anak tersebut. Betapa ia sangat menderita. Hanya sedikit pembicaraan tentang ritual. "Anak itu takut, bingung, terjebak dalam sesuatu yang dia tidak mengerti," kata dia.

Sebaliknya, seperti kebanyakan prinsip dasar agama, semua hal pada akhirnya bermuara pada iman.

"Jika setan bisa meyakinkan kita bahwa mereka tidak ada, makhluk itu sudah memenangkan setengah pertempuran," kata pendeta Paul Stark, wakil direktur misi dan pelayanan di sekolah Katolik St Louis yang sudah berdiri selama 195 tahun.

Setan Atau Pikiran?

Kesurupan terjadi di manapun di belahan dunia. Sementara, eksorsisme  atau pengusiran setan adalah praktik kuno dan muncul dalam banyak agama yang berbeda.

Sigmund Freud, pencetus psikoanalisis, melihat kerasukan sebagai khayalan neurotik. Dan setan adalah "dorongan naluriah" yang ditekan.

Namun, meski tak percaya setan, psikolog Dr Mitch Byrne dari University of Wollongong mengakui, metode eksorsisme punya kelebihan.

"Saya tidak mengatakan bahwa itu adalah cara terbaik dan utama menangani gangguan psikologis. Tapi, kita tak boleh meremehkan kekuatan keyakinan," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari ABC News.

"Bomber bunuh diri dan pilot kamikaze (yang sengaja menabrakkan pesawat) adalah bukti bahwa kekuatan keyakinan melampaui argumen rasional. Jadi, mungkin bekerja dalam sistem kepercayaan seseorang adalah cara terbaik untuk membantu mereka pulih dari gangguan tersebut."

Sementara, soal kesurupan, Dr Byrne berpendapat, itu berkaitan dengan pikiran seseorang -- bukan setan.

"Ada kekuatan dan energi luar biasa terpendam dalam tubuh manusia. Dalam situasi dan kondisi tertentu, orang bisa mengeluarkan kekuatannya itu," kata dia.

"Tapi, jika seseorang mengalami delusi atau kondisi psikotik yang berdampak pada perilaku yang berlebihan atau tidak biasa, ia kerap dianggap kerasukan setan." (Ein)

Bagaimana menurut Anda? Punya pengalaman tentang kesurupan?

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya